🍁 09 [Replay]
⚠️⚠️⚠️
Self-Harm!
Ellena melirik Aaron sekilas yang tengah menuruni tangga dengan wajah pucat. Wanita itu ingin bertanya gerangan yang terjadi di pagi hari setelah dia diancam oleh pembunuh tersebut. Dia tidak tahu kalau akan secepat itu dia beraksi. Dengan lihai, dia menuangkan susu ke dalam mangkuk berisi sereal untuk sarapan mereka.
"Good morning." sapa Ellena dengan riang, melupakan fakta wajah pucat Aaron. Pria tersebut hanya mengangguk, sebuah jawaban yang cocok untuk perangainya. Wanita yang sekarang mengemban tugas membuatkan sarapan dan makan malam segera meletakkan mangkuk sereal ke table bar dan memakannya dengan hening.
"Kamu akan segera ke kantor?" tanya Aaron pagi hari itu.
"Ya. Setelah sarapan, aku akan ke kantor. Ada apa?"
Aaron membisu sejenak, Ellena hanya menunggu balasan dari pria penuh misteri tersebut.
"Aku tidak bisa mengantarmu, ada yang perlu kukerjakan. Aku sudah meminta Hendery untuk ke sini mengantarmu ke kantor. Pergilah dengan dia," kata Aaron setelah meletakkan alat makannya di meja makan.
Dia dan Ellena lebih sering bercakap-cakap di depan table bar, tidak disengaja, hanya karena jadwal mereka yang terkesan padat di kantor, mereka hanya bisa bertemu di saat pagi dan malamnya atau saat mereka ada jadwal pertemuan meeting kerja sama.
"Tidak perlu. Aku akan meminta Aiden saja. Sepertinya kamu lebih membutuhkan Hendery daripadaku. Wajahmu pucat, apa kamu sakit?" balas Ellena dengan nada khawatir, waut wajahnya terikut berubah ketika Aaron terlihat menahan kesakitan. Ellena melihat ke atas meja makan, Aaron terus mengenggam pergelangan tangannya.
Aaron menggeleng menolak, tanpa menjawab pertanyaan akhir Ellena dia menjawab, "Pergilah dengan Hendery, dia sudah berada di bawah menunggumu. Nanti siang aku akan ke sana untuk membahas proyek pembangunan tersebut, desain yang kalian mau telah selesai."
Tatapan pria muda itu terkesan lemah namun penuh pengharapan pada Ellena untuk mengikuti perkataannya. Ellena tersenyum lembut, "Baik. Aku akan bersama Hendery ke kantor."
Aaron masih pucat tetapi wanita itu tahu kalau dia melepas lega ketika mendengar jawabannya.
"Kabari aku kalau ada masalah," ucap pria tersebut sebelum kembali sarapan. Kemudian pertemuan mereka berakhir sampai sana saat Ellena turun ke basement untuk menggapai mobil yang ditunggui Hendery.
Bukan tanpa alasan Aaron meminta Ellena pergi ke perusahaan diantar oleh sekretarisnya, perasaannya masih sama seperti kemarin. Dia tidak bisa melakukannya kalau masih ada Ellena di penthouse. Tanpa berpikir panjang dia langsung kembali ke kamar pribadi.
Dengan percaya diri, dia menggapai pisau silet denga bekas noda darah mengering di mata pisau. Lalu masuk ke kamar mandi dan mendudukan dirinya di bathtub. Aaron mendorong pelan tumpuan pisau tersebut agar mata pisau menampakkan dirinya. Senyum tipis terbingkai di wajah saat melihat pergelangan tangannya yang tercetak bekas luka yang tidak akan menghilang.
Terlalu banyak luka.
Sampai Aaron terlalu senang bermain dengan diri sendiri. Dengan mudah dia menggores di dekat nadinya tipis, semakin lega ketika melihat cairan merah pekat mengalir ke luar perlahan. Rasanya beban yang dipikul terangkat bersama noda berbau anyir tersebut.
Ini untuk Ellena, kamu tidak becus menjaganya, Aaron Theodorus, pikir Aaron ketika mencetak goresan ke dua.
Setelah menciptakan sepuluh goresan di kedua pergelangan tangan, Aaron mulai memucat. Air bathtub mulai mengeruh karena cairan merah yang terus mengalir. Tapi Aaron masih gelisah. Matanya mengarah pada tungkai kakinya dan melihat mata pisau yang masih basah akan darah bergantian.
Kemudian pria muda itu tersenyum tipis. Tidak ada jalan lain untuk menyingkirkan kegelisahannya.
Ketika semesta tak lagi bersamamu
Bertubi-tubi luka tercipta di jiwa
Meninggalkan bekas nyata
Kemudian, tanpa kamu sadari ...,
Sakit yang didera berubah menjadi kelegaan tak berujung
01.51 p.m
Manhattan, New York
"Ini dokumen gambaran gedungnya. Bawahanku juga sudah mengirimkan file-nya ke bawahanmu," kata Aaron sambil menyerahkan file yang dibawa olehnya.
Ellena mengangguk sambil mengambil dokumen tersebut kemudian meletakkannya di samping, "Aku akan membacanya nanti, aku yakin anak buahku bisa menganalisisnya dengan baik. Kamu yakin kamu sehat, Aaron? Demi Tuhan, wajahmu lebih pucat dari tadi pagi." Nada wanita itu terdengar cemas nan kalut.
Bagaimana tidak?
Sebagai teman yang mengenalnya sejak sekolah, wajah Aaron memang sudah putih dari lahir, bersih tanpa cacat. Tetapi tadi pagi, wajah Aaron memutih pucat seolah sakit. Dia tidak mendesak Aaron untuk beristirahat di rumah karena pria muda itu terlihat masih ingin beraktivitas seperti biasa. Namun sekarang, wajahnya semakin memucat, bahkan saat Ellena tidak sengaja bersentuhan dengan tangan Aaron. Tangan pemuda itu dingin. Pakaian cowok itu terlihat baik-baik saja, masih setelan formal dengan kancing yang dikaitkan di bagian pergelangan tangan.
Masih seperti biasanya.
Sebagai teman yang mengenalnya sejak sekolah pula, Ellena baru sadar kebiasaan Aaron yang suka mengelus pergelangan tangannya sendiri di beberapa kesempatan.
"Aku baik-baik saja. Kamu baik-baik saja? Kejadian kemarin tidak membuatmu trauma, kan?"
Hati gadis itu merasa tersentuh, pria muda itu jelas mengkhawatirkannya. Walaupun dia yakin sekali Hendery telah mengirim kabar tadi pagi padanya, Aaron yang masih khawatir terlihat rapuh di mata Ellena.
"Tidak. Aku tidak trauma. Aku akan lebih berhati-hati di masa mendatang," kata Ellena yang mengambil tempat di sebelah Aaron.
Aaron tidak berniat menjawab, matanya melihat ke karpet halus yang dipijak olehnya dengan sendu. Jawaban Ellena tidak membuatnya tenang, bukankah saat mereka sepakat melakukan ini Ellena menjamin keselamatannya sendiri?
Tidak. Bukan Ellena menjadi utamanya. Harusnya dia lebih berjaga-jaga ketika menyangkut dengan wanita polos tersebut. Ini murni kesalahannya.
Cucu dari Johnson seolah tahu apa yang dipikirkan oleh kekasihnya, menggapai tangan Aaron, menautkan jari-jemari mereka, Ellena tersenyum ketika tautan tangan tersebut terasa nyaman walaupun dingin terasa dari tangan Aaron.
"Aaron, look at me."
Bak anak kecil polos, Aaron menuruti perkataan Ellena yang terdengar lembut di telinganya. Sepasang mata hitam pekat bertabrakan dengan manik coklat teduh Ellena. Aaron yakin dia memiliki kontrol diri yang sangat tinggi bak Menara Pisa. Tetapi untuk kali ini, dia merasa tersihir dengan teduhnya tatapan Ellena sampai tidak bisa menggerakkan wajahnya.
Spasi antara mereka semakin menipis dengan cepat. Ellena memberikan senyum cantik pada lawannya sebelum menempelkan kedua bibir mereka dengan lembut. Sedangkan pria tersebut berusaha untuk tidak bereaksi berlebihan.
Jelas ini bukan first kiss semasa dua puluh delapan tahun dia hidup, selama ini dia yang berusaha maju duluan dibandingkan dengan mantan sebelumnya.
Sentuhan yang diberikan Ellena terkesan lembut, hanya menempel. Aaron yang masih membuka mata melihat wanita itu memejamkan matanya, tersihir kembali untuk ikut jejak Ellena.
Ciuman pertama mereka berdua selama menjadi sepasang kekasih terkesan penuh hati-hati namun terlihat pasti. Aaron tersenyum tipis dalam ciuman tersebut.
Ellena berusaha memberitahunya kalau semuanya akan berjalan baik, meminta Aaron untuk tidak mencemaskan kondisinya, meyakinkannya kalau dia benar-benar dalam kondisi prima.
Pangutan itu terlepas.
Ellena menarik dan menghembuskan napas dengan baik, matanya terbuka melihat Aaron yang setia menatapnya. Posisi mereka terlalu dekat untuk dicap sebagai teman.
"Do you understand why I kiss you?" Ellena bertanya dengan lirih, tautan tangan mereka tidak pernah terlepas sekalipun.
Aaron mengembangkan senyumnya, menarik tangannya yang masih mengenggam tangan Ellena untuk diletakkan di atas paha, mengusap punggung tangan wanita tersebut dengan penuh sayang.
Sorot matanya yang berubah menjadi tenang dan teduh seperti Aaron yang sering bertemu dengan Ellena, bukan sorot yang terlihat sejak tadi pagi, membuat wanita dua puluh empat tahun itu terikut melebarkan senyumannya. Aaron terlalu pusing merangkai kalimat untuk pertanyaan Ellena, tetapi, ada satu kalimat yang bisa merangkum semua pemikirannya.
"Thank you, love."
To Be Continue
Haiii, I'm back
Oh, God! Apa yang kuketik ini?!!! Gak tahu deh itu adegan kissing gagal atau berhasil, masih amatir kalau tentang ciuman kek gini.
Semoga kalian enggak geli, ya.
Oh, ya, istirahat dan minum air putih. Christine mau kalian tetap stay healthy.
See ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top