XVI. Area 51 (2)
“Some secrets are better left at that as secrets.” — Candace Bushnell
.
.
.
Area 51, Nevada, US
"Ruang apa ini?" tanya Kun sembari mengedarkan pandangannya dalam ruang berwarna putih yang sangat luas.
"Ruang 'Roswell'," jawab Thea, mengedipkan satu matanya. Sontak, Kun pun terkejut dan menarik kepalanya ke belakang.
Thea merupakan salah satu peneliti di Area 51 khusus ruangan Roswell. Di ruangan ini terdapat banyak mesin yang bekerja secara konstan menghasilkan tumpukan kristal. Ia dengan langkah cepat mengajak Kun untuk mengamati beratus-ratus kotak tempat kristal itu disimpan.
"Ini apa?" tanya Kun lagi. Kali ini, ia memegang satu kristal dan menggenggamnya erat. Entah bagaimana, setelah memegang benda itu, aliran darah dan detak jantungnya bekerja lebih cepat.
"Ah, ini yang kami sebut 'Alerium'."
Kun menoleh pada Thea dengan bola mata yang hampir keluar dari tempatnya. Refleks, ia melepaskan benda tersebut dan membuatnya jatuh bebas. Tidak. Alerium itu tidak pecah begitu saja ketika mendarat di lantai, pun lecet.
"Ada apa? Kau tahu kristal jenis ini?" selidik Thea dengan nada lembutnya. Ia tersenyum tipis sembari menatap Kun yang kini terlihat mematung.
Thea melambaikan tangan di depan wajah Kun. "Hei! Kau baik-baik saja?"
"Ah, ya... Aku.. ya. Aku baik-baik saja."
Kun mengambil kembali Alerium yang terjatuh itu, lalu mengembalikannya ke dalam kotak berbahan dasar kayu. Menurut Kun, Alerium ini tak berat sama sekali meskipun ukurannya terlihat besar.
"Dari mana kalian mendapatkan Alerium?"
Thea menoleh, "Ini kami dapatkan dari pesawat Roswell yang jatuh pada 8 Juli 1947. Ah, pesawat Roswell? Aku pikir itu UFO! Entah, orang-orang di sini telah menyebut pesawat itu dengan Roswell dan menamakan ruangan ini dengan nama yang sama."
"Aku baru bekerja di sini. Baru sekitar satu tahun jadi ya.. butuh lebih banyak belajar dan mencari tahu seluk beluk Area 51. Kau sudah lihat sendiri, 'kan, betapa luasnya area ini?" lanjut wanita berkulit gelap itu. Kun hanya menyambut ucapan sang wanita dengan anggukan lemah.
"Awalnya tidak sebanyak ini, namun para ilmuwan terus meneliti dan mengembangkan Alerium. Hingga akhirnya mereka memperbanyak jumlahnya dengan izin negara. Jika kau mengetahui manfaatnya, niscaya kau akan menjadi manusia yang serakah," jelas Thea dengan penuh keyakinan.
Kun menelan salivanya dengan sulit. Tentu saja ia telah mengetahui manfaat Alerium ini. Namun, ia lebih memilih menjadi makhluk bodoh yang tak mengetahui apapun.
Seorang petugas kemudian masuk ke ruangan Roswell dan mendekati Kun serta Thea. Petugas berbadan tegap itu terlihat membawa senjata laras panjang.
"Kau anak baru?" tanya petugas tersebut sambil menyunggingkan senyum yang tak kalah ramahnya dari Thea, membuat Kun mengangguk.
"Aku Ricky. Beberapa menit yang lalu aku juga mengajak anak baru bernama Lee untuk berkeliling ke ruangan REX. Kau mengenal Lee?" terangnya.
"Ah, ya. Aku mengenalnya," jawab Kun tak antusias.
Thea pun mendekatkan bibirnya di telinga Kun. Ia kemudian mengatakan, "Dia adalah CIA yang bekerja di Shanghai. Kodenya adalah 'Lion'."
Mendengar itu, mulut Kun membentuk huruf O. Napasnya terasa tercekat, dada sesak, mata terbelalak, serta pemandangan di sekitarnya seolah mengabur.
"Aku memperhatikanmu sedari tadi, Tuan Qian. Kau tahu? Kau tampak sangat polos ketika aku menjelaskan berbagai hal di sini," senyum Thea, membuat kesadaran Kun kembali sepenuhnya.
Dan apa? Qian? Ah, benar. Kun saat ini memang menggunakan nama Qian sebagai nama samarannya dan itu tercetak jelas di seragamnya.
Mengenai CIA di Shanghai, Kun sangat yakin jika Ricky merupakan satu dari tiga anggota yang menembak Lucas hingga terluka parah ketika para mutan berada di Shanghai, China. Jika Ricky adalah Lion yang dimaksud oleh Winwin, maka pria tersebut memiliki otoritas penuh atas Alerium ini.
Ricky nampaknya tak mengenal Kun. Terbukti, ia sangat ramah ketika berbincang dengan ketua kaum mutan tersebut dan tak menaruh curiga sama sekali.
"Kau harus memaklumi itu, Nona Thea. Petugas baru memang selalu terlihat polos ketika memasuki Area 51 untuk pertama kalinya," ujar Ricky santai.
"Ah, itu benar sekali. Aku merasa terhormat bisa bekerja di Area 51. Semuanya terasa seperti di dunia dongeng," sela Kun.
"Kau terlalu berlebihan," ucap Thea, menepuk bahu Kun dengan ringan.
***
Taeyong, Jeno, dan Kun akhirnya kembali bertemu di lapangan luas bersama para petugas junior lainnya. Petugas senior telah mempersiapkan sebuah pesawat baru yang mengangkut para junior dan akan melakukan terjun payung di malam itu. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh para petugas sekali dalam satu bulan.
Ketika para junior satu per satu masuk ke dalam pesawat, ketiga makhluk itu memilih untuk masuk terakhir. Sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam pesawat, Ricky memanggil ketiganya. Spontan, mereka menoleh dengan cepat dan mengurungkan niat untuk melangkah lebih jauh.
"Sebelum kalian masuk, aku ingin kalian mengalahkan ketiga orang ini," ucap Ricky sembari memperlihatkan ketiga manusia yang berdiri di belakangnya dengan tubuh tegap dan tatapan tanpa ekspresi.
Jeno mendengkus, "Tapi kami harus secepatnya masuk ke dalam pesawat. Kami tak ingin tertinggal."
"Aku akan mengizinkan jika kalian menang."
"Bagaimana jika kami menolak?" sela Taeyong.
"Maka kalian akan aku keluarkan dari Area 51!"
"Baiklah!" tegas Kun.
Kun dan Taeyong maju selangkah. Mereka berdua memasang kuda-kuda untuk beradu kekuatan dengan ketiga manusia itu. Jeno mengedarkan pandangannya dan terkejut ketika melihat para petugas senior lainnya telah berdiri mengelilingi mereka, menjadikan ini sebagai tontonan yang layak dinantikan.
Ketua kaum demigod itu mendekati Kun dan Taeyong. Ia berdiri diantara keduanya dan mulai berbisik, "Kalian harus hati-hati! Jangan sampai mengeluarkan kekuatan!"
Taeyong dan Kun menoleh pada Jeno dengan kening yang berkerut. "Apa maksudmu? Kami berdua tentu saja tak akan gegabah seperti itu," ucap Taeyong.
Jeno menggeleng lemah, "Aku tak yakin. Sebab, mereka bertiga bukan manusia! Aku tak mencium bau darah di tubuh mereka. Rasanya sungguh berbeda dan asing di indra penciumanku."
Taeyong membelalakkan matanya. Pandangan yang semula berada pada Jeno, kini beralih pada ketiga makhluk di depannya.
"Mereka... REX?"
"REX?" ujar Kun dan Jeno bersamaan membuat Taeyong mengangguk.
"Aku tak dapat menjelaskannya di sini. Lebih baik kita menyelesaikan ini dengan cepat, lalu masuk ke dalam pesawat!" bisik Taeyong.
Mendengar hal tersebut, Jeno pun bergabung dan melakukan hal yang sama dengan Kun dan Taeyong. Bak adegan adu gulat, Ricky kemudian mengeluarkan senapan angin dan menembakkannya ke arah langit.
Satu lawan satu!
Taeyong dengan agresif berlari menuju prototipe itu. Dengan jelas, pria bersurai hitam tersebut melihat tulisan A di bagian belakang prototipe yang ia hujani dengan pukulan. Sedangkan Kun mendapatkan lawan B dan Jeno dengan prototipe bertuliskan C.
Mereka mengeluarkan kemampuan bela diri yang mereka ketahui. Entah bagaimana, prototipe itu tak merasakan sakit ketika para ketua kaum berhasil melesatkan pukulan berulang kali di tubuh mereka. Ini aneh dan nyata!
Napas Taeyong, Kun, dan Jeno mulai memburu. Ketiganya menghirup oksigen dengan sulit, membuat mereka terlihat sangat kacau. Berkali-kali ketiga ketua itu terhempas ke tanah dengan mudahnya, sehingga meninggalkan luka lecet di sekitar tubuh.
"Apa itu sudah cukup?" tanya Ricky kepada Jeno, Taeyong, dan Kun sembari tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi yang rapi.
Kun yang semula terbaring di atas tanah, kemudian bangkit dengan sempoyongan. Dadanya naik turun dan darah mulai keluar dari sudut bibirnya. Untung saja, warna darah para mutan terlihat mirip dengan darah manusia, sehingga para petugas di sini tak curiga sama sekali pada Kun.
"Aku.. belum selesai," tantang Kun dengan tatapan tajam.
"Kalau begitu, kita selesaikan saja!" lanjut Ricky santai.
Tiba-tiba saja ketiga prototipe itu berdiri sejajar. Mereka menyilangkan kedua tangan di atas dada dan mulai memejamkan mata.
Sedetik...
Dua detik...
Tiga detik...
Mereka mengeluarkan cahaya biru terang yang langsung menuju ke arah Kun. Ketua mutan itu spontan menaikkan kedua tangannya dan memejamkan mata akibat sinar yang menyilaukan tersebut.
Belum sempat sinar itu melukai Kun, Taeyong telah berdiri melindungi ketua mutan dengan kedua tangan yang juga menyilang di depan dadanya. Ia menerima semua sinar panas yang menerjang, membuat Kun dan Jeno terperangah.
Setelah sinar itu redup, seluruh pasang mata yang menyaksikan adegan laga ini hanya mampu melongo. Bagaimana tidak, tangan Taeyong yang semula adalah kulit manusia, kini luruh dan memperlihatkan tangan yang terbuat dari bahan robot.
"Kau... cyborg?!" seru Ricky tak percaya.
Taeyong menurunkan kedua tangannya dan menatap jari-jari kaku itu dengan membelalakkan mata. Ah, semua sudah terlambat. Mereka ketahuan!
"BERSIAP!" titah Ricky dengan lantang.
Para petugas senior mengangkat berbagai jenis senjata yang berada di dekat mereka. Mengarahkan langsung pada Taeyong, Jeno, dan Kun.
"Tembak!"
Kun mengangkat kedua tangannya ke arah samping. Sontak, semua peluru tertahan di udara, seolah mesin waktu berhenti saat itu juga. Pria bersurai gelap ini memandang semua orang dengan tatapan tajam. Ia kemudian menarikan tangan di udara dan peluru itu berubah haluan, kembali menghadap pada sang empunya.
"Aku... butuh balas dendam!" ujar Kun terengah-engah, membuat peluru itu melesat cepat menembus jantung para petugas.
Ricky semakin tak terima dengan banyaknya petugas yang tewas. Ia kembali menyuruh petugas yang tersisa untuk menembak para ketua kaum ini.
"Tembak!"
Jeno dengan cepat mengeluarkan besi dari tangannya. Besi itu bahkan terbang memotong semua tangan petugas bahkan sebelum mereka dapat menarik pelatuk.
Banyaknya korban berjatuhan, tidak membuat Jeno, Kun, dan Taeyong merasa empati. Mereka justru semakin tidak terkendali dan berusaha mencoba meledakkan Area 51 setelah semua petugas ini mati.
Ketiga REX berlari menerjang ketua kaum itu. Namun, REX tersebut tertarik dalam pusaran angin topan yang tiba-tiba saja terbentuk di tengah-tengah adegan baku hantam. Tak hanya REX; Taeyong, Kun, dan Jeno juga tertarik dalam pusaran itu dan masuk ke sebuah pesawat.
Di dalam pesawat tersebut, mereka dapat melihat Yuta, Johnny, dan Jisung yang telah pulang dari penjara Dark V beberapa hari yang lalu. Ketiga ketua kaum tersenyum lega dan jatuh terduduk dalam pesawat invisible milik Johnny.
Bagaimana dengan ketiga REX itu?
Ah, mereka dalam posisi malfungsi. Mereka mengejang dan sesekali mengeluarkan percikan api.
"Bagaimana kau melakukannya?" tanya Kun pada Jisung.
"Aku membuat pusaran dengan malware di dalamnya," jelas putra Dewa Zeus.
"Lantas, mengapa kami baik-baik saja?" selidik Kun untuk kedua kalinya.
Jisung memutar matanya malas, "Ya karena pusaran yang aku buat untuk makhluk ini berbeda dengan pusaran kalian!"
Makhluk di pesawat itu hanya mampu mengangguk ringan sembari menatap REX yang sudah terbaring tak sadarkan diri di dekat mereka.
To be continued
***
© Ignacia Carmine (2020)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top