XXIV. Tujuh Anak

“Good friends only know about best stories in your life, but best friends have lived them with you.” - Anonymous

.
.
.

Magnum, 12.11

Lucas, Xiaojun, Yangyang, dan Kun berlatih di ruangan terbesar di Magnum. Bagian dalam ruangan berwarna hitam abu-abu itu diperuntukkan pada mutan untuk melatih fisik dan kekuatan mereka.

Kun melemparkan besi ke arah Lucas. Pria bersayap itu dengan cepat menghalaunya dengan tangan dan sayap. Tak jarang, ia terbang sembari melemparkan kembali besi-besi itu kepada sang empunya.

Xiaojun yang berdiri delapan meter dari Kun dan Lucas kemudian menaikkan kedua tangannya sejajar dada. Seketika, cahaya keluar dari jari tangan Xiaojun dan berhasil mengunci gerak kedua mutan yang sedang sibuk bertarung satu sama lain. Akibat cahaya Xiaojun ini, Lucas yang semula terbang kini tersungkur di lantai dengan mengerang. Kun bahkan meronta berkali-kali, seolah seluruh organ tubuhnya akan meledak saat itu juga.

Yangyang berlari dengan cepat menuju Xiaojun. Ia memotong cahaya tersebut, membuat Kun dan Lucas akhirnya bangkit dan terengah-engah. Mereka berdua menopang kedua tangan di lutut sembari mengambil napas sebanyak mungkin.

Yangyang sendiri langsung menghantam Xiaojun dengan tangan kosong. Pria berkekuatan Nekrokinesis itu sempat tersentak ke belakang akibat serangan tiba-tiba dari Yangyang. Namun, ia tak menyerah.

Xiaojun menaikkan kedua tangannya untuk mengunci organ Yangyang. Sayang, ini tak berlaku pada mutan berkekuatan Vitakinesis itu.

"Kau takkan mudah mengalahkanku, kawan," sebut Yangyang dengan mengangkat satu sudut bibirnya.

Ia kembali berlari dan melepaskan tinju yang sangat keras menuju perut Xiaojun, membuat lawan Yangyang itu terlempar dengan kerasnya.

"Ah, sial!" gerutu Xiaojun sembari menghapus darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Xiaojun dan Yangyang akhirnya berlari untuk melancarkan pukulan. Namun, satu sentakan sayap Lucas berhasil membuat keduanya terhempas.

"Argh... mengapa kau mengacaukannya?!" kesal Yangyang pada Kun dan Lucas yang telah berdiri di depan meja.

Kun menunjuk jam tangannya, "Waktunya istirahat dan makan siang!"

Junyi dan Diandra pun masuk sembari membawa makanan untuk keempat mutan itu. Mereka meletakkan dan menata makanan dengan rapi, tak lupa pula buah yang selalu menjadi makanan kesukaan Lucas dan Kun. Xiaojun dan Yangyang pun bangkit dan berjalan menuju meja.

Junyi mengambil handuk kecil berwarna hijau tua dan menyeka bulir keringat pada wajah serta leher Xiaojun.

"Lelah?" tanya Junyi membuat Xiaojun mengangguk sembari menyunggingkan kedua sudut bibirnya.

Dengan gerakan cepat, Xiaojun melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Junyi. "Jangan menyentuhku! Kau berkeringat," seru Junyi seraya berusaha melepaskan kedua tangan Xiaojun.

Ya, Junyi juga malu jika harus menjadi tontonan oleh mutan lain seperti saat ini. Dari sudut matanya, ia sudah dapat melihat Yangyang, Diandra, Kun, dan Lucas tersenyum simpul ke arah mereka berdua.

"Tolonglah..." rajuk Junyi layaknya anak kecil. Ia mencoba menurunkan kedua lengan Xiaojun yang berotot. Namun tetap saja ia tak bisa.

"Mengapa terdengar seperti tidak bersungguh-sungguh?" lirih Xiaojun di telinga Junyi, membuat sang wanita tertegun.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan agar kau mau melepaskan lenganmu dariku?"

"Kau menyuruhku untuk melepasmu? Tentu saja aku tak bisa, Sayang. Cara melepasmu? Aku tidak tahu," geleng Xiaojun dengan seringai yang membuat Junyi kesal.

"Kau tidak lihat kita ditonton banyak orang?!"

"Ya, terus kenapa?"

Junyi mengedikkan bahu, lalu memutar matanya malas. Terlintas dalam benaknya sesuatu hal yang harus dikatakan agar Xiaojun mau melepaskan kedua tangan tersebut. "Aku mohon, Tuan. Calon istrimu yang cantik ini juga lapar, harus segera makan. Apalagi aku juga harus memberi makan anakmu yang ada di dalam perutku."

Mendengar itu, Xiaojun menurunkan tangannya dan menatap Junyi dengan mata terbelalak. "Kau hamil?"

Junyi memandang ke segala arah. Ia sesekali mengerutkan keningnya dan membuang tatapan, tak berani melihat mutan yang sebentar lagi akan menyandang status suaminya itu.

Beberapa menit kemudian, Junyi berlari menuju Diandra. Meninggalkan Xiaojun dalam kebingungan.

"Hei, kau belum menjawabku!"

Junyi tetap tidak peduli dan lebih memilih untuk membantu Diandra. Ia juga terlihat mengambil anggur yang berada di atas meja dan melahapnya dengan nikmat.

Di saat semua orang sibuk memperhatikan Junyi dan Xiaojun, Lucas menyenggol bahu Kun dan menyerahkan sebuah selembaran padanya. "Punyamu. Tadi terjatuh saat kita bertarung," singkatnya.

"Ah, terima kasih," ucap Kun sambil menerima lembaran itu dengan senyum manis.

Xiaojun dan Yangyang yang penasaran, mulai mengintip. "Itu fotomu saat masih kecil, 'kan?" tanya Yangyang dengan kening berkerut. Kun mengangguk sebagai balasannya.

Pria yang berdiri di samping Yangyang mengambil foto itu dan menatapnya lekat. "Ini kau yang memakai baju biru, bukan? Lalu, bocah yang giginya tanggal di depan ini adalah Ten. Nah, delapan bocah lagi siapa? Mengapa aku tak mengenal mereka?"

Pria bersayap dan ketua kaum mutan saling pandang mendengar pertanyaan Xiaojun. Sang pemimpin itu tak menyadari jika dirinya belum bercerita banyak hal pada teman-temannya yang lain.

Kun mengembuskan napas, "Itu yang pakai baju merah adalah Winwin... tujuh sisanya adalah teman-teman sepermainan kami."

"Di Shanghai?" sela Junyi yang sudah mengambil posisi duduk di samping Xiaojun.

"Ya."

Kun menundukkan kepalanya. Ia sibuk menyeka keringat di bagian tangan dengan handuk kecil pemberian Diandra. Sesekali, ia menyeka bagian leher serta kening.

"Saat masih berusia sekitar empat atau lima tahun, aku dan Ten lebih dulu berteman dengan anak-anak itu di Shanghai. Tak hanya kami berdua, Winwin pun demikian. Kami bertiga menghabiskan waktu dengan mereka itu hingga beberapa tahun sebelum bertemu kalian. Bertemu Lucas, Xiaojun, Hendery, dan Yangyang."

Kun tersenyum tipis saat memutar lagi kenangan lama. "Dulu aku sering dipanggil Q, Ten dipanggil Qin, dan Winwin dipanggil dengan sebutan Sicheng."

Lucas mengangguk-anggukan kepalanya sembari memakan buah apel. Ia menyiapkan telinganya untuk mendengarkan Kun yang tampak ingin bercerita panjang lebar. Mutan bersayap itu kemudian menyuruh semua orang untuk duduk seraya menikmati makanan yang telah disiapkan.

"Mereka anak-anak lucu, pintar, dan sangat aktif. Mereka juga tidak takut apapun, membuat aku terkadang berpikir bahwa mereka anak yang luar biasa. Dengan kekurangan mereka yang maaf, terlahir tak sempurna, tidak membuat mereka sedih. Itu luar biasa, bukan?"

"Kalian tahu? Cita-cita mereka sangatlah sederhana. Memiliki anggota tubuh yang lengkap," ucap Kun dengan mata yang berkaca-kaca. Ia meremas handuk yang sedari tadi ia genggam dengan erat, mencoba untuk tidak meruntuhkan pertahanannya sendiri.

Yangyang menepuk bahu Kun ringan dan menatapnya sayu. "Kau merindukan mereka?"

Pertanyaan mutan vitakinesis sukses menarik perhatian Kun. Yangyang mendapatkan tatapan Kun yang intens dan senyum yang menawan. Menampilkan lesung pipi yang dalam.

Kun menoleh, "Tentu saja. Setiap hari."

"Jika memang kau merindukannya, bukannya kita bisa bertemu dengan mereka semua. Setidaknya mencari tahu di mana mereka, keadaan mereka, atau apapun itu," semangat Xiaojun yang justru membuat Kun menggeleng.

"Kenapa?" lanjut mutan nekrokinesis itu.

"Itu tidak perlu, Jun--" Kun mengedarkan pandangannya pada Xiaojun, Yangyang, dan Lucas secara bergantian, "karena ketujuh anak-anak itu adalah orang yang kalian temui di Elektra selama ini."

"APA?!"

To be continued

***

© Ignacia Carmine (2020)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top