XVII. Pertempuran Langit
“Ambition beats genius 99% of the time.” — Jay Leno
.
.
.
Jeno, Taeyong, dan Kun akhirnya dapat beristirahat sejenak di pesawat dalam perjalanan kembali menuju Elektra. Waktu dalam perjalanan diperkirakan sekitar dua jam. Cukup untuk mengisi energi yang terkuras setelah melakoni adegan baku hantam.
"Yuta, tolong analisis REX ini!" titah Taeyong, membuat Yuta mengernyitkan kening.
"REX?"
Taeyong mengangguk. Ia melangkah dan memperhatikan ketiga REX yang telah terbaring. Baju mereka dibuka, untuk memperlihatkan perbedaan fisik pada manusia umumnya. Sayangnya, para cyborg ini sangat sulit menemukan perbedaan itu jika tidak menggunakan medical scanning atau berbagai analisa lainnya.
"Aku akan menceritakannya setelah kita tiba di Elektra," jelas Taeyong.
Mendengar itu dari sang ketua, Yuta kemudian mengangguk lemah dan mengaktifkan medical scanning lewat retina matanya. Ia menganalisa dengan teliti dan cepat. Sedangkan Taeyong sendiri meninggalkan Yuta menuju salah satu ruangan.
Taeyong masuk ke ruangan di mana telah ada Kun, Jeno, Jisung, dan Johnny. Tanpa menyapa, Taeyong memilih berbaring di tempat duduk dan mulai memejamkan matanya.
Melelahkan!
Jeno duduk di kursi yang sedikit jauh dari para cyborg dan mutan. Ia menuangkan segelas air mineral dingin dan meneguknya sedikit demi sedikit. Jisung yang sedari tadi duduk bersama Johnny pun bangkit menuju Jeno. Ia meletakkan kedua tangannya di atas meja dan menopang dagu.
Jisung mengerjapkan kedua matanya pada Jeno, "Kau tidak imut sama sekali. Berhenti melakukan itu!"
"Kenapa kau begitu sensitif, Yang Mulia?" tanya Jisung sembari menyambar minuman Jeno. Melihat itu, ketua para demigod hanya mendengkus.
Jeno memandang putra Dewa Zeus, "Jadi ini maksud para pembisik itu? Ini yang kau dengar?"
Jisung mengangguk, "Tentu saja, Yang Mulia. Maka dari itu, aku mengikuti kalian. Aku tahu jika ini akan sangat kacau dan itu terbukti. Maafkan aku karena tak memberitahumu sebelumnya."
Putra Dewa Ares tersenyum tipis. Ia mengangkat satu tangannya dan mengacak surai Jisung, demigod yang telah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri.
"Ah, tolong hilangkan kebiasaan burukmu ini. Aku tak suka jika rambut yang sudah ku tata rapi jadi rusak!" omel Jisung.
"Kebiasaan? Hei, aku tak sering melakukannya!" kata Jeno, membuat Jisung mengangkat kedua bahunya.
Brak! Semua tatapan kini tertuju pada cyborg yang masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa, tanpa terkecuali Taeyong.
Yuta meletakkan dua buah chip di atas meja persegi panjang di tengah ruangan. Hal ini membuat Jisung, Jeno, Taeyong, Kun, dan Johnny mendekat dengan cepat.
Chip itu tak berbeda jauh dengan ciptaan Elektra. Hanya saja, Elektra menggunakan chip berwarna putih, sedangkan chip dari REX itu berwarna hitam. Chip tersebut masih berlumuran darah ketika Yuta memperlihatkan kepada semua makhluk.
"Ini tidak dapat dibiarkan!" tegas Yuta.
Taeyong menautkan kedua alis. Ia memegang keningnya yang terasa pening sembari melihat chip itu. "A-apa maksudmu?"
Yuta menghela napas, "Mereka menggunakan dua chip pengaktif gen!"
"Apa?!" seru Johnny tak percaya. Ia berkacak pinggang seraya menatap chip hitam itu.
"Yang ini," Yuta menunjuk chip pertama, "mengaktifkan LRP5. Sedangkan yang satu chip lainnya mengaktifkan ACTN3. Chip LRP5 merupakan hasil ekstraksi DNA mutan, sementara ACTN3 berasal dari cyborg. Kini aku tahu mengapa kalian terhempas dengan kerasnya dalam duel. Ya, ini!"
"Aku yakin, mereka mendapatkan DNA dari para tahanan Dark V!" lanjut Yuta, menundukkan pandangannya. Pernyataan Yuta berhasil membuat kelima makhluk lainnya terdiam dan berpikir untuk beberapa saat.
Kun menggeleng lemah, "Tapi, bukannya jika gen LRP5 aktif, maka orang tersebut akan mengalami osteoporosis?"
"Itu benar. Tapi dalam kasus ini jadi berbeda, Kun. LRP5 atau Low density lipoprotein receptor related protein 5 mengalami mutasi, menjadikan REX memiliki tulang keras. Kepadatan tulangnya di atas rata-rata. Mutasi ini juga ternyata menghasilkan sesuatu yang berbanding terbalik."
"Dan apakah itu benar-benar tulang layaknya tulang manusia? Bukan tulang dari logam seperti kalian, 'kan?" tanya Jeno penuh selidik.
"Benar, tulangnya adalah tulang manusia."
"Lalu, ACTN3?" sela Kun, membuat Yuta kini menoleh padanya sekali lagi.
"Jika ACTN3 atau Alpha actinin 3 mengalami mutasi, maka REX itu menjadi super cepat, serta tidak mudah mengalami cedera. Oh ya, mereka juga memiliki susunan darah yang luar biasa. Para peneliti di Area 51 menyisipkan Alerium hampir satu persen dari total keseluruhan darah, yang berarti-"
"Kita berakhir!" ucap Taeyong memotong pernyataan Yuta. Ia kemudian bangkit diikuti oleh tatapan para makhluk. Ketua cyborg itu mengambil segelas air di atas meja, lalu memutar tubuhnya. "Bukankah aku benar? Kita telah berakhir. Sebab, kekuatan Alerium serta chip-chip itu membuat para REX tidak terkalahkan, membuat kewalahan dan menaklukkan kita hanya sekali tempur!"
Jeno melangkah mendekati Taeyong, mengambil kerah bajunya dengan kedua tangan dan menggenggamnya dengan erat.
"Kita belum selesai, Taeyong. Kita belum tamat dan masih memiliki banyak opsi!" tegas Jeno dengan tatapan yang tajam.
Taeyong lalu mengambil tangan keturunan Dewa Ares dan membuangnya kasar. "Katakan padaku, Yang Mulia, strategi apa lagi yang bisa kita lakukan? Tak ada!"
Entah mengapa Taeyong merasa putus asa dengan perlakuan Pemerintah. Sebenarnya, jauh di hati kecilnya, Taeyong tak ingin seperti ini. Dengan posisinya sebagai ketua sebuah kaum dan rasa putus asa yang menyelimutinya, secara tidak langsung akan memengaruhi kinerja para cyborg di Elektra dan negara. Ia benar-benar ingin melindungi semua kaum, terutama para cyborg.
Tring... Tring...
Suara alarm yang berada di ruangan itu menarik perhatian para makhluk. Johnny pun melangkah menuju komputer yang telah tersambung dengan satelit Bumi dan mendengar informasi dari Elektra lewat Eareast. Monitor memperlihatkan para polisi bersenjata lengkap bergerak menuju Elektra, Magnum, dan Paxon.
"Apa yang terjadi?!" seru Johnny, mengacak rambutnya.
Menyadari ada yang tak beres, Taeyong berlari kecil menuju ruang lain. Ia kemudian menekan tombol di komputer yang berada di ruangan tersebut.
"SAMBUNGKAN AKU PADA ELEKTRA!" teriak pemuda bersurai gelap itu tak sabaran. Tak lama kemudian, suara Anthony pun terdengar.
"Dengarkan aku, Anthony! Malam ini, evakuasi para wanita, orang tua, dan anak kecil menuju ruang bawah tanah. Sedangkan para pria, lengkapi mereka dengan persenjataan. Hadang para polisi hingga kami tiba dan jangan sampai mereka masuk ke dalam Elektra. Kau paham?"
"Siap, Tuan."
Taeyong kembali menekan sebuah tombol. Ia menunggu beberapa detik hingga suara wanita terdengar di ujung sambungan itu.
"Anda terhubung dengan Magnum, silakan tinggalkan pesan!"
"Aku butuh berbicara pada Winwin atau Lucas, sekarang!" ujar Taeyong dengan napas yang memburu. Keringat sebesar biji jagung mulai terlihat memenuhi keningnya.
"Harap ditunggu!"
Tak lama kemudian, Lucas pun bersuara. "Ya?"
"Ini aku, Taeyong. Kalian harus bersiap karena polisi akan segera menuju Magnum!"
Tanpa menunggu jawaban Lucas, Taeyong kembali menekan tombol yang terhubung dengan Paxon. Setelah Chenle mengangkat pesan itu, Taeyong menjelaskan untuk kedua kalinya keadaan yang terjadi. Chenle mengerti, lalu bergegas memberitahu para penghuni Paxon.
Taeyong kembali ke ruang kendali, tempat para makhluk berkumpul sebelumnya.
"Aku telah menghubungi semua kaum," ucap Taeyong di tengah kekalutannya.
"Bagus. Sekarang, biarkan aku berpikir untuk beberapa saat," ujar Jeno, melangkah menuju pintu.
Belum sempat putra Dewa Ares itu meninggalkan ruangan, alarm pesawat -tanda malfungsi- berbunyi dengan nyaringnya. Taeyong, Kun, Johnny, Jisung, Yuta, dan Jeno terdiam selama beberapa detik, lalu berlari keluar untuk mencari sumber kerusakan.
Pesawat invisible milik Johnny memang sangat besar, maka dari itu mereka harus berpencar dan dibagi menjadi tiga tim.
Dalam perjalanannya menelusuri kerusakan, Jeno dan Jisung bertemu dengan prototipe REX A, sedangkan Kun dan Johnny bertemu prototipe REX B di ruangan elektrik. Lain halnya pada Yuta dan Taeyong yang akhirnya saling pandang dengan prototipe REX C di ruang makan.
REX A dan REX C berhasil dengan mudah dikalahkan oleh Taeyong, Yuta, Jisung, dan Jeno. Sedangkan REX B yang diketahui telah memotong kabel yang terhubung pada system komunikasi pesawat, hanya mampu memandang Kun dan Johnny dengan tatapan mengerikan.
"Aku pikir aku akan membunuhnya!" ucap Kun.
Dengan gerakan cepat, ketua para mutan itu mengeluarkan kekuatan sehingga beberapa benda tajam di sekitarnya bergerak mengelilingi tubuh Kun.
Johnny pun tak mau kalah. Ia juga menyiapkan posisi kuda-kuda untuk melawan REX itu.
Mereka akhirnya menghujani REX dengan pukulan dan berbagai benda yang terbuat dari besi. Harus diakui, REX tersebut tidak secepat sebelumnya. Kekuatannya menurun setelah Yuta berhasil mengeluarkan chip yang dipasang di belakang leher mereka.
Ini tentu saja menjadi keuntungan bagi Johnny dan Kun. Mutan berkekuatan telekinesis tersebut menghantam perut REX dengan besi berbentuk tabung. Makhluk yang terlihat layaknya manusia itu terlempar ke belakang dengan keras. Kun tidak menyia-nyiakan waktu, ia mengubah tabung lainnya menjadi beberapa lempengan dan menggunakannya untuk mengikat tangan serta kaki REX.
"Ini bagianku, Johnny!" tegas Kun.
Cyborg tersebut memilih untuk diam setelah mendengar perkataan Kun. Ia membiarkan pemimpin kaum mutan untuk berjalan dan menghabisi REX dengan tangannya sendiri.
Setelah berdiri tepat di hadapan REX yang meronta ingin segera dilepaskan, Kun menarikan jari jemarinya. Ia mengubah sisa lempengan yang tergeletak di lantai menjadi tombak seukuran tangan manusia dewasa. Dengan tanpa ampun, Kun menusuk dada REX hingga terkoyak dan memperlihatkan jantung yang masih berdetak.
Kun memasukkan tangan dan berhasil meraih jantung makhluk itu. Pemuda bersurai gelap tersebut kemudian membalikkan tubuh menghadap Johnny, memamerkan tangan penuh darah dan sebuah organ yang masih berdetak.
"Inilah... cara kerja mutan yang sebenarnya!" jelas Kun dengan senyum yang tak akan Johnny lupakan seumur hidupnya.
To be continued
***
© Ignacia Carmine (2020)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top