BAB 5:SISI


Ambar selesai kelas langsung menelepon Wardi. Rupanya, Wardi sedari tadi menunggu gadis itu di kampus. Ambar merona, pipinya kemerahan mendengar suara Wardi di telepon. Ambar masuk ke dalam sebuah mobil dan Wardi mencium pipinya.

"Ayo kita ngopi." Wardi berkata, ia menancap gas menuju ke kafe favorit Wardi. Wardi biasanya ngopi di sana. Wardi suka mencari ide atau apapun yang bisa mendukung pekerjaannya. Wardi adalah seorang penulis lepas. Wardi juga tidak hanya menulis tapi kadang iseng juga mengarang lagu. Yang pasti Wardi saat ini adalah pangeran berkuda bagi Ambar.

Kedua insan yang sedang dimabuk asmara masuk ke dalam kafe tanpa ketakutan bila ada yang melihat mereka berdua. Para pelayan di kafe atau barista tidak peduli dengan tamu mereka yang sedang menjalani perselingkuhan.

Kedua tamu mereka memesan coffee latte yang dingin, keduanya langsung tampak akrab, tertawa-tawa tanpa beban. Beban mereka sudah lepas. Di pikiran Wardi, ia tahu kalau bisa saja Violet memergoki mereka namun rasa takutnya hilang dengan nafsu yang saat ini lebih besar dari apapun.

Bagi Wardi, sasaran pelet di depan wajahnya lebih penting. Violet memang wanita yang menyayanginya, namun ia butuh gadis muda yang bisa memanjakannya. Ambar ada di depan matanya. Saatnya ia menguasai Ambar dan membuat Ambar lebih jatuh cinta kepadanya.

"Jadi papa aku pengusaha showroom dia menikah dengan ibu aku." Ambar mulai terbuka dan bercerita.

"Wah, hebat juga yah. Kamu sudah lama menjadi penulis?"

"Sudah, yah."

"Ketemu istri di mana?"

"Huuh, satu SMA."

"Wah, nanti dia cemburu nggak lihat kita begini?"

"Nggak akan, yang mengendalikan dia di rumah itu aku. Dia mah nggak akan keberatan kalau aku nikah lagi."

Ambar makin merona, rambut Ambar dielus Wardi. Semakin lama keduanya semakin tampak mesra sebagai sepasang kekasih. Ambar membalas elusan tangan Wardi. Ia mengelus pipi Wardi, rahang Wardi mengeras. Benda kelelakiannya juga meronta-ronta.

"Ambar, boleh aku kenal sama orangtua kamu?"

"Orangruaku di luar kota."

"Di mana?"

"Nanti aku kasih tahu. Nanti mereka kaget aku pacaran sama pria bersuami. Mereka nanti merasa terganggu. Aku juga yang tidak enak."

"Kamu mau ketemu Violet?"

"Kan sudah."

"Ternyata kamu masih polos ya. Masih remaja." Wardi tertawa melihat kelakuan Ambar yang seperti anak kecil.

Tawa Wardi berhenti ketika ada sosok pria tua masuk ke dalam kafe. Dani datang bersama anak kecil. Anak perempuan yang Wardi identifikasi sebagai cucunya.

"Kamu mau apa?"

"Mau cokelat aja Eyang."

Dani menuju ke counter barista, ia memesan susu cokelat dan kopi es dicampur dengan susu. Wardi yang melihat mereka merasa terengah-engah berharap agar dirinya tidak terlihat oleh dua sosok manusia itu.

Keduanya tampak menunggu. Ada sekitar sepuluh menit mereka duduk di sana, mengobrol sebagai eyang dengan cucunya. Dani tampak tua namun segar. Mulai ada bumbu-bumbu khawatir di hati Dani. Ia takut bila Dani yang juga melakukan ritual pelet bisa memesona hati Ambar yang baru saja direbutnya.

Mendadak Ambar menyapa mereka berdua. Dua anak manusia itu menengok. Ambar tersenyum kepada mereka dengan ramah. Ambar mulai menjabat tangan Dani dan cucu pria tua yang menjadi pesaing Wardi

Bahaya nih kalau caranya begini, bisa kalah gue.

Hati Wardi tidak bisa terkendali, bisa-bisanya Ambar menyapa Dani di saat yang seperti ini. Bisa rusak acara ini.

"Siapa nama kamu?" tanya Ambar.

"Sisi."

"Sisi? Wah cantik sekali."

"Makasih Kak."

Suar barista memanggil Dani. Dani memohon diri mengambil pesanannya. "Maaf sebelumnya, tampaknya kami harus pulang. Oh ya, kebetulan Sisi sedang menginap di rumah saya, kapan-kapan Ambar main ke rumah kita. Dekat kok."

Itu adalah hentakan dahsyat bagi Wardi. Berani sekali Dani mencoba mengganggu Ambar di depan matanya. Ini sama saja ia melakukan gendering perang terhadap dirinya. Sebenarnya ia tidak bisa menerima ini semua.

Tapi tidak apa-apa, yang penting dirinya tidak terpancing emosi. Ia harus tenang dan tidak boleh gegabah.

"Lucu ya anak itu."

"Kamu belum kenal anak aku. Anak aku lebih lucu daripada cucu dia."

"Tapi nanti Violet kaget kalau aku kenalan dengan anak kamu."

"Nggak akan, dia nggak akan kaget."

"Kamu kadang terlalu over pede aku lihat."

"Tenang, dia bukan siapa-siapa."

"Violet?"

"Aku bisa kontrol dia kok."

Mereka berdua menikmat kopi hingga beberapa waktu kemudian. Mereka pulang dari kopi. Ambar turun di rumah temannya karena ia ingin membuat tugas. Ketika menuju perjalanan pulang, Wardi mulai berpikir, bagaimana menyingkirkan Wardi agar tidak mengganggunya.

***

Beberapa hari kemudian,

Ambar masuk ke dalam rumah Dani malam-malam. Sisi meminta Dani memanggil Ambar karena Sisi butuh teman main. Sejak bertemu dengan Ambar di kafe, Sisi merasa butuh teman main dan butuh sosok yang lebih tua untuk diajak main. Akhirnya, Ambar menyanggupi lalu masuk ke dalam rumah Dani.

"Haai Sisi!" sapa Ambar.

"Halo Kak!" Sisi menghampiri Ambar, mencium tangannya lalu mereka berdua main bersama.

Sisi sedang bermain boneka dan juga ada rumah-rumahan kecil. Sesekali Ambar menengok kepada Dani ketika mereka sedang bermain. Dani tampak gagah di mata Ambar walaupun ia sudah berusia.

Dani melemparkan senyuman kepada Ambar. Di sana hati Ambar mulai berubah. Ada perasaan yang aneh melihat senyum Dani. Ada sebuah penglihatan. Ambar melihat dirinya bermain jailangkung dengan Dani di sebuah kamar sambil mereka saling mencumbu.

Ambar menggeleng mencoba menghilangkan perasaan itu, namun malah makin bertambah yang ada.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top