🍁 15 [Comeback Home]

"Tuan, telepon Anda berbunyi," kata Hendery yang berdiri di samping Aaron yang tengah duduk membaca dokumen yang diberikan oleh Ketua Departemen Finansial. Awalnya, Aaron tidak minat dengan perkataan Hendery. Dia memang menitipkan ponsel kepada sekretaris, hanya untuk memastikan kalau tidak ada telepon dari orang rumah yang tidak terjawab. "Dari Nona Ellena Artemis, Tuan."

Sekejap, Aaron menghentikan pekerjaannya. Manik gelapnya terus melihat ke depan dengan tangan yang menengadah ke arah Hendery. Dengan cepat dia menekan voice call message yang ditinggalkan oleh Ellena.

"Aaron, come back home now!"

Voice message yang singkat. Suara Ellena terdengar nyaring dan ketakutan. Dia langsung menyambar blazer yang tersangkut rapi di tiang penyangga baju, pikirannya kalut saat mendengar suara pecahan beling terdengar samar dari panggilan tersebut. Blazer terpasang di tubuhnya tanpa berniat dikancing.

"Hendery, gantikan posisiku sementara. Aku ada keperluan mendesak, pastikan dana yang dicuri oleh asisten departemen finansial sepenuhnya kembali pada kita dan dia harus dibawa ke pengadilan."

"Baik, Tuan. Apa saya perlu memanggil supir untuk Anda?"

"Tidak perlu. Katakan padanya supaya untuk beristirahat. Kamu akan saya tambahkan insentif," kata Aaron lalu segera meninggalkan ruangan, mobil hitam terparkir apik di basement. Tangannya menekan ponsel, setelah mendapatkannya, decakan terdengar beriringan dengan ponsel yang terlempar di sebelah pengemudi.

"Gyan sialan ...." desis Aaron dengan tatapan tajam siap memangsa siapapun yang menghalangi jalannya. Lalu menjalankan mobil dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang pelan.

Gyan semakin puas ketika Ellena terlihat merenggang nyawa di tangannya sendiri. Ellena tidak memberontak, tangan gadis itu berpangku pada lengannya.

"Aku hanya berniat berkunjung awalnya, hanya memberikan kejutan kecil. Tapi, perbuatanmu tadi merubah pikiranku. These are enough for you, right?" oceh Gyan sendirian. Matanya masih menyalang puas melihat betapa Ellena tersiksa.

Gyan melonggarkan cengkraman, Ellena langsung merosot ke lantai dengan batuk yang terdengar bersamaan napas tersengal, "Tidak menarik jika membantumu menjemput ajal secepat ini, kita baru bertemu. Katakan pada Aaron aku menunggu kedatangannya tadi, namun terlalu lama dan aku harus pergi." Matanya menunduk melihat Ellena yang masih berusaha berbicara namun tidak sanggup.

"Oh! CCTVnya tidak bisa digunakan lagi, minta Aaron untuk menggunakan cara yang lebih baik," kata Gyan lalu merapikan fedora di kepala, kemudian melangkah meninggalkan Ellena di rumah kacau tersebut.

Gyan tersenyum menyeringai di dalam lift, lift berdenting, pintu terbuka, dia melangkah menjauh menuju sisi sudut lift lain yang terletak untuk penghuni apartemen. Sebuah mobil hitam melesat bak kilat di sampingnya.

Suara decitan terdengar dilanjutkan dengan suara debuman pintu mobil terbanting keras membuat Gyan berbalik melihat sosok pria muda yang berlari menuju lift di sana, tidak dipedulikannya lima tubuh fisik berserakan di ruang tunggu, "Kau telat lagi, Aaron."

Pria itu langsung masuk ke dalam lift setelah berhasil menekan password, Aaron memasang raut wajah marah bercampur dengan cemas. Pintu terbuka setelah terdengar dentingan, hal yang pertama kali dia lihat adalah semuanya berantakan.

"Ellena!" Aaron tanpa berpikir panjang berlari mendapati wanita yang duduk dengan kedua kaki yang melipat ke samping, sebelah tangan menyangga tubuh sedangkan satunya mengurut leher.  Dengan tergesa-gesa, dia menyingkirkan tangan tersebut dan terkejut, bekas tangan yang memerah tercetak jelas di leher Ellena.

Aaron membantu mengangkat tubuh wanita tersebut, entah sudah berapa lama dia duduk di sana. Tapi gagal. Ellena tidak kuat menopang tubuhnya sendiri. Hembusan napas pelan terdengar, tangan pria muda itu meraih kepala sang wanita untuk direngkuh lembut. Sebelah tangannya mengusap punggung Ellena menenangkan.

Perlakuan yang Mark lakukan ke dia dulu, kembali dipraktekkan olehnya.

Hati pria itu hancur ketika Ellena menangis dalam dekapannya, teriakan histeris mengatakan kalau dia terlambat untuk mengamankannya, apalagi ketika dia merasakan bahan kain punggungnya diremas kuat. Tidak rela membiarkan wanita kesayangannya dalam posisi seperti itu dan Ellena terlihat tidak ingin melepas dekapannya.

"Sebentar, hanya sebentar." Aaron melonggarkan pelukan, kedua tangan Ellena dipindahkan ke atas dan mengalung di lehernya. Kedua tangannya menahan bobot tubuh wanita tersebut yang dibilang ringan untuk seusianya.

Koala hug.

Ellena langsung membenamkan wajah di ceruk leher pria yang dia nantikan. Suara tangisan masih terdengar. Aaron duduk di single sofa terdekat, karena memprediksi kalau acara tangisan masih berlangsung lama. Kedua kaki Ellena melingkar erat di pinggang pria tersebut.

"Sorry for I'm not there when you need," kata Aaron selembut mungkin. Ellena menggerakkan kepalanya ke kiri kanan sambil sesegukan pasca menangis histeris.

"Gyan ... Gyan ... he's here just now." lirih Ellena yang semakin mengeratkan pelukannya di leher Aaron.

"I know. He must scared you a lot. You don't deserve that, love."

Aaron masih menepuk punggung Ellena, kedua semakin membisu dan melarutkan diri dalam lamunan mereka. Pria itu telah menyalahkan diri sebanyak mungkin atas kejadian yang menimpa kekasihnya. "Aaron ...," panggil Ellena nyaris berbisik.

Pria itu tidak membalas, hanya menajamkan telinga untuk wanita dalam rengkuhannya ini.

"Don't blame yourself for this. It's not your fault at all."

Perkataan Ellena seakan mengetahui pemikiran Aaron. Dia masih diam tidak tahu harus membalas seperti apa. "Don't hurt yourself for this. You aren't worth it to do harming yourself." lanjut Ellena, napas normal terasa di leher Aaron membuat pria itu tahu kalau wanita ini mulai kembali baik-baik saja.

"But-"

"Ssttt ... it's okay. The most important is you already come to me. Thank you and sorry to distract you," kata Ellena yang memotong perkataan Aaron, dia tidak mungkin membiarkan Aaron melakukan kegiatan berbahaya itu lagi.

"Kamu boleh kembali ke perusahaanmu, Aaron. I'm already fine," kata Ellena yang jelas akan ditolak langsung oleh lawab jenisnya.

Aaron mengusap surai rambut Ellena, "Aku tidak akan kembali ke sana. Kondisimu lebih penting, urusan pekerjaan ada Hendery yang mengurusnya."

Ellena semakin mengeratkan pelukannya, bohong kalau dia sepenuhnya mendukung Aaron untuk kembali ke kantor setelah memeriksa kondisinya, bayang-bayang keberadaan psikopat gila itu masih terlihat jelas oleh Ellena sehingga dia hanya bisa memejamkan mata dan menenggelamkan kepalanya di ceruk Aaron.

Sejujurnya, dia menginginkan Aaron di sini sampai menjelang matahari terbit.

"How about sleep?" tanya Aaron yang mengalihkan perhatian.

"I don't want to sleep." Ellena berbohong, dia ingin istirahat secepat mungkin yang dia bisa. Tetapi, lagi-lagi bayangan Gyan menghantuinya.

Dia hanya ingin Aaron.

Aaron tersenyum maklum, bayangan masa lalunya terputar jelas di benaknya saat melihat Ellena seperti ini. Dengan cepat, dia beranjak dari tempatnya dengan Ellena masih dalam gendongan.

"You are tired, love. I'll be with you tonight," kata Aaron tanpa membiarkan Ellena bertanya, pria muda itu menaiki satu persatu anak tangga dan membuka kamar Ellena, merebahkan wanita tersebut, sedangkan dirinya duduk di lantai.

Bonus

01.15 a.m
Manhattan, New York

Aaron masih terjaga, matanya tidak henti melihat wajah damai Ellena, bibirnya mengulas senyum, sebelah tangannya menopang kepalanya saat dia tengah berbaring. Tidak disangka dia tidur di ranjang yang sama dengan wanita tersebut.

"Sleep at here, you'll get sick with that position."

Ucapan Ellena sebelum wanita itu kembali memeluknya saat dia telah berbaring di sisinya. Sepuluh menit kemudian, tersengar suara dengkuran pelan dari bibir wanita tersebut sampai sekarang.

"No. Gyan ...."

Aaron mengelus pelipis wanita tersebut, Ellena meracau dengan mata terpejam. Hatinya dicubit keras ketika ini ke sepuluh kalinya dia mendengar racauan Ellena yang tetap sama tiga jam yang lalu.

Dengan cekatan, dia menelusupkan sebelah tangannya di bawah leher wanita tersebut, memeluknya dengan sebelah tangannya lagi mendekap Ellena.

"Ssttt ... I'm here, love," kata Aaron dengan lembut, tangannya yang digunakan sebagai bantal ditekuk dan menepuk punggung Ellena sampai kembali senyap. Wajahnya perlahan maju mendekat dan menempelkan bibirnya di kening sang wanita. Berselang tiga detik, Aaron menjauhkan kepalanya.

Malam itu dihabiskan dengan Aaron yang menjaga Ellena sampai pria itu memejamkan mata dengan posisi sama.

"Good night, love. Have a sweet dream."

To Be Continue

Haiii, selamat berjuang di bulan baru lagi, buddy.

Hope you are doing something fine today. Well, have a good rest tonight. Sweet dream.

See ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top