03
"Riku.. kau sudah pulang?"
"..Mitsuki..."
Netra merah yang sedari tadi menatap sepucuk kertas dengan tatapan kosong mendongak menatap rekan se-grup nya yang belum tertidur walau jam sudah menunjukkan waktu larut.
Pemilik manik jingga itu pun juga menatap Riku dengan tatapan bertanya. Tumben sekali sang center belum tertidur walau sudah larut, tidak biasa Riku terbangun pada tengah malam kecuali ada sesuatu yang mengganggu pikirannya dan Mitsuki tahu akan hal itu.
Lelaki bertubuh rendah itu duduk di sebelahnya lalu menatap dirinya dengan lekat seperti tengah menyelediki sesuatu yang ada dalam dirinya.
"Kau sedang memikirkan apa?"
"Eh?.."
"Tidak perlu terkejut seperti itu, Riku. Aku bisa melihatnya dari raut wajah mu dan tidak biasanya kau masih terbangun di jam ini."
Kepala merah itu menggeleng pelan, Mitsuki kembali diam dan menatap ke arah depan. Tidak ada yang berbicara dengan satu sama lain, Riku terlarut dalam pikirannya sendiri sedangkan Mitsuki hanya diam tidak melakukan apapun.
"Ingin susu madu, Riku?"
"..ah.. iya. Aku mau."
Mitsuki beranjak dari duduk, pergi ke dapur dan membuat teh serta susu madu pesanan Riku. Ia juga menyiapkan beberapa cemilan ringan yang mungkin bisa menemani mereka.
Pemuda bernetra jingga itu kembali ke sofa dengan membawa nampan berisi satu gelas Mug dan satu cangkir putih, serta sepiring cemilan kecil berupa Dango yang mungkin di beli salah satu member tadi.
"Ini Riku."
"Arigatou Mitsuki."
Ia mengambil gelas Mug berwarna merah tersebut lalu meminumnya, rasa manis dan hangat menyeruak di dalam rongga mulut lalu mengalir melewati tenggorokan memberikan sensasi hangat pada dirinya. Susu ditambah madu sangat cocok di minum pada malam hari bahkan sebelum tidur.
Mitsuki sendiri lebih memilih menyesap teh herbal dari cangkirnya. Teh herbal bisa membuat tubuh sehat, terlebih mereka semua adalah idola yang harus senantiasa menjaga kesehatan.
Lagi-lagi keduanya larut dalam keheningan malam, tidak ada yang berbicara ataupun sekedar berbisik.
Sedetik kemudian Riku pun membuka suaranya.
"..Ano.. Mitsuki.."
Kepala jingga itu menoleh, tangan yang memegang segelas cangkir itu dia taruh dan menatap si Surai merah.
"Iya?.. ada yang ingin kau katakan, Riku?"
Si kepala merah kali ini menatapnya lalu menarik nafas dan membuangnya seolah ingin menenangkan diri agar tidak gugup.
"..etto...aku punya teman.. dia.. dia perempuan--dia hanya temanku! Kami tidak memiliki hubungan apapun!!"
"Pfft-- baik-baik.. aku percaya. Jadi.. kau sedang di landa mabuk cinta, Nanase Riku?"
"Bukaaann!! Kau salah paham Mitsuki! Bukan itu yang ingin ku ceritakan."
Mitsuki terkekeh pelan mendengar rengekan Riku yang seperti anak kecil dengan wajah sedikit merona karena malu itu terlihat sangat lucu untuk lelaki seusia dirinya.
Mitsuki tidak masalah jika Riku menyukai 'teman' nya tersebut, rasa suka dan cinta itu wajar muncul dalam hati seseorang bahkan jika dia seorang idola sekalipun pada akhirnya akan merasakan yang namanya jatuh cinta, termasuk lelaki se-polos dan se-naif seperti center nya ini.
"..itu.. jadi aku dan dia bertemu satu tahun yang lalu. Ya.. saat itu kita belum bertemu dan aku belum menjadi idol."
"Lalu?"
"Dia.. gadis tunanetra."
"Apa itu gadis yang pernah di bicarakan oleh para penggemar? Maksud ku tentang diri mu yang berada di taman hiburan bersa gadis pengguna kursi roda."
"Iya.. itu benar. Sepertinya gosip itu sudah reda."
Mitsuki menganggukkan kepala mendengar penjelasan Riku, dia berpikir gosip yang beredar sejak beberapa hari lalu hanya omong kosong semata yang di lancarkan untuk menjatuhkan Nanase Riku. Mereka idola, haters selalu berada dimana-mana bahkan di kumpulan para penggemar mereka.
"Lanjutkan lah.. tak perlu beritahu semuanya."
"Iya.. Tenn-nii tidak tahu tentang dia bahkan mungkin kalian. Dia gadis yang pendiam dan sedikit pemalu, dia sudah tidak punya orang tua dan tinggal di rumah sakit sejak lima tahun yang lalu. Aku tidak tahu orang tuanya tiada karena apa, dia tidak pernah mengatakan apapun padaku."
"..dan apa yang membuat mu kepikiran?"
Mata jingga itu menatap secarik kertas di atas meja yang tidak dia ketahui sejak kapan berada disana. Pandangan Mitsuki bergulir menatap Riku dalam diam, tampak pemuda itu sedang terlarut dalam pikirannya sendiri.
Ia berinisiatif mengambil kertas yang tergeletak tersebut, mula-mula ia pikir itu adalah surat hasil check-up milik Riku ketika ia melihat nama suatu rumah sakit dekat dorm mereka namun nama yang tertera di sana bukanlah nama Riku melainkan nama orang lain.
"..Aika?.. siapa Aika?"
"Eh?"
Tangan kurus itu segara mengambil secarik kertas dari tangan Mitsuki kemudian berbalik membelakangi pemuda jingga tersebut.
Mitsuki menatap punggung Riku dalam diam dan beberapa detik kemudian ia mulai paham apa yang terjadi.
"Aika.. gadis yang kau bicarakan, 'kan?"
"..benar..."
"Aku mengerti apa yang kau maksud Riku. Sekarang bisa berbalik dan tatap aku?"
Riku mengangguk kecil kemudian berbalik menatap Mitsuki, pemuda jingga itu tersenyum kecil melihat Riku.
"Di kertas itu tertulis jika Aika-san-- tunggu. Kau tidak marah aku memanggilnya seperti itu bukan?"
"Dia bukan kekasih ku Mitsuki!~ jangan membuat ku kesal!"
Mitsuki tertawa kecil melihat Riku menggembungkan pipi karena kesal, baginya itu terlihat lucu dan imut.
"Baiklah.. baik. Jadi apa yang kau khawatirkan?"
Riku menghela nafasnya, ekspresi yang semula terlihat kesal menjerumus keimutan berubah menjadi sedikit tegang, dia seperti sedang ketakutan akan sesuatu.
"Osteosarcoma.. itu termasuk salah satu penyakit kanker tulang bukan?"
"E-eh?.. kau tahu soal penyakit itu Mitsuki?"
"Sedikit. Aku hanya tahu nama medisnya dan jenis penyakit apa Osteosarcoma itu. Hal lain yang berkaitan tentang itu aku tidak tahu. Satu hal yang ku tahu. Kanker itu cukup berbahaya, jika tidak di tangani dengan serius maka akan menyebabkan kematian."
Riku tertegun mendengar penjelasan Mitsuki. Ternyata itu adalah penyakit yang berbahaya, tentu saja. Di kertas itu tertulis jelas nama penyakit itu dan juga permintaan untuk menjalankan operasi pengangkatan tumor.
Tak
"Tidurlah, Riku. Nanti kita memiliki pekerjaan."
Ia mendongak menatap heran, apa yang di maksud Mitsuki dengan kata 'Nanti' dalam perintahnya barusan.
Mitsuki mengembalikan sepiring Dango itu kembali ke dalam kulkas dan gelas putih ke wastafel, Riku sendiri melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Ternyata dia sudah hampir menghabiskan seperempat malamnya duduk di sofa seraya merenung sejak tadi.
Riku segera menghabiskan susunya dan menaruh gelas mug merah itu di wastafel lalu kembali ke kamar, Mitsuki sendiri sudah kembali sejak beberapa saat yang lalu.
•
•
•
"Ano.. permisi."
"Iya? Ada yang bisa saya bantu, tuan?"
"Apa aku bisa bertemu dengan dokter tulang disini?"
Kerutan muncul pada kening yang terlihat di lapisi riasan tipis sederhana, perawat itu terlihat bingung namun sedetik kemudian dia mengerti apa yang dimaksud.
"Maksud anda Dokter Spesialis Ortopaedi dan Traumatologi?"
"Ah..iya, itu maksudku. Apa aku bisa bertemu dengannya hari ini?"
"Anda sudah membuat janji sebelumnya?"
Pucuk merah menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang di tujukan padanya.
"Tapi aku ingin membicarakan sesuatu yang sedikit penting. Bisa ku bertemu dengannya?"
"Bisa. Anda bisa menemuinya di ruangannya yang tepat berada di sebelah sana sebelum ruang IGD."
Perawat itu menunjukkan jalan tempat ruang kantor sang dokter berada.
"Baiklah. Arigatou Gozaimasu."
Riku langsung melenggang pergi menuju ruangan dokter tersebut.
Hari ini dia berniat bertanya sesuatu kepada dokter tentang penyakit Osteosarcoma itu lebih dalam, mencarinya sendiri dalam buku dan internet membuatnya tidak mengerti, lagipula dia tidak berminat pada bidang kedokteran dan sebagainya, mencium bau rumah sakit saja sudah membuatnya kesal.
Ia sampai di depan pintu putih bertuliskan nama dokter tersebut, Riku mengetuk nya perlahan dan menunggu sebentar. Tak sampai satu menit terdengar seruan dari dalam tanda dia di izinkan untuk masuk.
Riku pun membuka pintu dan melangkahkan kakinya masuk, di dalam terdepat pria berjas dokter dan name tag di sebelah kiri nya. Dokter itu tersenyum lembut kepadanya dan mempersilahkan duduk.
"Jadi, tuan. Apa keluhan anda?--ah sebelumnya bisa beritahukan nama anda?"
"Namaku Nanase Riku. Aku tidak memiliki keluhan apapun. Sebenarnya.. aku hanya ingin bertanya tentang sesuatu."
Dokter itu mengedipkan matanya sebentar kemudian menanggapi Riku dengan senyum. Sampai menemui dokter sepertinya pasti pemuda di depannya ini memiliki pertanyaan yang sangat penting tentang suatu penyakit atau hal lain.
"Etto.. apa anda bisa jelaskan tentang penyakit Osteosarcoma? Seperti gejalanya dan hal lain."
"Mengapa anda bertanya tentang penyakit seperti itu?"
Riku diam dan tidak mengatakan apapun, sang dokter pun tak bertanya lebih jauh lagi. Jika si penanya tidak mau menjawab pertanyaannya itu maka dia tidak bisa memaksa.
"Baiklah. Osteosarcoma adalah penyakit kanker tulang paling umum yang sering di temui, umumnya menyerang anak-anak dan remaja akhir seperti anda. Kanker itu membuat tulang baru di area sekitar tulang kering atas dan tulang paha bawah atau bisa di bilang di area sekitar lutut kaki. Tak hanya kaki saja, kanker ini juga bisa menyerang lengan manusia."
Sang dokter mengeluarkan gambar contoh agar penjelasannya lebih mudah di mengerti oleh Riku.
"Seperti yang anda lihat dalam gambar ini. Gambar sebelah kiri adalah tulang kaki manusia dalam bentuk normal, sementara yang berada di sebelah kanan adalah bentuk ketika terkena tumor Osteosarcoma. Bentuk tulang tersebut menjadi aneh dan abstrak, bukan? Jika sudah seperti ini, tulang tersebut akan patah dengan sendirinya. Gejala yang lebih parah adalah itu, patah tulang tanpa alasan jelas, pembengkakan di area tumor berada dan akan terasa nyeri."
Riku menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti dengan penjelasan sang dokter, ia mulai paham tentang penyakit itu ketika di jelaskan secara rinci dan langsung seperti ini.
"..apa... penyakit ini berbahaya?"
"Jika tidak di tangani secara langsung maka iya. Sama seperti penyakit kanker lainnya, Osteosarcoma juga dapat menyebabkan kematian jika tidak langsung ditangani secara serius."
"..lalu darimana tumor itu berasal?"
"Semua berawal dari pola hidup yang tidak sehat dan paparan radiasi yang cukup tinggi pada tulang."
Riku kembali menganggukkan kepala, kemudian dia bangun dari duduk dan membungkuk sedikit lalu mengucapkan terima kasih. Sang dokter tersenyum dan mengangguk kemudian mengizinkan Riku untuk keluar.
Pemuda merah itu melangkahkan kakinya di lorong rumah sakit yang ramai setelah menutup pintu ruangan dokter tersebut, sekarang dia sedang libur dan saat ini pun ia tidak tahu harus pergi kemana lagi.
Pikirannya kosong dan dia hanya berjalan mengikuti langkah kaki yang akan membawanya ke suatu tempat, sepanjang perjalanan tak tentu arah dia hanya melamun menatap kosong jalan.
Ia terus berjalan sampai pada akhirnya tersadar kemana langkah kaki membawanya pergi.
Lagi-lagi rumah sakit yang sama, rumah sakit yang selalu ia kunjungi jika merasa bosan atau memiliki waktu luang, rumah sakit tempat seorang gadis tinggal disana selama bertahun-tahun tanpa ada sanak saudara nya yang menjenguk.
Ia bertanya dalam kepala mengapa tubuhnya membawanya ke rumah sakit tersebut, dia tidak memiliki niat untuk menjenguk gadis itu hari ini tapi mengapa harus rumah sakit itu.
'aku selalu kesini setiap hari... mungkin sekali tidak datang tidak masalah--'
"Nanase-kun!"
Seruan memanggil namanya berasal dari dalam rumah sakit, dia yang tadi mendongak menatap gedung rumah sakit itu kini meluruskan pandangan ke arah depan tepat seruan itu berasal.
Ah.. itu perawat yang biasa merawat Aika, wanita paruh baya yang dekat dengan Aika dan selalu menjaga nya setiap saat. Riku tentu saja mengenalnya, wanita perawat itu sudah bertahun-tahun bekerja di rumah sakit ini. Riku bisa mengetahui tentang Aika pun berkat wanita perawat itu.
"Ada apa?"
"Bisa ikut aku sebentar? Ini tentang Aika-chan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top