🍁 20 [Flight Day]

Aaron memakan serealnya dengan tenang di atas pantry, berbeda dengan Ellena yang masih sibuk di lantai atas serta membiarkan serealnya menjadi tidak enak untuk dimakan. Aaron hanya mengangkat alisnya saat melihat Ellena menuruni tangga dengan sebuah kain yang mengalung di lipatan tangan.

"Miami sepertinya sedang hujan, pakai cardigan, ya. Jasnya nanti dipakai untuk besok saja," ucap Ellena sambil meletakkan cardigan di lipatan tangannya berpindah ke pangkuan Aaron, lalu wanita dua puluh empat tahun itu dengan senang hati memakan sereal.

Aaron mengangguk, dia mengangkat mangkok kosong bekas dan meletakkannya di dishwasher. Tungkai kakinya berjalan ke tempat asal sambil melepaskan jas biru dongker dan memakai cardigan-nya. Awalnya dia memakai kaus putih polos yang berbahan tebal ditutup dengan jas dongker. Tidak mengurangi ketampanan Tuan Muda satu ini, batin Ellena yang puas dengan pilihannya.

"Aku tidak ingat memiliki cardigan ini," kata Aaron sambil merapikan pakaian yang panjangnya setengah postur tubuhnya sendiri.

"Kamu memang tidak memiliki pakaian itu, love. Aku membelinya kemarin."

"Aku tidak ingat melihatnya saat kujemput pulang." balas Aaron yang berdiri di seberang pantry.

Ellena tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi, "Bagaimana? Kamu suka?" Hatinya berdegup kendang ketika melihat tampilan Aaron yang tidak biasa bagi matanya, di satu sisi dugaannya benar tentang kekasihnya akan lebih tampan dari pemikirannya.

"Bahannya nyaman dan ukurannya pas untukku," kata Aaron sambil mendekat ke arah Ellena dan mengecup kening di hadapannya. "Thank you, love."

Ellena tersenyum untuk membalas dan memeluk singkat pria tersebut, "Aku akan membersihkan piring ini lalu kita akan ke bandara."

"Aku akan meletakkan koper ke bagasi dan menunggu di dalam mobil," kata Aaron sambil mengusap rambut Ellena sebelum menuju ruang tamu untuk menarik dua koper sama ukuran menuju lift. Membiarkan Ellena sendirian di dalam bangunan tersebut, dia segera menyalakan dishwasher, selagi dia beranjak naik ke kamarnya sendiri.

Sebenarnya, banyak yang menghinggap di pemikiran wanita tersebut dari kemarin. Kenapa semua mantan kekasih Aaron bisa bertemu dengan Gyan? Identitas psikopat ini tidak diketahui oleh siapapun. Bahkan orang yang dibayar untuk membocorkan rahasia Athena sampai Clara tidak mengetahui informasi Gyan.

Kalau mereka semua pernah bertemu dengan Gyan sebelum adanya teror atau bersama dengan Aaron, Ellena menebak kalau mereka memiliki informasi penting Gyan sampai dia harus merenggut nyawa. Tetapi tidak bisa dihubungan dengan peristiwa selama ini yang seperti mengingini Aaron.

Dengan tenang, dia membuka laci nakasnya yang paling atas dan menghembuskan napas, seluruh pisau yang dipakai Aaron untuk melukai dirinya sendiri masih ada dengannya. Setidaknya, Aaron tidak akan menyakiti dirinya sendiri di penthouse. Dia mengunci laci tersebut dan anak kunci disimpan di laci meja rias.

Ellena menutup pintu kamarnya dan kembali ke arah dishwasher, menunggu mesin tersebut menyelesaikan pekerjaan sementara dirinya kembali melamun. Selain hubungan antara mereka berenam, dia juga memikirkan keberangkatan mereka ke Miami.

Sekilas tidak ada yang perlu dirisaukan, keberangkatan mereka tidak terendus oleh media. Namun, entah mengapa dia tidak merasa aman saat menginjak kaki di tanah bagian Florida tersebut.

Tidak. Semuanya akan aman, jangan berpikir tidak-tidak, Ellena, batin wanita tersebut dan bersamaan dishwasher telah kembali tenang. Dia menata peralatan makan yang telah bersih dan kering itu ke tempat awal. Lalu dia mengambil sling bag warna peach sesuai dengan pakaiannya, hanya sebuah kemeja berwarna putih dengan aksesories pita mengalung di bagian pinggang berwarna pink pastel, warna yang sama untuk rok span yang menutup seperdua paha. Untuk alas kaki, dia memilih higheels setinggi tiga sentimeter, dia juga menyiapkan sepasang sneakers warna putih di dalam koper.

Tangannya menekan tombol lift, tidak perlu menunggu lama, pintu lift terbuka mengantarkan Ellena pada sebuah mobil hitam yang menunggu kehadirannya di depan ruang tunggu. Dia mengambil tempat di belakang pengemudi yang telah diisi oleh Aaron.

"Kita berangkat, love," kata Ellena yang memberi sinyal pada Aaron.

"Kita ke bandara," ucap Aaron pada supir. Ellena melihat datar langit yang belum cerah dan ada beberapa mobil yang melewati mereka dalam kurun waktu dua menit selama perjalanan ke bandara.

"Kamu tidak masalah kutinggal sendiri kalau aku sibuk di lapangan nanti?" Aaron bersuara.

"Tidak sama sekali, love." Ellena menjawab dengan tenang seolah pemikirannya dari kemarin itu bukanlah hal yang berat. Matanya menoleh ke samping dan bertabrakan dengan netra kelam nan teduh Aaron. "Aku justru lebih percaya kalau kamu tidak bisa membiarkanku sendiri."

Aaron tertawa kecil, membenarkan perkataan Ellena dalam ketawanya. "Di sana akan ada Aiden, aku bisa mempercayainya."

"Kamu benar. Grandpa sangat mempercayainya, kalau tidak dia tidak akan mungkin diangkat menjadi sekretarisku selama ini." timpal Ellena, dia mendapat kabar kalau Aiden sudah menyiapkan semuanya, dia dan Aaron hanya tinggal menapak kaki dan duduk di kursi penumpang pesawat.

"Sudah berapa lama dia bekerja denganmu?"

Ellena mengalihkan pandangan, melihat di pinggir jalan tol yang dipenuhi dengan pepohonan yang berjarak konstan satu sama lain, bibirnya belum bersuara menjawab Aaron yang masih setia melihatnya. Entah apa yang dipikirkannya karena satu pertanyaan sederhana tersebut, merasa yakin dengan keputusannya, dia berucap singkat sebagai penutup obrolan mereka di pagi buta.

"Enam tahun."

01.56 p.m
Miami, Florida

Ellena menapaki dirinya di atas tanah Miami setelah setengah hari berada di atas angkasa bersama tiga orang pria, Aaron tidak tanggung-tanggung memilih first class untuk penerbangan pertama mereka bersama, dia juga tidak keberatan memakai jasa penerbangan yang mahal itu.

"Mari, Nona Muda, Louis telah menunggu," kata Aiden yang mengambil alih koper di genggamannya dan berjalan di depan sang majikan. Ellena mengernyit kebingungan saat mendengar nama yang terasa asing di indera pendengaran, tetapi dia ragu-ragu melangkahkan kaki mengikuti sekretarisnya karena Aaron juga ikut berjalan.

Apa hanya dia yang tidak tahu siapa itu Louis?

Setelah keluar dari bandara, Ellena disambut dengan Aaron yang berjabat tangan dengan sosok pria tinggi menyamai Aaron, berkulit kuning langsat dengan rambut blonde panjang medium yang diikat satu.

Apa dia yang namanya Louis? batin Ellena ragu-ragu. Tetapi dia tetap berusaha tersenyum ramah saat hendak menghampiri Aaron.

"Miss Ellena, right?" tanya sosok asing tersebut yang segera membuat yang lain menyadari keberadaannya. Dengan canggung, dia mengangguk. Dia sempat menatap mata sosok asing tersebut yang berwarna hitam pekat.

"I'm Louis. Your own tour guide and driver for the next three days. Nice to meet you," ucap pria asing tersebut sambil mengulurkan tangannya.

Ellena menyambut, "Nice to meet you, Louis."

"So, do you have any places to go?"

Aaron melihat Ellena sebentar dan tersenyum tipis sebelum berucap, "The Ritz-Carlton Coconut Grove."

Louis berdecak kagum sebelum membuka pintu untuk membawa mereka ke tempat yang dikatakan oleh pewaris tunggal keturunan Mark. Hendery duduk di samping Louis sedangkan Hendery duduk bersama pasangan kekasih tersebut. Pemandangan Miami yang terlihat cerah hari ini, banyak mobil meninggalkan bandara seperti mereka untuk ke tempat tujuan berikutnya.

"Kalian memilih hotel yang bagus, dekat sana ada Miami Watersports." kata Louis memecah keheningan, kedua sekretaris mereka memilih untuk fokus kepada alat telekomunikasi mereka untuk memperlancar kegiatan bisnis. Aaron dan Ellena hanya diam mendengar. "Datang ke Miami itu wajib mencoba water experience."

"Atau untuk ke Regatta Park yang cukup dekat dengan hotel mewah."

"Hotel mewah?" ulang Ellena yang lebih tertarik dengan kedua kata tersebut.
Louis mengangguk antusias, "One of five stars hotel di Miami, Miss. Ellena. Harganya yang fantastis satu malam, biasanya kalangan pebisnis seperti Anda yang memilih hotel tersebut. Walaupun untuk keluarga juga cocok. Anda tidak tahu?"

Ellena hanya tersenyum canggung tanpa membalas apapun. Louis hanya membalas dengan senyuman, pikirnya wajar jika wanita bersendok emas di mulutnya sejak bayi itu tidak mau tahu tentang hal seperti ini. Hidupnya telah diatur sedemikian rupa untuk menjadi sempurna di mata siapapun.

"Here we are," kata Louis yang menghentikan mobil di area drop-off.

"Thanks, Louis. I'll call you tomorrow, I don't think we can having tour for today," kata Aaron dengan kalem. Lalu beranjak turun dari mobil Louis yang seperti mobil pribadi. Ellena juga ikut turun tanpa berucap apapun selain terimakasih. Sedangkan Aiden dan Hendery segera ke bagasi mengambil barang mereka.

"It's okay. Call me whenever you need someone to take you go around Miami. I'll go. Have a nice rest," ucap Louis sambil menutup kaca mobilnya, lalu meninggalkan area tersebut.

Aiden memanggil nama nona mudanya, "Mari, Nona Muda. Saya akan mengurus penginapan Anda."

Ellena tersenyum tipis dan masuk ke dalam hotel sambil merapatkan cardigan di tubuhnya. Sedangkan Aaron dia sudah melepaskan outer-nya dan memilih untuk digantung di antara lipatan siku.

Tidak masalah, Aaron masih terlihat tampan di matanya.

Setidaknya sampai sekarang, mereka tidak merasa janggal terhadap apapun. Belum tahu untuk tiga hari ke depan ini.

To Be Continue

Hai, aku update lagi, update terakhir dalam minggu ini.

See ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top