🍁 12 [Aaron's Secret Past Life]
Ellena memandang Aaron yang tengah memejamkan matanya dengan perih, tidak pernah terbayang di benaknya kalau pria yang menjadi kekasihnya mengalami peristiwa seburuk itu. Jari lentik wanita tersebut merapikan helai rambut yang menghalangi pemandangannya.
Senyum getir dilayangkan, setelah tiga puluh menit dia membiarkan Aaron beristirahat di bathtub, dia memapah pemilik penthouse dan mendudukannya di samping ranjang. Desain kamar Aaron terlihat monokrom dan simple. Hanya ada ranjang, walk in closet di sebelah, jendela yang tertutup tirai hitam dengan meja kerja panjang di depannya. Sudah jam lima, sudah waktunya memulai hari tetapi, dia membiarkan Aaron tertidur selama yang dia mau.
"Maaf karena terlambat menyadarinya." bisik Ellena penuh sesal, tangannya mengambil tangan Aaron untuk digenggam erat dan menidurkan kepalanya di sana. Terbayang cerita kelam Aaron di benaknya.
Delapan belas tahun yang lalu,
18 April 2001
Manhattan, New York
"Dasar wanita tidak berguna! Untuk sepiring nasi untukku tidak ada! Kemana uangku selama ini?"
Suara benda aluminium beradu dengan kerasnya tanah menimbulkan suara nyaring di indera pendengaran seorang anak berusia delapan tahun yang terdengar biasa baginya. Disambut dengan balasan tak kalah nyaring.
"Apa katamu?! Hei! Berkacalah! Uangmu tidak cukup menghidupi kita berdua apalagi ditambah dengan parasit satu itu. Buat aku emosi saja!"
Kumohon, berhenti, batin anak kecil tersebut sambil menutup kedua telinga dengan telapak tangan mungilnya.
Useless.
Suara-suara nyaring tersebut menerobos benteng tangannya dengan mudah, hingga dia bisa mendengarnya dengan jelas.
"Hey! Kau yang berkaca! Apa kegiatanmu selain tidur dan mabuk-mabukan sampai teler di pinggir jalan setiap hari?! Setidaknya, aku masih lebih waras untuk bekerja dibanding kau!"
Suara berat menyalang dengan baik, sampai anak lelaki itu hanya meringkuk di sudut pintu dan memeluk lututnya. Pemilik suara berat yang biasanya dia panggil 'Papa' diikuti dengan suara nyaring wanita yang dia panggil 'Mama'.
Ah! Tidak, mereka berdua tidak pernah sudi dipanggil seperti itu olehnya.
"Semuanya karena kau, sialan! Kalau saja kau membiarkanku menggugurkannya, hidupku tidak akan sekacau ini, brengsek!"
Suara tamparan terdengar kuat setelah itu, anak lelaki yang sekarang menjadi Aaron itu tidak mau membayangkan siapa yang menampar siapa. Matanya berkaca-kaca dan menguraikan air mata tanpa berniat untuk berhenti. Sampai dia membuka pintu di sudut lainnya dengan tergesa-gesa.
"Mana anak sialan itu? Akan kuberi dia pelajaran! Alvin! Alvin!"
Suara nyaring dari sang wanita membuatnya segera menghempas daun pintu dengan kuat dan kabur dari rumah yang terletak di bawah jembatan. Tungkai kakinya yang kecil dan terlihat seperti tulang dibungkus kulit menapak tanah dengan cepat, tidak peduli akan kemana sepasang kaki ini membawanya.
Aaron menumpu tangannya pada batang pohon yang menjulang tinggi, badannya membungkuk sedikit menetralkan napas, matanya melihat ke belakang. Kosong, helaan napas berubah menjadi hembusan kelegaan.
Lalu dengan langkah pelan, dia menyeret tubuhnya menjauhi rumah. Aku tidak akan bisa pulang lagi hari ini, batin Aaron sambil melihat ke atas. Pandangannya menengadah ke langit didominasi dengan awan gelap.
Dengan umur yang terbilang muda, Aaron bisa mengerti keadaan keluarganya. Mengerti semuanya di usia yang seharusnya dipenuhi dengan banyak kegembiraan khas anak-anak. Mendengar makian yang seharusnya tidak didengar membuatnya terbiasa setiap hari. Tubuhnya kecil karena tidak mendapatkan asupan makan cukup bahkan terkadang tidak mendapatkan jatah makan seharian, rambutnya yang terkesan urak-urakan, tidak mengenyam pendidikan. Tidak jarang dia meringis kesakitan ketika tubuhnya bertemu dengan tangan ibunya.
Tanpa disadari oleh anak kecil tersebut, seseorang berpakaian hitam sampai ke masker dan bertopi menatapnya dengan penuh seringai di wajah di balik tembok penyangga jembatan.
"Ellena," panggil Aaron dengan lirih. Yang dipanggil segera sadar dari lamunannya, dengan senyum tipis dia bertemu pandang dengan pria yang terbaring lemah. "Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak salah sama sekali."
Ellena tidak berniat menjawab sama sekali, usapannya pada punggung tangan Aaron tetap berlanjut. "Kamu mau air? Aku ambilkan, ya." katanya tanpa mendengar jawaban, segera mengambil air minum.
Wanita itu kembali masuk dengan gelas air minum untuk Aaron, membantunya untuk bersandar pada kepala ranjang, Aaron menepuk sisi kasur, Ellena menggeleng dan mengambil tempat di atas lantai.
"Kamu memikirkan ceritaku?" tanya Aaron yang kemudian tersenyum tipis saat tak kunjung mendapatkan jawaban.
"Tidak ingin tidur lagi?" Ellena bertanya sambil menatap perban di lengan Aaron. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau ternyata masih ada lagi anggota tubuh pria itu yang juga terluka namun dibiarkan saja.
"Tidak. Aku menemanimu terjaga."
Ellena tersenyum tipis, hatinya nyeri saat sepotong cerita Aaron memeluknya. Siapa yang dengan kejam menyakiti pria sebaik Aaron? Bahkan sampai hati menjualnya.
Aaron berlari ketika berhasil keluar dari rumah, sudah tiga hari semenjak dia kabur dari rumah, dan dia kembali melakukan hal ini. Kali ini bukan dengan alasan biasanya. Ibunya sedang keluar entah kemana, Aaron tidak diberitahu. Sedangkan, sang punggung keluarga sedang bekerja di jam seperti ini.
Tidak ada alasan baginya untuk kabur dari rumah yang sedang tenang tersebut. Perlu diketahui, kalau itu adalah satu-satunya rumah yang dibangun di bawah kolong jembatan di atas air.
Kecuali, pintu rumah dirobohkan dengan mudah oleh sosok asing. Aaron segera melewati pintu rahasia dan di sinilah dia berada dan sedang dikejar oleh dua orang berpakaian hitam dari topi sampai ke sepatu. Aaron juga tidak bisa mengenal mereka karena mereka memakai masker.
Sial baginya, kakinya tersandung batu dan terjatuh. Semuanya berlalu dengan cepat, mereka berdua berhasil menggendong Aaron dan dimasukkan ke dalam mobil dengan warna yang sama.
Anak kecil itu tidak berani bersuara ketika diapit oleh lebih dari empat pria bertubuh besar.
"Semuanya sudah beres, Tuan Besar."
Pendengaran Aaron menangkap suara salah satu pria yang ikut mengejarnya. Dia tidak tahu dibawa kemana, jalanan terasa sangat panjang dan tidak berbelok, sebelah kiri dan kanannya hanya terlihat tanah gersang dan tidak jarang dia melihat abu bertebangan.
Aaron tidak tahu berapa lama untuk mencapai ke sini, langit sudah gelap, mereka menyusuri pepohonan di sebelah kiri kanan hingga terlihat bangunan yang terlihat berlumut di bawah tiang lampu yang temaram.
Dengan tangan terikat, Aaron dipaksa turun dari mobil. Simpul mati, pikir Aaron saat melihat bentuk ikatan tersebut. Dia tidak akan bisa bebas dengan mudah sekarang.
Matanya melihat sekitar dan pandangan mengejutkannya. Bukan hanya dia sebagai seorang anak berada di sini. Ada dua puluhan anak di sana dengan posisi terikat dikumpul dalam puluhan. Aaron dipaksa berjalan ke arah sebuah pohon besar di sebelah bangunan yang Aaron rasa tidak digunakan lagi.
"Kau di sini," kata seorang laki-laki yang mendorongnya ke sana. Aaron tidak bisa bergerak, pria tersebut benar-benar menjaganya dengan ketat.
"Tuan Besar bersama Tuan Muda telah datang. Segera bersiap!"
Aaron mengangkat sebelah alis, tidak berapa lama sebuah mobil hitam mengkilat berhenti di depan bangunan. Lalu, keluar dua pria berseragam formal keluar dari sana. Dia tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi, kemudian dia mendengar bisikan dari penjaganya.
"Nona Muda juga ikut ke sini. Kita harus menjaganya."
"You don't have to Mister Michael. I can protect myself well."
Ucapan lembut khas anak-anak langsung membungkam dua penjaga. Aaron hanya diam, matanya melihat mata biru milik seorang perempuan muda darinya. Melihat dia tidak terikat, Aaron rasa dia adalah keturunan dua orang pria tersebut.
"Mister Michael, kau boleh pergi sekarang. Tuan Besar memanggilmu omong-omong," kata anak perempuan dengan senyum di wajahnya, "Tuan Besar mengatakannya itu di dalam mobil tadi. Aku akan tetap selamat. Remember? You give me a gun. Anak ini akan kujaga."
"Baik, Nona Muda. Saya segera ke sana."
Kemudian, penjaga yang Aaron rasa namanya Michael segera meninggalkannya dan berselang beberapa detik kemudian, terdengar suara deburan air yang sangat kencang. Aaron menyipitkan matanya, sebuah kapal besar berhenti di tepi lautan.
"Semuanya sudah sedia, Tuan Besar. Mereka akan dibawa ke Mexico."
Aaron menganga tak percaya, dibawa ke Mexico sama dengan meninggalkan rumah terpaksa. Anak laki-laki itu tergelak, ikatan tangannya terlepas begitu saja. Matanya menatap tak percaya anak perempuan di depannya ini. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum.
Tidak mau diangkut ke negara orang lain, Aaron langsung berlari secepat yang dia bisa. Sayup-sayup, dia mendengar suara berat penjaga yang memerintah untuk mengejarnya. Semakin kencang lariannya melewati pepohonan tinggi yang dia lalui tadi.
Aaron tidak lagi mendengar derap langkah yang kencang di belakangnya, tidak juga dengan suara kuat dan menyeramkan. Aaron langsung berhenti, seketika kakinya melemas dan terduduk di pasir. Dia sudah berada di tanah gersang ternyata.
Dengan deru napas yang belum normal, Aaron berusaha bangkit dan berjalan dengan terseok-seok mengikuti jalanan beraspal.
Dia sadar kalau dia ternyata ... merindukan rumahnya.
Ellena melihat Aaron yang hanya menatap ke dinding hitam dengan tatapan kosong, "Aaron,"
Aaron hanya berdeham, ternyata pria itu masih sadar dan tidak sedang melamun.
"Aaron, Alvin itu siapa?" tanya Ellena dengan hati-hati.
Tetapi, semuanya dianggap angin lalu oleh Aaron. Ellena juga tidak berani untuk bertanya lebih jauh, sekarang yang perlu dia lakukan hanyalah berusaha berada di dekat pria itu semampu dia bisa dan menjauhkan Aaron dari benda tajam.
To Be Continue
Hey, besok bakalan jadi hari terakhir aku update untuk bulan ini.
Bagaimana kabar? Dimana pun kalian berada, lagi berbuat apapun kalian, tolong, jaga kesehatan sendiri.
Enggak mau kan dikurung di rumah lagi?
Enggak mau kan kebosanan di rumah? Atau, enggak rindu ketemu teman kalian?
Minum air. Atau tidak, vaksin. Tapi, pastikan tubuh kalian dalam kondisi sehat untuk disuntik.
See ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top