XIII. Penjara Dark V (1)
“When we lose the right to be different, we lose the privilege to be free.” — Charles Evans Hughes
.
.
.
Everest, Nepal-Tibet, 11.20
Johnny, Yuta, Jisung, dan Haechan sedang mengendarai helikopter baru menuju puncak gunung tertinggi di dunia itu.
Sebelumnya, Haechan dengan kukuh meminta izin pada Taeyong agar helikopternya dapat terbang menuju gunung Everest. Setelah Taeyong menyuruhnya untuk memperbaiki beberapa komponen, Haechan pun diberi izin. Mereka berangkat ke Nepal dengan pesawat invisible milik Johnny yang besarnya tiga kali lipat dari pesawat biasa untuk membawa helikopter ini.
Awalnya Johnny ingin menggunakan pesawat invisible saja menuju gunung Everest. Sayang, Haechan merajuk dan itu membuat Johnny tak berkutik.
"Kalian ingin tahu nama helikopter ini?" tanya Haechan antusias pada Johnny, Jisung, dan Yuta. Namun, ketiga makhluk yang ditanya itu hanya terdiam. Wajah mereka pucat sejak awal Haechan mengoperasikan helikopternya. Berkali-kali mereka mengalami turbulensi yang membuat jantung Johnny serasa pindah ke leher.
"Hei, aku berbicara pada kalian!"
"Ya.. tentu saja! Apa nama helikopternya?" respon Jisung dengan nada cepat.
"Namanya LH."
"LH?" seru Johnny, Yuta, dan Jisung bersamaan.
"Iya, LH. Love Haechan," ujar cyborg muda itu sembari memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
Ah...
"Norak sekali!" jawab Yuta asal. Namun, itu tak membuat Haechan bersedih. Ia justru bersiul dengan memamerkan senyum terbaiknya.
Tinggal beberapa meter lagi mereka akan tiba di atas gunung.
Krek...
"Oh, suara apa itu?" tanya Yuta dengan bibir yang bergetar.
Semakin lama, suara itu semakin jelas. Hingga akhirnya, helikopter mengalami beberapa malfungsi. Lampu tanda evakuasi pun berbunyi, membuat Haechan dengan cepat memberikan intruksi.
"Ini sudah gawat! Dalam hitungan ketiga kita lompat. Satu... dua... tiga..."
Keempat makhluk itu pun akhirnya keluar dari helikopter yang meledak di udara. Mereka terdorong oleh kursi pelontar dan ditolong oleh parasut yang sejak awal penerbangan telah melekat di tubuh mereka.
Melihat kegagalan helikopter buatan Haechan ini, Johnny, Yuta, dan Jisung hanya bisa mendengkus kesal. Mereka pun dengan tenang mengatur parasut, menyesuaikan dengan arah angin. Hingga akhirnya, mereka berhenti di dekat tebing yang tak jauh dari penjara Dark V.
Gelap!
Hanya itu kesan pertama yang mereka dapatkan di pegunungan yang penuh dengan salju ini. Kurangnya kadar oksigen serta dinginnya suhu tidak membuat mereka lemah. Bahkan, mereka tak merasakan apapun. Tak hanya itu, langit yang menampakkan awan berwarna abu-abu, menambah kesan horor di pegunungan ini.
Johnny, Yuta, Jisung, dan Haechan mengamati dua petugas yang menjaga gerbang utama.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Yuta berbisik.
"Manipulasi! Terserah manipulasi apa saja!" tegas Johnny membuat Jisung hanya memutar matanya malas.
"Kalian tidak memiliki rencana?" sela Jisung.
"Punya. Hanya saja, kami tidak pernah berencana untuk tiba di depan gerbang seperti ini. Rencana kami dari A-Z hanya tiba di gerbang belakang," ucap Johnny.
Keempat makhluk itu terdiam.
"Aku tidak ingin membuat keributan. Sekarang kalian harus pakai caraku!" ajak Jisung yang bangkit dan berjalan tanpa memedulikan pendapat para cyborg.
Melihat kedatangan empat makhluk asing, kedua petugas itu segera mengangkat senapan.
Jisung menyingkirkan senapan tersebut dengan jari telunjuknya. Ia tersenyum manis, menampilkan eye smile yang menawan.
"Bolehkah kami masuk?" tanya Jisung santai. Sontak, ketiga degup jantung para cyborg itu berdetak lebih cepat.
Apa yang Jisung katakan? Apa dia sudah tak waras? Mana mungkin petugas itu dengan gampangnya memberikan akses masuk!
Tak lama kemudian, kedua petugas itu memejamkan mata, lalu terjatuh.
Mereka tertidur pulas?
Jisung pun memutar tubuhnya sembari menyilangkan tangan kanan di dada. Ia membungkuk sembilan puluh derajat, bangkit, dan mengucapkan terima kasih.
Johnny, Haechan, dan Yuta saling menatap satu sama lain. Tidak mengerti dengan apa yang baru saja Jisung lakukan.
Keturunan Dewa Zeus itu mendongakkan kepalanya menatap langit.
"Kau memberikan hormat pada siapa?" tanya Haechan penasaran.
"Dewa Hypnos!"
"Huh?"
"Ya, Dewa Tidur. Dewa Hypnos. Ia mengatakan bahwa ia sedang berkeliling di Bumi dan tanpa sengaja bertemu kita di sini! Bukankah ini suatu kebetulan yang membahagiakan?!" seru Jisung.
Ketiga cyborg menautkan alis.
"Lantas, mengapa kami tak dapat melihatnya? Harusnya kami juga memberikannya penghormatan dan terima kasih," seloroh Johnny.
"Hanya keturunan dewa yang bisa melihatnya. Kalian bisa berdoa dan menyelipkan ucapan terima kasih dalam doa itu. Kalian tahu jika para dewa hanya menyukai doa, bukan?"
Ketiganya mengangguk cepat, membenarkan pendapat Jisung.
Mereka akhirnya bergegas masuk dengan mengendap-ngedap ke ruangan baju para penjaga.
Penjara Dark V dilengkapi dengan sensor suara di setiap pintu, sehingga pintu akan terbuka jika suara yang terdengar berasal dari para petugas. Haechan memanipulasi pita suaranya agar mirip dengan suara petugas yang tertidur di gerbang.
Hingga akhirnya, pintu ruang baju pun terbuka. Mereka mengambil pakaian dan memasangnya dengan cepat.
Entah mengapa, penjara ini terlihat sangat sepi. Hanya ada beberapa petugas yang berkeliling dan terkesan tidak ketat. Apa mungkin pemerintah terlalu memercayai penjara ini? Apa pemerintah sangat yakin jika tak ada lagi tahanan yang akan kabur?
"Hei, apa kalian tahu?" bisik Johnny pada tiga makhluk yang berada di sampingnya tepat setelah ia merapikan pakaian. "Aku tidak dapat menggunakan technopaty di sini!"
"Hah? Benarkah?" respon Yuta dengan mata yang terbelalak.
"Sssshhhhhh..."
"Aku dapat menggunakan sensorku. Begitu pula Haechan dapat memanipulasi suara! Ada apa denganmu?" kata Yuta yang hanya diberi gelengan oleh Johnny. "Dan kau juga! Kau cari mati, ya? Bagaimana mungkin kau meminta izin pada petugas tadi tanpa takut sedikit pun?" lanjut Yuta, menoleh pada Jisung yang sedang sibuk merapikan rambutnya.
Jisung kemudian merogoh kantung celananya, mengepal sesuatu, dan memamerkannya di hadapan cyborg.
"Wow!" pekik Johnny. Spontan, tangan Haechan menutupi mulut cyborg tersebut.
"Aku berencana untuk memberikan mutiara duyung ini sebagai alat tutup mulut. Tetapi, aku menyadari jika Dewa Hypnos berada di atasku dan melarangku untuk memberikannya. Sebagai ganti, Dewa Hypnos menidurkan mereka semua."
Haechan, Johnny, dan Yuta hanya sanggup mengangguk ringan. Sesekali, Yuta nampak mencuri pandang pada mutiara tersebut. Sebab, mutiara itu sangat indah dan membuat siapa saja yang melihatnya akan kehilangan fokus.
Haechan kemudian mengambil senjata laras panjang dan berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, Haechan sempat menoleh dan mengatakan, "Kita akan segera berkumpul lagi. Pastikan kalian tetap hidup!"
Haechan dengan cepat berjalan menuju lorong paling depan, tempat di mana para manusia dengan kejahatan berat ditahan. Tak lupa pula Haechan membalas sapaan dari para penjaga yang tak menyadari jika Haechan bukanlah petugas Dark V sebenarnya.
***
Jisung dengan langkah seribu menuju lorong keempat. Ia memperhatikan pintu berlapis baja tebal itu dengan lekat.
"Hai, Park!" tepuk salah satu petugas pada bahu Jisung. Ia berdiri tepat di belakang keturunan Zeus tersebut.
Jisung lalu memutar tubuhnya dan melirik name tag sang petugas. "Hai juga... Cheng!"
"Kau petugas baru itu, bukan? Park!"
Jisung mengangguk, "Tentu. Tentu saja! Tapi dari mana kau mengetahui namaku?"
"Dasar anak baru! Namamu tidak hanya terletak di depan, tapi juga di belakang dekat pinggang," ujar Cheng sembari mencubit pinggang Jisung dengan ekspresi yang menjijikkan.
"Ah, ya! Aku benar-benar sangat bodoh, tidak memperhatikan hal sekecil ini," ucap Jisung sembari tersenyum kaku.
"Kau akan memeriksa lorong para mutan? Ckck kau berani sekali! Pantas saja Komandan mereskomendasikanmu di sini. Keberanianmu patut diacungi jempol."
Untuk sesaat, Jisung hanya mampu tersenyum dan mengangguk pelan.
"Hei, Park! Masuklah!" ujar Cheng, menengadahkan tangannya menuju pintu.
Kesadaran Jisung kembali. Ia pun menunduk dan berjalan cepat meninggalkan Cheng yang masih tersenyum melihat kepergiannya. Setelah pintu tertutup, Jisung membuang napas dan menundukkan pandangannya. Ia kemudian berjalan lambat, melihat satu per satu sel berukuran 3x5m itu.
Sel pertama dihuni oleh mutan dengan tubuh penuh bulu. Ukuran tubuhnya pun sangat besar layaknya Kingkong. Ia meronta-ronta pada Jisung, minta dilepaskan. Sayang, Jisung meninggalkannya dan hanya mampu berjalan lurus tanpa melihat ke kanan dan kiri lagi. Hingga pada akhirnya, sebuah tanaman rambat berhasil melilit kaki Jisung. Ia pun jatuh dengan posisi tertelungkup.
Jisung lalu bangkit dan menepuk-nepuk kedua tangan, kaki, serta perutnya. Netranya melihat pada sebuah sel di sisi kiri yang terlihat sangat indah dengan banyaknya bunga.
Putra Zeus itu kemudian menyentuh sel transparan dan menyapu embun yang menyelimuti bagian depan pintu sel.
Jisung dapat melihat sesosok makhluk yang duduk bersandar dalam bak air sembari menarikan tangannya di udara. Ia terlihat menyapa seekor kupu-kupu. Membiarkan makhluk kecil nan rapuh itu hinggap di tangannya. Ia juga tersenyum, meskipun itu bukanlah senyum kebahagiaan.
Dan, Ya!
Bak itu terisi oleh air yang sangat jernih. Di sebelah bak itu terdapat sebuah akuarium. Entah apa nama sebenarnya. Namun, Jisung meyakini jika itu adalah akuarium, tentu saja tanpa ikan di dalamnya.
Netra Jisung teralihkan sesaat setelah ia melihat dua petugas dan seorang peneliti wanita berpakaian putih masuk ke dalam sel itu. Ketiganya masuk melalui pintu belakang sel dan memaksa mutan tersebut untuk berdiri.
Sang mutan berteriak sekuat tenaga. Ia tak ingin dimasukkan dalam akuarium berbentuk tabung dengan penuh air itu. Sebisa mungkin ia memohon ampunan. Namun sayang, ketiga manusia tersebut tetap memaksa sang mutan untuk masuk ke dalam akuarium dan mengalirkan listrik bertegangan tinggi.
Sontak, Jisung terpaku. Keningnya mulai mengeluarkan keringat dan detak jantungnya tak beraturan. Untuk sesaat, Jisung hanya mampu menutup matanya, membelakangi sel itu, dan meremas dadanya yang terasa sesak.
"Mengapa... mereka kejam?" lirih Jisung.
Ia kemudian menoleh pada sebuah papan informasi yang terletak di sebelah kanan sel, lalu kembali melihat barcode yang berada di pintu transparan itu.
"Hendery, Magometakinesis, 44 - 101100."
Jisung memejamkan mata sekali lagi dan mulai mengingat nama-nama mutan yang sebelumnya telah disebutkan oleh Kun.
"Ya! Ini Hendery!" gumamnya lagi.
Jisung memutar tubuhnya dan melihat keadaan Hendery yang masih berada dalam tabung. Setelah tak sadarkan diri, para petugas memasangkan dua selang di bagian punggung Hendery. Selang sebelah kanan terlihat menghisap cairan berwarna merah. Sedangkan selang sebelah kiri justru memompa masuk cairan merah lainnya ke dalam tubuh Hendery.
"Mereka menjadikan tubuh mutan itu media? Apa ini?!"
Jisung menundukkan pandangannya. Ia ingin sekali berteriak, meskipun ia tahu itu tak mungkin dilakukan sekarang.
Keturunan Dewa Zeus itu bergegas meninggalkan sel Hendery dan berjalan menyusuri satu per satu sel lainnya.
Pemuda bersuara bass tersebut berhasil menemukan Xiaojun yang disiksa di ruangan beracun. Mutan berkekuatan Nekrokinesis itu memegang lehernya dan mengejang di lantai. Tatapannya ke atas dan lidahnya yang menjulur mengisyaratkan jika dirinya sangat kesakitan. Sebelum kehabisan napas, dua orang peneliti memasangkan oksigen pada Xiaojun dan menyuntikkan sebuah cairan. Seketika, Xiaojun pun tak sadarkan diri.
Yangyang sendiri terlihat berada di ruangan yang pengap tanpa cahaya matahari. Ia duduk bersandarkan dinding dengan tubuh yang kurus dan terkulai. Tatapannya kosong, lurus. Dia benar-benar terlihat sekarat!
Berbeda dengan Ten yang mendapatkan pukulan bertubi-tubi di punggungnya. Kedua tangan Ten diikat ke atas menggunakan rantai dan tubuhnya menghadap tepat ke arah pintu. Ia mendongak dengan mata yang sayu.
Netra Ten berhasil bertemu dengan netra berwarna gelap milik Jisung. Keduanya berbagi tatapan tajam, seolah ingin menghancurkan satu sama lain.
TAK!
Jisung menoleh dengan cepat saat seseorang menepuk bahunya.
"Yuta?!" seru Jisung.
"Apa aku mengagetkanmu?"
"Tentu saja! Ah, aku merasa detak jantungku akan berhenti," ujar Jisung seraya memegang dadanya dengan kedua tangan.
"Kita harus pergi ke lorong yang lain! Aku pikir kau sudah cukup lama berkeliling di sini," ajak Yuta.
Untuk beberapa detik, Jisung dan Yuta kembali menatap mata Ten yang tubuhnya telah berlumuran darah, lalu pergi dari hadapan mutan berkekuatan duplikasi itu.
To be continued
***
© Ignacia Carmine (2020)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top