02
Raut wajah tak tenang, netra merah bak mawar terus menatap ke arah jam yang berada di pergelangan tangan, dirinya sedang dalam kondisi gelisah. Hal yang membuatnya seperti ini adalah pekerjaan yang tak kunjung selesai serta dirinya yang ingin segera bertemu seseorang.
Rekan sub-unit nya sejak tadi memperhatikan gerak-gerik dirinya mulai mendekat, menepuk-nepuk pundaknya dan dengan cepat kepala merah tersebut berbalik.
"Iori.."
"Kau baik-baik saja Nanase-san? Kau tampak gelisah."
"..aku baik."
"Benarkah?"
Iori dapat melihat raut kegelisahan di wajah pemuda yang menjabat sebagai center tersebut.
"Iori. Kapan acara ini selesai?"
"Satu jam lagi. Ada masalah dengan itu? Nanase-san ingin segera kembali ke dorm dan beristirahat?"
Saat ini seluruh member Idolish7 berada di salah satu studio untuk acara televisi mereka yang bernama Kimi to AinaNight dan saat ini mereka semua tengah break.
Kepala merah menggeleng pelan namun netra kembali menatap jam tangan dengan gelisah membuat sang partner heran.
"Mengapa kau terus melihan jam tangan mu, Nanase-san?"
"Tidak apa.."
"Nanase-kun, Izumi-kun. Sudah hampir on air. Sebaiknya kalian kembali ke tempat semula."
Keduanya mengangguk dan beranjak dari kursi yang mereka duduki lalu kembali ke dalam studio.
Sebelum kembali pada acara, Riku menggelengkan kepalanya guna menyingkirkan segala pikirannya tentang sesuatu.
•
•
•
Satu jam telah terlewati begitu saja, para member sekarang berada di dalam mobil Van yang di kemudikan oleh sang manajer menuju dorm, tempat mereka tinggal.
Riku terus memandangi jendela dimana sedang terjadi hujan salju, walau natal sudah usai namun salju masih saja turun menutupi jalanan kota Tokyo.
Netra merah memandang keluar guna untuk melihat apa mereka melewati rumah sakit atau tidak.
"Ah! Manajer. Turunkan aku disini."
"Eh? Apa..Riku-san harus kontrol hari ini?"
Gadis belia seumuran dengannya memberhentikan mobil Van tersebut, para member menatap Riku dengan tatapan bertanya sekaligus heran mengapa ia meminta di turunkan di depan rumah sakit.
"Tidak manajer."
Riku memakai masker, jaket serta syal dan menggendong tas kecil lalu turun dari mobil Van tersebut.
"Minna. Aku mungkin akan kembali sedikit larut jadi makan malam lah tanpa aku."
"Kau ingin berbuat apa di rumah sakit, Riku?"
"Ah.. itu..."
Surai hijau lumut menatap dirinya dengan serius, ekspresi wajah menuntut jawaban terlihat jelas terlukis di wajah sang leader.
"Bukan apa-apa, Yamato-san. Jaa.. sampai jumpa."
Para member menatap heran Riku yang sudah berlari masuk ke dalam gedung rumah sakit, mereka masih bertanya dalam kepala untuk apa pemuda bermahkota merah itu lakukan disana.
Pemuda yang bersangkutan sendiri sekarang tengah berjalan ke sebuah kamar dengan terburu-buru, raut wajah yang tadi sedikit lesu sekarang kembali ceria seperti biasa.
Pintu bercat putih di buka dengan sangat pelan agar tidak membuat suara bising, pucuk merah menyembul masuk melihat sekeliling dan netra merah melihat seorang gadis duduk menghadap jendela.
Melihatnya Riku menyunggingkan sebuah senyum tipis. Ia masuk perlahan-lahan dan berusaha untuk tidak membuat suara yang bising, jalan mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang tengah berusaha masuk ke dalam sebuah kamar dan mencuri sesuatu.
Namun Riku sedang tidak beruntung, ia lupa pendengaran 'super' yang di miliki gadis itu.
"..Riku-san? Kau disini?"
"Ah!~ ketahuan lagi.."
Gadis bersurai perak membalikan kursi roda untuk menghadap pemuda tersebut.
"Riku-san datang.."
Riku kembali tersenyum dan mengangguk dengan cepat.
"Um. Tentu saja."
"Tapi ini sudah malam.. apa tidak apa?"
"Tak perlu khawatir. Aku sudah izin datang kemari. Jadi.. apa yang Aika-san lakukan seharian ini? Bisa ceritakan padaku mungkin ada sesuatu yang menarik."
Aika menggelengkan kepala pelan untuk menjawab pertanyaan Riku.
"Tidak ada yang menarik. Aku hanya berdiam diri di kamar ini."
"Benarkah? Kenapa tidak pergi keluar?"
"Tidak apa."
Keduanya berbincang seperti biasa dan terkadang di selingi candaan yang di buat oleh Riku sendiri. Tak jarang keduanya membicarakan sesuatu mengenai masa depan, impian bahkan Keluarga masa depan.
"Jaa~ impian Aika-san.. apa?"
Netra emas menatap Riku dengan kosong dan datar namun si pemuda tetap tersenyum tipis memandangi gadis tersebut.
"..impian ku..."
Riku masih setia memandangi nya dengan senyum, ia suka melihat ekspresi kebingungan yang terlihat lucu tersebut. Terlihat sangat menggemaskan bagi dirinya.
"..aku...mimpi ku..."
"Apa?"
Seraya menunggu gadis itu menjawab, netra merah milik Riku bergulir untuk memandangi sekitar dan titip pandangannya berhenti pada nakas sebelah ranjang. Di atas nakas tersebut ada secarik kertas yang terlihat sudah di buka.
Riku perlahan mendekati nakas itu, tentu saja tanpa membuat suara sama sekali. Ia ambil secarik kertas itu dan melihatnya.
"..mimpi ku adalah dapat melihat. Aku ingin melihat warna yang sering di sebutkan oleh beberapa orang.."
Aika mulai membuka suara dan berbicara. Gadis itu hanya menginginkan satu hal dalam hidup, yaitu ingin melihat. Simpel sekali memang tapi untuk gadis pengidap tunanetra seperti dirinya itu termasuk salah satu impian yang akan indah jika menjadi nyata.
Dapat melihat orang-orang yang ia sayangi, dapat melihat warna yang ia mungkin akan dia sukai, melihat pemandangan indah seperti matahari terbenam setiap sore. Ia menginginkan hal seperti itu.
"..Riku-san... Kau masih disini?.."
Tak ada jawaban. Suasana di sekitarnya terasa hening dan sunyi, Aika berasumsi bahwa Riku telah pergi dari sana sejak beberapa menit yang lalu karena dirinya terlalu lama berpikir.
"..ah! Iya? Apa Aika-san membutuhkan sesuatu?"
"Riku-san darimana?"
"Sejak tadi aku berada disini Aika-san."
"Lalu..kenapa tidak menjawab panggilan ku?..."
"Tidak apa..."
Keduanya kembali terdiam, dengan Aika yang larut dalam pikirannya sendiri dan Riku yang masih terpaku pada selembar kertas di tangan.
Manik merah langsung menatap ke arah gadis yang tengah larut dalam pikirannya itu. Ia menaruh kertas itu di dalam saku jaket, kembali mendekati gadis itu dan melihatnya dengan lekat.
Tangan kurus terulur untuk menyentuh surai perak, mengelusnya dengan perlahan dan sesekali memainkan helaian silver tersebut.
"..Riku-san?..."
Panggilan tersebut tidak di gubris oleh sang empunya nama, lelaki itu masih terus mengelus surainya dengan lembut.
"Rambut Aika-san halus ya.."
"Eh?"
"Sangat halus.. panjang dan juga berkilau, seperti Aika-san."
Gadis itu terdiam sejenak, ia mencoba mencerna apa yang di katakan pemuda itu dan sedetik kemudian pipinya sedikit bersemu merah karena malu.
"..e-eh?.."
"Pfft-- aku hanya bercanda. Ekspresi Aika-san lucu sekali."
"Riku-san!"
Pemuda itu ternyata hanya mengerjai dirinya, Riku sendiri menutup mulut dengan tangan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara tawanya akibat ekspresi Aika yang menurutnya lucu.
Merona hanya karena ia mengucap satu kalimat penggoda yang terkadang ia gunakan untuk para fanservice kepada penggemar.
"Ah sudah malam.. baiklah aku akan pergi."
Riku mengambil tas dan memakai maskernya kembali.
"Sampai jumpa Aika-san."
"Um. Sampai jumpa Riku-san."
Pintu putih kembali tertutup, raut wajah yang semula tersenyum manis seketika luntur dengan langkahnya yang semakin jauh dari ruangan tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top