Candala
Cinta tidak membutuhkan keberanian
Cinta hanya membutuhkan hati yang siap mencintai dan dicintai
Cinta hanya membutuhkan ketegaran hati yang siap untuk menerima sakit dan menyakiti
Cinta ...
Mungkin aku tidak akan bisa mengerti kamu
Tapi aku bisa memahamimu
Cinta ...
Jika nantinya aku yang salah
Biarkan aku yang pergi dari kehidupannya
Biarkan aku yang memendam rasa ini tanoa dia tahu
Cinta ...
Jika aku hidup dalam bayang semu mu
Biarkan aku bahagia sejenak untuk melengkapi hatiku yang kosong
Cinta ...
Aku mencintainya ...
Cinta ...
Hatiku telah siap untuk terluka
Hatiku telah siap untuk mencintainya
Hatiku telah siap untuk menerima segala tingkah dinginnya
Cinta ...
Bisakah aku berharap cintanya?
Bisakah aku berharap secuil hatinya?
Bisakah aku hadir dalam hatinya?
Cinta ...
Biarkan aku mencintainya walaupun semu ...
Aura meletakkan kembali buku kesayangannya yang berwarna merah di laci. Dia sudah terbiasa menuliskan segala isi hatinya lewat tulisan. Aura tersenyum getir, saat melihat foto pernikahan dirinya dan Gusti di atas meja. Foto pernikahan yang tidak ada ekspresi sama sekali. Bahkan di foto itu, Aura tengah bersedih atas kematian kedua orangtuanya.
Aura sadar diri, bahwa tidak akan pernah ada rasa cinta yang dia dapat dari Gusti, walaupun secuil saja. Karena dia tahu, jika cinta Gusti masih terkunci pada seseorang yang telah meninggalkan dirinya sendiri. Aura memang bukanlah wanita sempurna, yang akan selalu menemani hari-harinya, atau hanya di bawa ke acara tertentu, Aura tidak bisa melakukannya. Aura lumpuh total, dia tidak bisa berpindah sendiri ke tempat tidur, ataupun ke kamar mandi sendiri. Aura membutuhkan bantuan orang lain, dan hanya Diah yang mampu membantunya.
Suara pintu terbuka, menampilkan sosok Diah. Wanita yang selalu membantunya, wanita yang selalu ada untuknya, wanita yang telah fia anggap saudaranya sendiri. Diah yang selalu bersama Aura, bukan yang lainnya. Diah tersenyum dan mendekati Aura, menarik kursi rodanya agar menjauh dari meja.
Diah menunduk, dia memberikan majalah yang mencari artikel. "Kesempatan untuk Nona membuat artikel," ucap Diah.
Aura hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin bermimpi terlalu tinggi. Cukup dulu dia bermimpi menjadi sarjana pendidikan, tapi semuanya telah sirna sudah. Sejak kecelakaan itu menimpa dirinya, dan menyebabkan dirinya lumpuh. Kaki jenjangnya yang dulu sering berwara-wiri di dunia modelling. Dia yang selalu bisa membiayai kuliahnya lewat pekerjaannya sebagai model, kini sudah tidak ada lagi harapan.
"Saya sadar diri Di, saya tidak pantas," ucapnya getir.
"Nona, semua cerita yang Nona tulis itu sangat bagus sekali, saya percaya jika Nona bisa!" Semangat Diah.
Mencoba sesuatu yang baru, mungkin saja Aura bisa. Mereka tidak akan melihat fisik Aura yang memalukan seperti ini. Mereka juga tidak akan menghujat keadaan Aura jika hanya menulis sebuah artikel saja. Aura mengangguk setuju.
***
Aura tersenyum bersama dengan Diah, baru kali ini mereka keluar rumah setelah menjalani terapi di rumah sakit. Diah mengajaknya singgah sebentar di kafe dekat rumah sakit untuk makan siang. Diah memesan spaghetti bolognese dan jus strawberry untuk mengganjal perutnya yang lapar.
"Nona, saya permisi ke toilet dulu ya," ucap Diah sambil berlalu.
Aura menyesap jusnya, dan memandang ke luar jendela. Terlihat beberapa remaja putri seusianya sedang bersama teman-temannya berkumpul dengan bahagianya. Mereka bahkan mampu tertawa dengan berjalan bersama dan memasuki kedai kopi di ujung jalan sana bersama-sama. Hal itu yang membuat Aura iri tentunya. Aura pernah berada di posisi itu bersama dengan teman-temannya, tapi entah kemana mereka sekarang? Aura bahkan tidak tahu.
Seorang lelaki paruh baya berjalan mendekati meja Aura, dia duduk tepat di kursi Diah. Menopang dagunya dengan tersenyum smirk, dan mampu membuat Aura kaku di tempat. Bukan dia merasa jatuh cinta, tapi dia benar-benar takut dengannya.
"Apa kabar bitch? Sudah lama kita tidak berjumpa," ucapannya penuh misteri.
Aura benar-benar takut dengan orang ini, dia adalah masa lalu yang mampu membuat hari-harinya kelam. Lelaki ini juga yang telah merenggut kesucian Aura. Bahkan dia hampir dijual oleh lelaki di depannya ini. Aura benar-benar merasa hawa disekitarnya telah berubah menjadi dingin, dan membuatnya menggigil kedinginan tidak karuan. Bahkan seruan dari Diah yang memanggilnya pun, tidak dia dengar.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top