XV. Area 51 (1)

“The best way to find out if you can trust somebody is to trust them.” — Ernest Hemingway

.
.
.

Area 51, Nevada, US

Taeyong, Kun, Jeno, beserta para pasukan Angkatan Udara lainnya masuk ke Area 51 siang itu. Mereka bertiga menyelinap sebagai pasukan pengamanan negara tersebut dan akhirnya tiba di tempat tujuan. Dengan seragam lengkap, mereka turun dari mobil dan berpencar seketika itu juga.

Taeyong berjalan lurus menuju salah satu barak. Ia menghentikan langkahnya di depan lemari, tempat penyimpanan obat-obatan. Sepengamatannya, hanya ada tiga orang di barak ini. Dua orang sedang mengobrol santai di ujung, sedangkan satu orang lainnya berjalan ke arah Taeyong.

"Kau mau ke bawah?" tanya pria bersurai hitam itu dengan gerakan dagunya.

"Ke bawah?" Taeyong menatap manik pria itu lekat.

"Ah, aku baru ingat kau baru di sini. Aku akan mengantarmu jalan-jalan sebelum kita melakukan penerbangan jika kau mau."

"Oh, ya. Tentu saja!"

Taeyong tersenyum tipis. Pria tersebut berbalik badan dan berjalan bersama Taeyong menuju tempat yang disebut 'bawah'. Mereka melewati beberapa barak, menyapa setiap orang yang lewat, dan masuk ke dalam ruangan yang dapat dikatakan minim cahaya.

Hah, ternyata ini belum cukup. Mereka kemudian menggunakan lift menuju tempat yang sebenarnya. Lift itu bergerak turun. Nampaknya mereka masuk ke ruang bawah tanah.

Sesaat setelah pintu besi bernomor dua belas terbuka, Taeyong hanya mampu mengerjapkan matanya berulang kali.

"Kenapa?" tanya pria tadi saat ia menyadari jika Taeyong kini tak berjalan di sampingnya, lebih memilih untuk berhenti.

"I-Ini..."

"REX!" ucap pria berkacamata bernama Steve yang telah berdiri di belakang Taeyong. Ketua kaum cyborg itu memutar tubuh, mendapati Steve telah mengulurkan tangannya. "Senang berkenalan denganmu, Pak Lee," sebutnya dengan senyum yang merekah.

Taeyong membalas uluran tangan Steve. "Oh, tanganmu dingin sekali!" ujar pria bermanik biru tersebut.

Refleks, lidah Taeyong keluh. Pria bersurai gelap itu tak membalas pernyataan Steve. Sadar jika ini adalah area paling rahasia di muka bumi, Taeyong dengan cepat mengembalikan kewarasannya. Ia tak ingin manusia itu menyadari jika kulit yang melapisi tangan robotnya ini adalah kulit imitasi. Kulit yang ia peroleh dari kaum mutan.

"Ah, karena kalian berdua sudah bertemu, aku tinggal, ya? Aku harus kembali ke atas karena lupa sesuatu," ujar pria yang diketahui bernama Ricky, yang mengajak Taeyong untuk mengunjungi tempat ini.

Steve menengadahkan tangannya, mempersilakan Taeyong untuk mengamati tempat tersebut sembari Steve menjelaskan.

Mereka akhirnya tiba di depan sebuah tabung berukuran dua meter yang diisi oleh cairan bening. Di dalamnya terdapat makhluk yang mirip dengan manusia. Namun, Taeyong yakin jika itu bukanlah manusia.

"Ini REX. Salah satu makhluk ciptaan kami di Area 51. Oh, ini cuma satu-satunya, kami tidak menciptakan makhluk lain," jelas Steve dengan senyum bangganya.

Taeyong mengerutkan kening dan menoleh dengan cepat ke arah Steve yang saat ini tersenyum bangga. "Untuk apa kalian menciptakan ini?"

"Hanya sebagai alat pertahanan negara."

Ketua cyborg melanjutkan, "Bukannya kita telah memiliki Elektra?"

Steve memandang Taeyong. Ia memperbaiki letak kacamatanya dengan jari telunjuk, lalu kembali mengangkat kedua sudut bibirnya. "Ya, Elektra memang luar biasa. Aku mengakui jika alat yang mereka buat merupakan alat yang mengagumkan, baik defense and attack. Tapi... aku juga menginginkan manusia menciptakan hal yang sama, atau lebih dari mereka."

"Manusia memang tak pernah puas!" sela Taeyong. Ia mengepalkan tangan, mengeraskan rahang, dan tatapannya ke arah makhluk di tabung itu menajam layaknya samurai.

"Karena pada hakikatnya memang manusia seperti itu. Kau tak bisa memungkirinya sebab dirimu juga manusia."

Untuk sesaat, Taeyong sulit menelan saliva. Hampir saja ia lepas kendali dan menghantam Steve dengan kedua tangannya. Untung, ia cepat tersadar.

Dan apa? Manusia?

Taeyong mendengkus seraya memperlihatkan senyum miring.

"Kau tidak penasaran dengan REX ini?"

"Ah, tentu saja aku sangat penasaran," jawab Taeyong cepat.

"Baiklah, aku menjelaskan sedikit." Steve membuka sebuah alat berbentuk kotak layaknya rubik. Dari kotak tersebut keluar hologram yang menampilkan tubuh utuh dari REX. "Untuk yang di depanmu ini adalah REX-1459. Memang masih prototipe dari beberapa makhluk-"

Taeyong menyela, "Maaf, beberapa makhluk?"

"Ya. REX adalah makhluk dengan kombinasi DNA dari cyborg, mutan, dan manusia. Sebenarnya aku ingin menambahkan DNA demigod agar makhluk ini menjadi yang terhebat di muka bumi. Sayangnya, DNA demigod sulit ditemukan. Bahkan sidik jari mereka pun amat sangat membingungkan bagi para peneliti di seluruh dunia. Kau tahu? REX ini mengalami mutasi yang memukau."

"Seperti apa mutasinya?"

"Ah, sulit untuk ku jelaskan. Jika aku menjabarkannya di sini, kau juga tak akan mengerti. Ini bukan bidangmu."

Holy shit!

Taeyong menyeringai, "Walaupun di sini aku hanya sebagai petugas biasa, kemampuanku dalam genetika tak perlu diragukan. Try me!"

Steve menggeleng lemah, membuat Taeyong menautkan kedua alisnya. "Kau mungkin hanya belajar genetika ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah. Trust me, ini jauh lebih sulit dari sekedar persilangan antara paprika berwarna merah dan kuning."

Sabar, sabar, sabar batin Taeyong.

"Lantas, kau tak akan menjelaskannya padaku?"

"Tentu saja tidak. Maafkan aku. Entah bagaimana aku menceritakan ini padamu. Padahal, kau masih baru di sini."

"Kau bisa percaya padaku," ujar Taeyong dengan senyum miring. Ia memandang netra Steve sekilas, lalu beralih menatap tabung-tabung REX itu.

Untuk dikhianati! batin Taeyong untuk kesekian kali.

Kembali, mereka melanjutkan perjalanan mengitari ruangan dan mengamati REX yang lain.

***

Area 51 dikenal sebagai Force Flight Test Center adalah daerah paling tertutup yang dimiliki oleh Pemerintah. Tempat ini digunakan sebagai pusat berbagai pembangunan yang bersifat rahasia serta percobaan pesawat tempur terbaru. Percobaan pesawat ini selalu saja dilakukan di malam hari, sehingga musuh atau masyarakat tidak dapat melihat jelas bentuk kendaraan tersebut.

Tak mengherankan jika Jeno -yang saat ini berdiri di sebuah ruangan tertutup- terpukau dengan banyaknya jenis pesawat yang terparkir. Langkahnya terhenti di depan pesawat jenis C-21 berwarna putih yang berfungsi untuk mengangkut kargo dan penumpang.

"Kau pernah mengendarainya?" Suara dari sampingnya itu mengalun di gendang telinga Jeno.

Putra Ares tersebut dengan cepat menoleh pada seorang pilot wanita yang juga memakai seragam Angkatan Udara di samping kanannya. Wanita itu terlihat menawan dengan senyum manis dan rambut blonde-nya yang diikat ekor kuda. Bibir yang tipis serta manik berwarna hitam legam, sukses menarik perhatian Jeno.

Ketua demigod itu tersenyum seraya menggeleng lemah. "Tidak pernah sekalipun."

"Kau dari mana saja hingga tak pernah mengendarai ini? Hei, hampir semua pilot sudah pernah menungganginya," senyum sang wanita.

"Mungkin kau tak tahu jika aku 'anak baru' di sini."

"Oh? Pantas saja aku baru melihatmu. Perkenalkan, aku Cassie."

"Aku Lee."

"Jadi, kau akan menggunakan pesawat jenis apa untuk percobaan malam nanti?" tanya Cassie dengan tangan kanan yang bersandar pada badan pesawat.

Jeno menggelengkan kepalanya ringan, "Aku tak tahu. Aku menerima apapun jenis pesawat yang diberikan padaku!"

"Tinggal pilih," ujar Cassie sembari menengadahkan kedua tangannya. "Ada begitu banyak pesawat yang bisa kau gunakan. Dan kalau kau ragu terkait izin, ada aku. Biar aku yang bicara pada si Bos."

"Ah, ya. Aku akan memikirkannya lagi."

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Aku harus bersiap untuk bermanuver sebentar lagi."

Jeno menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya, membentuk 'Ok'. Sedangkan Cassie hanya tersenyum manis, meninggalkan Jeno seorang diri.

"Hah! Apakah dia tertarik padaku?" simpul Jeno sambil menggeleng pelan. Terdengar narsis, namun Jeno tak memungkiri jika wanita tersebut memang tipenya. Ia dianggap berhasil membuat putra sang dewa perang itu terpukau.

Menyadari hal tersebut, Jeno pun menggeleng dan melangkahkan kakinya pergi dari parkiran pesawat tersebut.

To be continued

***

© Ignacia Carmine (2020)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top