🍁 02 [And, There's Again ...]
Warn ⚠️⚠️⚠️
self-harm! Murder!
"Breaking News! Seorang model profesional ditemukan meninggal dunia di rumah pada pukul dua pagi tadi, korban ditemukan memiliki sayatan pada pipi kiri dan pinggul kanannya. Belum ditemukannya pelaku dari pihak kepolisian. Tetapi, polisi menemukan adanya bahwa direktur perusahaan Mays Contruction selaku sang kekasih bertemu dengannya di malam hari sebelum kejadian."
Aaron segera mematikan televisi, tangannya mengusap wajahnya sebelum mengangkat telepon berdering, "Halo?"
"Sir, pihak kepolisian mengirimkan surat perintah agar Anda ke kantor kepolisian untuk diinterogasi tenang Nona Clara."
Aaron hanya berdehem untuk membalas, terlalu lelah menghadapi kenyataan yang sama secara beruntun.
"Jam delapan Anda berada di sana, Tuan."
"Okay. Just that? Do I have any meeting soon?"
"Tidak ada, Tuan. Hanya saja, Nona. Ellena akan datang ke kantor siang nanti." jawab sang sekretaris pribadi dengan formal.
"Aku akan telat datang ke kantor, kalau ada yang mencariku, kau tahu apa yang harus kau lakukan, bukan?"
"Baik, Tuan. Saya mengerti. Kalau begitu, saya permisi."
Aaron segera menutup teleponnya dan membantingnya di atas meja ruang tamu rumahnya. Lalu mengambil pisau silet yang terletak tak berdaya di meja tersebut, melihat benda tajam tersebut sebelum membawanya ke dalam kamar mandi pribadinya.
Aaron langsung duduk di atas bathup yang terisi air hangat disediakan oleh pelayan rumah. Tidak peduli dengan piyama yang kebasahan di area pinggang ke bawah. Tangannya menarik bagian lengan piyama menampilkan banyak bekas luka di area pergelangannya. Dengan perlahan dia mendorong anak pisau tersebut sampai keluar menampakkan sudut runcing berbahaya.
Slash!
Suara gores terdengar pelan, tidak hanya sekali, sebanyak lima kali di pergelangan tangan kiri pria tersebut secara beruntun. Bibirnya melengkung tipis saat melihat setetes cairan merah pekat mengalir di sekitar pergelangan dan jatuh mencemari beningnya air hangat.
Matanya melihat tetesan demi tetesan darah mengucur di area pergelangan tangannya. Tidak merasa puas dan masih bersalah, dia menarik lengan piyama satunya dan menggores empat di area pergelangan.
Ini pantas ku dapatkan, batin Aaron yang perlahan meluruskan kaki dan menurunkan tubuhnya, membiarkan tubuhnya dimakan oleh air hangat yang perlahan memerah, matanya terpejam menikmati setiap detik yang terkikis habis. Bibir pemuda itu memucat kebiruan tidak membuatnya segera berdiri dan mengobati luka.
Mati rasa.
Itu yang dia rasakan sekarang, tidak ada desisan sakit setiap kali dia menggores luka di tangan. Terlalu biasa untuk hidup seperti ini sejak sepuluh tahun silam yang lalu.
Air hangat yang menjadi dingin dicampur dengan darah Aaron menemani pria tersebut terlelap dalam tidurnya.
Semuanya karena dia. Penyebab kematian Clara adalah dia.
Dia pantas menerima luka yang tidak sepadan di sekujur tubuhnya.
01.45 p.m
Manhattan, New York
Seorang wanita berjalan anggun bak putri tunggal kerajaan masuk ke dalam Mays Contruction. Cardigan berbulu halus seputih salju menutupi tubuh moleknya. Ellena, wanita pewaris J's Corporation, memilih untuk berfokus pada Vigour's Real Estate, disanjung karena kepintarannya dalam berbisnis dan tubuh proporsional untuk seumurannya.
Didampingi sekretaris pribadinya, dia berhenti di depan customer service.
"Apakah Direktur Aaron ada di tempatnya? Nona Ellena sudah membuat janji pertemuan dengan Beliau siang ini." tanya sang sekretaris kepada anak buah berpakaian formal di belakang meja.
"Mister Aaron tidak ada di tempatnya, Tuan."
Ellena mengernyit dahinya, tidak biasanya pria tersebut tidak masuk kerja. Wanita itu tahu pasti kalau Aaron adalah penggila kerja, hidupnya berpusat dengan pekerjaan, pacar adalah semata pelepasan penat akan rumitnya berbisnis.
"Dia tidak ada di tempatnya? Kemana dia?" tanya Ellena bersuara.
"Saya kurang tahu, Nona. Sekretarisnya mengatakan seperti itu kepada saya tadi pagi dan akan dikabari kalau Mister Aaron akan datang." Si resepsionis menjawab dengan sopan. Matanya berbinar ketika melihat sosok yang dibicarakan telah datang.
"Mister Aaron telah datang, Nona," katanya sambil menunjuk pria di belakang Ellena dengan telapak tangan yang terbuka.
"Aaron," panggil Ellena ketika melihat tampilan Aaron dengan setelan pakaian formal nan rapi. Pakaiannya tetap berlengan panjang, hanya saja wajahnya terlihat sedikit pucat.
"Direktur Aaron." sapa sang sekretaris Ellena sambil membungkukkan badannya hormat.
"Kita ke ruanganku untuk berbicara."
"Perencanaannya sudah orang saya mengerjakan. Apa masih ada yang perlu diperhatikan?" tanya Aaron yang duduk di seberang Ellena, mereka duduk di sofa dalam ruang kerja pribadi Aaron.
"Tidak ada. Ketika perencanaannya telah selesai, saya akan memeriksanya."
Aaron mengangguk, tangannya mengambil secangkir teh hangat yang disuguhi oleh anak buahnya, menyesapnya perlahan. Kedua pergelangan tangannya diobati dan diperban kapas putih. Setidaknya, bisa disamarkan dengan memakai kemeja putih yang sama panjangnya dan dikancing di bagian ujung.
"Raut wajahmu tidak terlalu baik, Aaron," kata Ellena yang duduk dengan posisi menyilang kaki. Sang sekretaris masing-masing diminta untuk menunggu di luar.
"Kurang tidur." jawab Aaron singkat.
Ellena mengangguk paham, "Aku mendengar berita hari ini. Sungguh disayangkan dia dibunuh tragis."
"Ya."
Hanya itu yang bisa Aaron jawab sekarang.
"Setidaknya, dia mendapatkan kenangan manis diajak makan malam olehmu sebelum dibunuh." sambung Ellena lagi, tangannya terjulur untuk mengambil cangkir teh di depannya untuk diminum.
"Bukankah itu semua karenaku?"
Ellena menghentikan acara minumnya. Cangkir panas itu kembali diletakkan ke tempat awal, matanya meminta penjelasan dari direktur muda di depannya ini.
"Ini jelas-jelas karenaku," kata Aaron sembari memainkan cangkir di tangannya lalu meletakkannya di atas meja. Netra sewarna kayu eboni itu bertabrakan dengan netranya sendiri.
"Berita kencanku selalu terekspos oleh dunia luar, mungkin karena semua mantan pacarku berkecimpung di dunia entertainment. Kecuali Bella yang merupakan anak tunggal pemilik restoran Italia sekaligus seorang gymnast." sambungnya dengan nada putus asa di sana.
"Mereka sama-sama meninggal di hari jadi kami yang ke-dua bulan. Bukankah itu sangat mencurigakan?"
Ellena terdiam sebentar, lalu dia mengangguk menyetujui, "Kau benar."
"Aku akan mencarinya," kata Aaron sambil mengelus pergelangan tangan kirinya sendiri. Bekas luka yang diobati membuat sensasi keamanan baginya.
"Kalau kau meminta bantuan, aku akan selalu ada di paling atas, Aaron."
Aaron mengangguk mengerti, setelah itu dia menatap sendu pergelangan tangannya sendiri. Sesuatu yang tidak akan dipahami siapapun karena tidak akan ada yang mengetahui hal tersebut.
Kau tidak mengerti, Ellena.
Hubungan Aaron dan Ellena tidak berjalan semulus yang dibayangkan. Aaron yang tertutup dan Ellena yang selalu ingin berteman dengannya adalah dua manusia yang sulit untuk disatukan. Sepuluh tahun yang silam, Aaron yang masih menjadi murid sekolah tingkat akhir, seorang diri duduk di perpustakaan, dengan sebuah buku tebal berbicara tentang angkasa dekat dengan jendela.
Satu-satunya teman yang tidak akan meninggalkanmu adalah langit, begitulah pikiran Aaron. Dia akan selalu ada di saat apapun keadaanmu. Dia turut merasakan kesedihanmu dan kekecewaanmu. Dia punya seribu satu cara untuk menghiburmu yang bersedih sembilan ratus sembilan puluh sembilan cara.
"Hey,"
Aaron mengangkat kepalanya, mendapati seorang gadis dengan wajah tirus, kulit putih pucat, dan sepasang netra sejernih lautan. Aaron suka melihat warna netra gadis tersebut. Tanpa diminta, gadis tersebut langsung duduk di seberang mejanya. Aaron tidak peduli, ia mengalihkan pandangannya ke buku.
"Kamu, anaknya Mr. Mark kan?" tanya gadis tersebut. Aaron sontak membeku, ia menatap gadis tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan, tidak ada satu orangpun yang boleh mengetahui identitas aslinya di sekolah ini. Sang ahli waris perusahaan kontruksi terbesar di New York.
Gadis tersebut tersenyum, begitu anggun di matanya. Sekali melihat, ia tahu gadis ini bukanlah dari kalangan biasa. "Aku, Ellena. Ayahku dengan ayahmu sering bertemu di berbagai pertemuan perayaan," ucap gadis tersebut dengan suara lembut. Aaron sedikit menganggukkan kepalanya kemudian kembali menenggelamkan dirinya dengan buku.
"Kamu," Aaron kembali menatap gadis tersebut, menunggu Ellena selesai berbicara. "siapakah namamu?" sambung Ellena.
"Aaron."
Ellena tersenyum mengerti. Ia mengerti kenapa begitu banyak desas-desus miring terhadap pemuda di hadapannya ini. Sebagian besar murid percaya, Aaron adalah anak dari mafia yang terkenal, sehingga ia sering diam di kelas untuk tidak membocorkan apapun kepada mereka. Beberapa menyebarkan, bahwa Aaron memiliki gangguan mental, sehingga ia menjadi diam dan tertutup, bahkan tidak berbicara seharian. Begitu konyol, pikir Ellena.
"Kalau begitu, aku pergi dulu ya. Apakah kita bisa menjadi teman?" tanya Ellena yang sudah berdiri dari tempatnya. Aaron hanya menatap Ellena dengan tatapan yang ragu. Gadis itu mengerti, tidak mudah bagi Aaron untuk menerima orang asing di kehidupannya.
"Aku akan menemuimu lagi. Bye," ucap Ellena lalu segera pergi dari sana. Tanpa Ellena sadari, Aaron menatap punggung sempit tersebut sampai menghilang di balik rak buku perpustakaan.
"Ellena, nama yang cocok untukmu."
To Be Continue
Yuhuuuu, aku update lagi.
Krisarnya, akakkk
Hehe
See ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top