🍁 05 [Blue Moon Apartment]

Aaron langsung memarkir mobilnya dengan di area basement dan memasuki perusahaan Ellena dengan penuh kepastian. Berjalan ke arah resepsionis untuk mengikuti peraturan di sini, walaupun Ellena sudah pernah bilang kalau dia bebas keluar masuk di perusahaannya tanpa mendapatkan izin dari karyawannya.

"Nona Muda Ellena berada di ruangannya, Tuan. Mari saya antar," ujar sang pelayan sambil memandu jalan meninggalkan mejanya dijaga oleh rekannya yang lain.

Walaupun ini bukan pertama kalinya Aaron berkeliaran di perusahaan Ellena, dia tetap membiarkan karyawan di sini memandunya. Menaiki lift sampai ke lantai paling atas gedung sepuluh tingkat ini. Karyawati tersebut menghentikan jalannya ketika bertemu dengan pintu seperti gerbang.

"Ini ruangannya, Tuan. Saya tinggal. Permisi," kata karyawati tersebut meninggalkan Aaron seorang diri. Tanpa menunggu barang sedetikpun, pria muda tersebut mengetuk pintu dua kali sebelum mendorong daun pintu.

"Masuk. Oh? Aaron, kenapa tidak bilang kalau sudah sampai?" tanya Ellena yang menutup dokumen dari divisi finansial setelah ditandatangani. Dengan cekatan, dia menekan intercom di sudut mejanya.

"Bawakan dua gelas kopi ke ruanganku."

Lalu, menarik tangannya dari intercom. Aaron duduk di sofa yang disediakan. Mata pria muda itu melihat sekitar. Tidak ada yang berbeda dengan terakhir kali dia berkunjung ke sini dua bulan yang lalu. Yang dua hari itu, dia langsung ke ruang rapat untuk membahas kerja sama perusahaan mereka.

"Aku sudah mendengar berita. Kamu hanya sebagai saksi," kata Ellena sambil berjalan ke arah sofa yang duduk di seberang ahli waris tunggal tersebut. Secepat itu berita menyebar mengenai pebisnis tampan. "Apa yang ditanya saat kamu sampai di kantor polisi?"

"Tidak banyak. Aku belum mendengar berita. Tapi, aku memang hadir sebagai seorang saksi atas pembunuhan Clara, tidak lebih. Walaupun, Kepala Polisi Brown sempat mencurigaiku," kata Aaron yang diam ketika seseorang mengetuk pintu.

Mereka membiarkan karyawati tersebut meletakkan kopi panas untuk Aaron dan dingin untuk Ellena. Lalu, anak buah Ellena tersebut membungkukkan badannya sebelum keluar ruangan. Aaron membiarkan cangkir kopi tersebut mendingin tak tersentuh olehnya.

"Dari tabiatmu, kamu memang tidak mungkin pelakunya. Tapi aku bisa mengerti kenapa Pak Tua satu itu mencurigaimu." jawab Ellena yang menatap lurus ke arah Aaron.

Pria tampan di depannya ini bisa dibilang cukup sial dalam urusan percintaan. Padahal, kalau dipikir-pikir Aaron bukanlah orang yang dengan senang hati akan mencari masalah dengan orang lain, berbeda dengannya.

"Tapi, yang dia katakan itu ada benarnya. Mereka juga buntu atas lima kasus pembunuhan yang terlihat berantai ini. Entah memang disengaja atau tidak, aku juga turut ikut ke dalamnya. Well, would you mind to help me?" tanya Aaron pada kalimat akhirnya membuahkan sebuah senyuman manis di bibir Ellena.

Ellena kelewat peka dengan pernyataan Aaron.

Bantuannya diterima oleh pria tampan muda ini.

"Aku akan berusaha untuk melindungimu sekuat tenaga."

Kalimat Aaron lebih dari cukup untuk membuat Ellena lebih mengembangkan senyumnya.

"Jadi, kita sepasang kekasih sekarang?" tanya Ellena.

Aaron melihat wanita yang selalu bersikap layaknya anggota kerajaan itu, "Aku sudah mempertimbangkannya. Aku tidak tahu bagaimana pembunuh itu bertindak. Tapi, mari tinggal serumah."

"Di rumah siapa?"

"Aku punya penthouse di dekat sini. Aku jarang menggunakannya karena aku selalu pulang ke rumah. Tapi, ada yang selalu membersihkannya. Kalau kamu mau, kita bisa tinggal di sana. Lagipula, penjagaan di apartment itu tentu sangat ketat." ujar Aaron. Dia sudah memikirkan matang-matang setelah keluar dari kantor polisi.

"Okay."

Respon singkat Ellena cukup membuat Aaron bisa bernapas lega sedikit. Matanya yang masih melekat pada wanita tersebut menyipit ketika Ellena mengambil ponselnya.

"Siapkan semua barang keperluanku, aku akan pindah ke penthouse Aaron. Letakkan di mobil. Aku akan mengurusnya sendiri, Aiden." kata Ellena yang terdengar mutlak. Wanita itu melihat ke arah Aaron setelah memutuskan panggilan kepada sang tangan kanannya.

"Apa nama penthouse-nya?"

"Blue Moon Apartment."

Ellena menganggukkan kepalanya, "Tunggu sebentar." ucapnya yang kembali mendekatkan ponsel ke telinga, "Letakkan mobilnya di basement perusahaan. Kamu boleh pulang memakai mobil yang lain."

"Baik, Nona muda."

Dan memutuskan panggilan begitu saja.

"Aku kembali ke perusahaan. Kita bertemu di Blue Moon Apartment sore nanti." pungkas Aaron yang merapikan pakaiannya yang terlihat kusut karena kelamaan duduk. Lalu meninggalkan ruangan Ellena.

06.45 p.m
Manhattan, New York

Ellena memarkirkan mobilnya di sebelah mobil putih Aaron dengan apik. Walaupun sikapnya yang terkesan seperti seorang anggota kerajaan, dia tetap ingin mengendarai mobilnya di saat tertentu.

"Minnie, open the bagage," kata Ellena dan pintu belakangpun terbuka secara otomatis. Melemparkan senyum tipis ketika perintahnya dipatuhi dengan baik, dia berjalan ke belakang untuk menarik keluar dua buah koper sama besarnya.

"Minnie, close the bagage."

Perlahan pintu bagasi turun dan terkunci rapat, Ellena mematikan mesin mobilnya. Lalu menarik dua koper tersebut.

"Biar aku yang ambil satunya," kata pria muda yang menyetujui penawarannya sambil mendekat ke arah wanita tersebut.

"Kalau begitu yang kuning saja, ya." timpal Ellena sambil memberikan koper sebelah kanan. Kemudian mengikuti Aaron untuk masuk ke sebuah ruangan yang terletak di pojok dekat dengan parkiran mereka. Sekali melihat, Ellena tahu ruangan ini tidak seluas mansion. Tetapi cukup untuk menampung satu keluarga dengan sepasang suami istri dan tiga anak dan hanya tersedia satu pintu lift di sebelah kiri.

"Lift yang kita gunakan hanya satu ini untuk bisa ke penthouse. Selebihnya itu mengarah untuk yang lain," kata Aaron yang cukup menggema karena tidak ada orang.

"Penthouse memang hanya ada satu di apartment ini. Tempat parkir untuk penghuni penthouse juga berbeda, kamu lihat yang bergaris kuning itu? Itu adalah tempat parkir untukku. Untukku masuk ke lift, kamu harus membuka passcode-nya," ujar Aaron yang menarik penutup passcode tersebut. Lalu dengan perlahan, dia menekan angka delapan, lima, satu, dua secara berurutan.

Dan, pintu lift langsung terbuka lebar. Aaron menggerek koper dan melihat Ellena untuk meminta wanita tersebut ikut masuk ke dalam lift. Untungnya, Ellena peka terhadap kode pria itu.

Sekali melihat, Ellena tahu apartment yang dihuni oleh Aaron adalah tipe kalangan kelas atas. Sesuai perkataannya, sekuritas di sini sangat ketat. Ellena tidak akan terkejut kalau isi dari apartemen ini adalah kalangan anak pejabat dan pebisnis ulung seperti mereka. Lantai apartemen ini tidak cukup tinggi, delapan tingkat. Tetapi, pasti isi fasilitasnya sangat mencengangkan.

Bunyi berdenting ketika lift sampai ke lantai paling atas. Pintu lift terbuka lebar menyuguhkan kediaman Aaron yang tersembunyi selama ini.

Ya, Ellena tidak salah melihat. Pintu lift ini satu-satunya jalan untuk keluar masuk penthouse bukan pintu depan rumah pada umumnya.

Aaron melangkah masuk ke dalam penthouse dengan koper di tangannya. Ellena dengan perlahan mengikuti langkah kaki pria yang telah menjadi kekasihnya.

Sesuai yang dia bayangkan, penthouse-nya memiliki dua lantai bisa ditebak dengan adanya tangga di sebelah kiri dengan di bawahnya ada dua lemari yang berisi buku menempel di dinding, dia menduga itu adalah tempat baca Aaron. Sisi dinding itu tidak semuanya berlapis dinding, setengah darinya dilapisi dengan kaca yang mengarah pada gedung-gedung pencakar langit.

Sepertinya, itu adalah tempat kesukaan Aaron.

Sedangkan di sebelah kanannya ada satu set TV di depan sofa berwarna putih gading, dipercantik dengan beberapa pot tanaman di beberapa sudut, terlihat cozy.

Ellena mendengar dentingan di depannya, ketika dia mengintip, ternyata itu Aaron berada di area dapur. Area dapur terlihat minimalis, kulkas di samping, tetapi, Ellena tahu kalau kitchen set di penthouse ini cukup lengkap. Tidak ada meja makan seperti di rumahnya, Ellena menerka pria itu menggunakan table bar sebagai meja makannya.

Bisa Ellena pahami alasan Aaron memakai table bar.

Lalu pas di seberang dapur, ada full-view untuk melihat pemandangan Manhattan dari atas sini. Dan, ada kolam renang di luar. Kelihatannya itu adalah pool indoor. Ellena akan mencobainya lain kali.

"Kamu bisa masak?" tanya Aaron sambil meletakkan secangkir teh hangat di bar table, sedangkan dirinya menyesap teh miliknya sendiri.

"Aku?" tanya Ellena yang berbalik dari kaca tersebut, tangannya menyentuh cangkir panas tersebut.

"Ya. Sudah hampir jam makan malam. Kamu tidak menjalankan program diet, kan?" balas Aaron sambil menaik-turunkan alisnya.

"Tidak. Aku bisa masak. Kamu ada bahan masak?"

"Unfortunately, I'm not a good chef. So, I always order food for dinner if I staying here."

Ellena berdecak kesal, ingin dia menyentil dahi pria tersebut sampai membiru, "You know, it's not good for your health, the heir. I'll go to market buying something fresh to eat."

"I join," kata Aaron yang berjalan melewati Ellena untuk mengambil coat-nya. Merasa kalau wanita bersendok emas itu tidak mengikutinya, ia berbalik dengan coat di lengannya, bibirnya mengeluarkan suara.

"Aku tidak mungkin membiarkanmu sendiri di tempat umum, Ellena. Terlalu berbahaya."

To Be Continue

Hey, howww!

Bagaimana hari ini? Sulit, ya?

Jangan menyerah. Tetap semangat. I'm all ears.

Krisar dan commentnya, kakak.

See ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top