XXIII. Taktik & Serangan REX
“Where there is an open mind, there will always be a frontier”¬ – Charles F. Kettering
.
.
.
Magnum, 04.32
Kring... Kring...
Suara telepon itu bergema di kamar Kun. Ketua mutan yang masih mengenakan piyama tersebut duduk di tempat tidur, mengumpulkan kesadarannya. Ah, orang itu tak mengetahui jika Kun baru saja bermimpi indah.
Kun bangkit, lalu meraih ponsel yang terletak di nakas.
"Ya, siapa?" tanya Kun sembari mengusap wajahnya dengan tangan kiri.
"Kun, ini aku Yuta. Bisakah kau... menuju ke tengah kota?"
"Ap-apa yang terjadi?"
"REX muncul!"
Kun membulatkan matanya dan melongo selama beberapa detik. Bergegas, Kun kemudian memutus sambungan telepon tersebut, mengganti pakaian, lalu pergi sendirian.
Setibanya di tengah kota, dia telah melihat Yuta, Johnny, dan Taeil yang mulai mengatur napas. Mereka terengah-engah dengan tubuh yang dihiasi oleh luka.
Ada lima REX yang mengelilingi ketiga cyborg itu. Dengan cepat, Kun mengerahkan kekuatannya dan berhasil mengalihkan perhatian kelima REX tersebut setelah menerima lemparan besi.
Kelima REX melesat sembari melayangkan tombak yang terbuat dari besi. Kun mengangkat kedua tangannya dan berhasil menahan ayunan senjata tajam itu. Kun melempar satu per satu REX dengan keras, menghantam bangunan yang berada di sekitarnya.
Namun, REX kembali bangkit dan mengaktifkan sesuatu yang terletak di depan dada berwarna biru transparan.
REX berjalan lambat mendekati Kun. Melihat itu, pria berlesung pipi tersebut menghujani REX dengan besi yang tergeletak di sepanjang jalan. Sayang, semua besi terpental, membuat Kun terdiam.
Dua REX memegang tangan pria dari kaum mutan itu, lalu REX lainnya bergantian memukul perut Kun hingga ia mengeluarkan darah segar dari mulut.
Johnny, Taeil, dan Yuta tidak berdiam diri. Mereka langsung menerjang para REX, namun gerakan tangan dari makhluk ciptaan pemerintah itu berhasil menghempaskan mereka hanya dengan sekali pukul.
Cyborg dan mutan benar-benar dalam kondisi yang lemah.
REX akhirnya melepaskan Kun dan berpencar untuk menghajar para cyborg dari segala sisi.
Belum sempat REX mencekik Johnny, tubuh mereka tiba-tiba saja menjadi kaku. Kelima REX itu kebingungan dan tidak dapat menggerakkan tubuhnya dengan leluasa. Beberapa detik kemudian, tubuh REX bergerak sendiri menghadap satu orang yang berdiri tujuh meter dari mereka.
Pria itu menggerakkan kesepuluh jarinya. Dari jari tersebut memancar sebuah sinar tipis berwarna emas yang masuk ke tubuh, seolah mengunci kelima REX dan mengendalikannya dari dalam.
"Nampaknya kalian memang sangat meresahkan!" ujar sang pria, yang tak lain adalah Xiaojun.
Tak sendiri, ia datang bersama Lucas, Yangyang, Taeyong, Doyoung, dan Haechan.
Dengan gerakan jemari yang lincah, Xiaojun membuat para REX kesakitan. Mutan berkekuatan Nekrokinesis itu tak memberikan ampun. Ia terus menerus menyerang REX dengan mengontrol jantung dan organ vital mereka. Ketika kedua tangan Xiaojun berada dalam posisi menengadah, para REX tumbang, mengeluarkan darah dari mulut mereka.
Xiaojun mendekati REX itu dan mengatakan, "Wow, menjijikkan!"
Mereka akhirnya membantu Yuta, Johnny, Taeil, dan Kun; membawanya ke Elektra.
***
Elektra, 08.15
"Sambungkan pada Pemerintah!" bentak Taeyong pada Anthony.
Semua cyborg dan mutan kini berada di Elektra, lebih tepatnya di ruangan yang lebih santai dari sebelumnya. Johnny, Taeil, Yuta, dan Kun sibuk membersihkan luka mereka. Sedangkan makhluk lainnya memilih untuk tak bersuara.
Sedetik kemudian, Doyoung menekan tombol TV dan berita tentang kejadian pagi tadi sukses menarik atensi semua makhluk yang berada di ruangan.
"Sekali lagi saya tegaskan bahwa kerusuhan antarkaum yang terjadi pada pagi tadi adalah bukan campur tangan Pemerintah. Jika dilihat dari kerusakan yang tercipta, dapat disimpulkan bahwa ini bukan kerjaan manusia. Anda bisa menebak siapa yang membuat kerusakan ini, tentunya," ucap salah seorang perwakilan kepolisian dalam wawancara siaran berita tersebut.
Doyoung kemudian menekan tombol off. Ada penyesalan dalam dirinya ketika wawancara itu muncul di layar.
"Pemerintah menolak sambungan? Ah, sial!" bentak Taeyong sekali lagi. Ia menggebrak meja, lalu mengacak surainya.
Doyoung tak kuasa melihat Taeyong yang bersikap seperti itu. Ia pun bangkit, lalu menepuk bahu Taeyong ringan. "Aku meminta izin."
Taeyong hanya mampus mendengkus. Ia menoleh dengan cepat, lalu berucap, "Lakukanlah!"
Doyoung menyeringai. Ia kemudian berjalan menuju ruangan sistem media dan komunikasi, lalu mengoperasikan komputer yang terhubung dengan semua jaringan media berita di negara tersebut.
Ia menarikan jarinya di keyboard dan dengan menekan tombol enter, Doyoung sudah berhasil mengirimkan beragam dokumen yang dapat diakses oleh wartawan.
Pria itu tersenyum puas, menyandarkan tubuhnya rileks. Kursi tersebut ia dorong dengan tubuh yang masih berada di atasnya. Ia mendongak sembari menatap layar yang menampilkan berbagai siaran berita.
"Let the war begin!" ujar Doyoung dengan senyum merekah. Doyoung berandai-andai tentang perang antarkaum yang akan terjadi. Jujur, ia sebenarnya tak ingin adanya perang. Namun rasa sakit hati terhadap pemerintah telah menumpuk selama belasan tahun membuat Doyoung tidak perlu berpikir panjang untuk memulai agresi.
Bukankah akan menjadi kehancuran yang besar jika perang terjadi?
Bisakah kaum cyborg bertahan?
Tak lama kemudian, seorang staf menemui Doyoung dan menghancurkan lamunan sang pria.
"Ini, Tuan," ucapnya sembari memberikan sebuah tab. Staf membungkukkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Doyoung.
Cyborg jenius itu sekali lagi mengangkat kedua sudut bibirnya. Ia bangkit, berjalan menuju ruangan tempat diskusi di mana semua makhluk telah berkumpul.
Sesaat setelah ia membuka pintu, tatapan Doyoung langsung menuju pada seseorang yang duduk dengan suit berwarna hitam yang tampak memegang satu kaleng minuman soda.
"Yang Mulia?"
Jeno tersenyum. "Hai. Aku Jeno," ujar ketua demigod itu. Ia bangkit, lalu berjalan menuju Doyoung dan mengulurkan tangannya.
Doyoung menerima uluran itu. "A-aku Doyoung..."
"Kau tidak perlu segugup itu. Aku bukan penyantap cyborg."
Doyoung dan Jeno tersenyum tipis, lalu mereka duduk di tempat masing-masing.
"Setelah aku menganalisa dan melihat tubuh kalian," tunjuk Doyoung pada Kun, Taeil, Yuta, dan Johnny, "tidak ada yang parah. Kalian tidak akan mati."
Mendengar pernyataan to the point itu, Kun mendengkus dan Yuta hanya memutar matanya malas.
Doyoung kemudian meletakkan tab yang ia peroleh di atas meja, membuat semua tatapan kini tertuju pada tab tersebut.
"Aku sudah mengirim semua data hasil penelusuran kalian di tiga tempat serta berbagai bukti pendukung lainnya ke media. Namun, aku tak yakin jika ini dapat memutarbalikkan opini masyarakat terkait cyborg, mutan, dan demigod."
"Aku yakin bahwa saat ini Pemerintah merasa diancam. Maka dari itu, aku menduga bahwa dalam waktu dekat mereka akan melakukan serangan lagi. Lokasinya pun tak diketahui, seperti hari ini. Jadi, aku meminta bantuan teman-teman semua untuk bersiap," lanjut Doyoung.
"Lantas, apa strategimu?" selidik Jeno.
Doyoung dengan cepat mengambil sebuah alat yang mirip rubik, lalu meletakkannya di atas meja, tepat di hadapan seluruh makhluk. Alat itu mengeluarkan hologram berbentuk makluk yang mewakili tiga kaum besar, yaitu cyborg, mutan, dan demigod.
"Untuk lapis pertama ada demigod, lapis kedua cyborg, dan yang terakhir ada mutan. Para mutan adalah tonggak terakhir kita!"
Netra Jeno menatap lurus pada mata Doyoung. Entah mengapa, Doyoung merasa jika Jeno saat ini sedang membaca sesuatu darinya.
Taeyong, Kun, dan Jeno mengangguk pelan. Tatapan mereka yang berbinar, membuat Doyoung merasa senang bukan main.
"Tapi ada satu hal lagi yang menjadi kendala," ucap Doyoung membuyarkan lamunan semua orang. Kini tatapan berfokus pada pria yang baru saja membuat pengumuman penting terkait perang.
"Kendaraan udara Elektra tidak dapat menerobos cuaca buruk."
Jeno mengembuskan napasnya. Ia mengusap dagu, lalu menatap Doyoung tepat di iris cyborg tersebut lagi.
"Mengenai cuaca, aku akan mengatasinya. Dan untuk kau," tunjuk Jeno pada Doyoung, "lakukanlah yang terbaik. Aku akan memberikan apapun yang kau butuhkan, baik dari langit, bumi, laut, hingga dunia bawah sekalipun. Ingat, semua strategi bergantung padamu. Jangan membuat kami, para demigod, mengeluarkan sumpah serapah!"
Mendengar itu, Doyoung mengangkat kedua sudut bibirnya. Ia pun membungkukkan tubuh sembilan puluh derajat ke arah Jeno. "Akan aku laksanakan dengan baik, Yang Mulia."
To be continued
***
©Ignacia Carmine (2020)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top