🍁 06 [Shopping!]
"Apa kamu ingat isi kulkasmu?"
"Tidak."
Jawaban singkat, jelas, dan padat dari seorang laki-laki yang setia mengikutinya. Ellena tersenyum untuk menjawab, mood-nya sedang baik setelah Aaron mengajaknya untuk mengisi bahan makanan. Dengan mudah, dia mengambil dua kotak berukuran besar susu coklat cair, memasukkannya ke dalam troli, lalu mendorongnya kembali. Aaron mengikuti dari belakang bak pengawal.
Siapapun juga akan berpikiran seperti itu, apalagi Aaron memakai setelan jas kantor berwarna hitam, dengan dasi yang terpasang rapi.
"Sungguh tidak mengingat apapun?" tanya Ellena lagi, di tangannya ada dua kotak kemasan sereal berbeda merk.
"Kalau tidak salah ingat, hanya tinggal sepuluh botol air minum dan blok es," Kata Aaron dengan tenang. Dia menarik pelan sekotak sereal di tangan kiri Ellena dan meletakkannya kembali ke rak pajangan.
Ellena tersenyum lalu meletakkan kotak di tangan ke dalam troli yang belum terisi penuh. Sudah tujuh menit yang lalu mereka memasuki groceries. Saat dia hendak mendorong troli, Aaron menggeser posisinya, memegang pegangan troli dan mendorongnya dengan pelan. Ellena langsung menyamai langkah Aaron.
"Bumbu dapur juga tidak ada?" tanya Ellena lagi.
"Kosong. Isi kulkas dan lemari itu tidak pernah terisi penuh," kata Aaron yang mendorong troli ke sebelah kanan, Ellena hanya berdecak lalu mengambil bumbu dapur berupa, garam, gula, soy sauce, bubuk lada, dan bubuk bawang putih.
"Tidak mungkin tidak ada peralatan makan, bukan?" tanya Ellena dengan tatapan ragu.
Aaron mengangkat alisnya, "Kau sudah tahu kebiasaan makanku di sana. Menurutmu?" Aaron memancing.
Ellena menghembuskan napas, sedikit menyesali pertanyaannya yang terkesan tidak berguna karena sudah jelas jawabannya ada di depan mata.
"Okay. Kita benar-benar akan mengisi penuh dapurmu."
Setelah itu, mereka berkeliling satu market selama satu jam lebih lima belas menit, sesekali Aaron menjawab ketika diperlukan atau langsung meletakkan makanan yang dia ingini. Mereka keluar dengan dua troli di tangan mereka penuh dengan bahan makanan dan peralatan dapur. Aaron memindahkan barang ke belakang bagasi sedangkan Ellena dipinta untuk masuk ke dalam mobil.
Ellena tidak tahu ini menurutnya saja atau memang seperti itu.
Nyatanya, berbelanja bahan makanan untuk dua minggu ke depan terlihat seperti pasangan suami istri yang baru menikah kemarin dan memilih untuk berbelanja bersama.
Dia tidak asal berpikir seperti itu. Sungguh, tidak ada pernah terbesit seperti itu di benak Ellena.
"Kalian adalah pasangan sempurna. Suami yang tampan dan penuh karisma dengan istrinya yang elegan."
Itu yang dia dengar dari kasir saat pembayaran. Baik Aaron maupun dia sendiri memilih untuk tidak membalas perkataan sang kasir dan hanya melemparkan senyum canggung. Setelah dari kassa, juga tidak ada pembicaraan lagi sampai ke penthouse.
"Itu plastiknya aku saja yang bawa," kata Ellena yang ingin mengambil alih sekantong plastik di tangan Aaron.
"Yang ini aja. Lebih ringan," timpal Aaron yang menyerahkan plastik lainnya yang berisi bumbu dapur dengan banyak kotak makaroni dan spaghetti di dalam.
Ellena memikirkan untuk membuat spaghetti besok malam, seperti yang dia duga, dia hanya diberikan satu plastik, sisanya Aaron yang membawa sampai ke penthouse. Tanpa bersuara, Aaron meletakkan plastik di pantry.
"Aku akan mandi. Kamar mandi ada di kamar masing-masing. Aku mengambil kamar sebelah kiri, kamu yang kanan," kata Aaron sambil menyangga tangan di sisi pantry. Ellena mengangguk dan membiarkan pria tersebut menjauh ke tangga.
"Eh? Itu kenapa diambil?" tanya Ellena.
Aaron tersenyum tipis, "Kopermu berat. Aku saja yang letakkan di depan pintu kamarmu."
Lalu, tanpa menunggu jawaban Ellena, dia berlalu untuk ke atas.
Satu balasan dari Aaron yang membuat Ellena tersenyum lembut. Rasa penat dan lelah selepas kerja dan harus berbelanja yang menjerat tubuhnya hilang seketika. Tubuhnya seolah kembali diisi penuh, dia segera membongkar isi plastik dan meletakkannya di dalam lemari dan kulkas.
Dengan sigap, dia menyimpan daging, susu, keju dan aneka olahan susu lainnya di dalam kulkas, jangan lupakan dengan sayuran seperti wortel, tomat dan lainnya juga ikut disimpan beserta telur. Lalu, mengeluarkan bumbu dapur meletakkannya di samping kulkas. Peralatan makan dan alat masak juga diletakkan dimasukkan ke dalam dish washer.
Mereka membeli peralatan makan. Ellena beruntung menangkap kode Aaron, saat dia mengeceknya, benar-benar kosong isi lemari makanan. Bahkan untuk mencari sebungkus mi instan juga tidak ada. Mi instan juga dibeli cukup banyak untuk persediaan sebulan ke depan.
"Buat apa dia membeli penthouse kalau tidak digunakan? Dasar orang kaya," kata Ellena berbisik. Rasanya puas sekali melihat dapur terisi dengan banyak makanan di dalam. Setidaknya, membuat penthouse ini terlihat memiliki penghuni.
Dengan segera dia mencuci peralatan masak, dia tidak akan memasak sesuatu yang berat malam ini. Walaupun, dia berpikir kalau energinya baru saja terisi penuh. Tetap saja, tidak akan sama seperti setelah tidur semalaman.
Jadi, untuk malam ini. Dia hanya akan memasak mi instan untuk mereka berdua.
"Belum mandi juga?"
Pertanyaan tersebut menginterupsi pekerjaan Ellena di dapur. Wanita muda itu tersenyum diam-diam sambil mengaduk mi instan di dalam panci. Matanya melirik sebentar ke arah Aaron. Pria itu terlihat baru berkeramas dengan handuk kecil yang mengusak kepalanya.
Ellena perlahan menggeleng kepalanya.
"Ada yang perlu aku katakan," kata Ellena sambil mematikan kompor elektrik, dengan piawai dia membagi mi instan tersebut sama rata. Lalu meletakkan dua piring tersebut di atas meja pantry sebelum melihat Aaron yang masih berdiri di depan tangga.
"Sini duduk. Apakah kamu tidak lapar?" tanya Ellena dengan lembut, dia menarik sebuah kursi dan memposisikan di seberang Aaron.
Pria muda itu mengalungkan handuk kecilnya di sekitar leher, pakaiannya yang berubah menjadi piyama berlengan panjang menunjukkan Aaron bersiap untuk tidur. Dia duduk dan segera melahap mi instan. Ellena tersenyum tipis saat melihat Aaron dengan lahap memakan mi instan sederhana, tidak ada yang aneh hanya adonan tepung dicampur dengan telur.
"Di market tadi," kata Ellena yang menggantung perkataannya, matanya melihat Aaro terlebih dahulu sebelum kembali menyambung, "aku tidak merasakan kejanggalan apapun."
Aaron meletakkan garpu di tempatnaya, selera makannya menguap dibawa uap panas dari mi instan. Matanya hanya menatap lurus meminta penjelasan.
"Mungkin aku yang kurang peka, karena harus fokus dengan yang harus dibeli. Atau mungkin karena kamu terus mengikutiku sehingga dia tidak memiliki celah untuk mendekatiku."
Aaron hanya mengangguk, lalu kembali memakan makanannya. "Baguslah. Berarti kamu harus selalu di sisiku," kata Aaron dengan santai.
Ellena lalu menyeruput lagi mi instan, "Masih ada lagi."
Aaron kembali meletakkan garpu dan sendoknya. Sepertinya malam ini akan berakhir lambat setelah dia mendengar perkataan Ellena.
"Tentang beberapa peraturan yang harus disepakati."
To Be Continue
Haiii, aku balik lagi. Update pertama untuk minggu ini.
Aku membutuhkan komen kalian supaya bisa semangat menulis cerita ini. Walaupun harus tetap semangat dalam kondisi apapun.
Take care of your own health, mate.
See ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top