X. Pembagian Misi
“Strategy without tactics is the slowest route to victory, tactics without strategy is the noise before defeat.” —Sun Tsu, Ancient Chinese Military strategist
.
.
.
Elektra, 08.23
Pagi itu, para demigod akhirnya mengunjungi Elektra. Mereka berhasil membuat kediaman para cyborg tersebut lumpuh dalam beberapa menit karena para pekerjanya yang sibuk memperhatikan kelima demigod yang terlihat luar biasa. Untuk pertama kalinya Elektra disambangi oleh lima demigod sekaligus.
"Jen," ucap Taeyong sembari mengulurkan tangannya menyambut keturunan para dewa itu.
Jeno mengembangkan senyumnya, "Apa kau sudah sehat?" tanya Jeno membalas uluran tangan Taeyong.
"Seperti yang kau lihat, Yang Mulia. Silakan."
Taeyong mengajak Renjun, Jeno, Jaemin, Chenle, dan Jisung menuju sebuah ruang pertemuan yang didominasi oleh warna putih. Ciri khas Elektra.
Tatapan Renjun berhenti pada sesosok makhluk yang sedang mereka incar, Winwin. Untuk sesaat, dia hanya beradu pandang dengan mutan tersebut.
Kini, ruangan itu telah diisi oleh Taeyong, Haechan, Yuta, Johnny, dan Taeil sebagai perwakilan cyborg. Setelah itu, ada Jeno, Renjun, Jaemin, Jisung, dan Chenle sebagai perwakilan demigod. Serta Kun dan Winwin untuk perwakilan para kaum mutan.
Taeyong kemudian berdiri untuk membuka pertemuan.
"Selamat pagi, semuanya. Terima kasih kami ucapkan kepada para tamu yang menyempatkan diri untuk hadir.
"Tanpa mengulur waktu, saya akan menyerahkan pertemuan ini pada Jeno sebagai Ketua. Silakan."
Taeyong pun duduk dan digantikan oleh Jeno yang kini telah berdiri sembari membuka beberapa dokumen di hadapannya. Jeno juga mendapatkan bantuan dari Johnny untuk menampilkan isi dokumen dalam format hologram di hadapan semua makhluk.
"Sebelumnya saya dan demigod lainnya mengucapkan terima kasih atas undangannya. Terkait masalah yang terjadi belakangan ini, saya merangkum beberapa hal yang harus kita lakukan sebagai langkah awal untuk mencari bukti yang konkret terkait pemerintah."
Jeno kemudian menekan tombol persegi yang berada di sisi kanan mejanya.
"Misi ini saya sebut sebagai 'Saviour: Kingdom' dengan anggota yang hadir dalam pertemuan kali ini," Jeno menoleh cepat pada salah satu mutan, "kecuali Winwin."
Kun hanya mendengkus, menundukkan pandangannya. Sementara Winwin memamerkan seringai sembari melipat kedua tangan di dada.
"Kami para demigod telah menemukan beberapa titik yang harus diintai. Pertama adalah Air Terjun Havasu di Grand Canyon, yang kedua adalah Area 51, dan terakhir adalah penjara Dark V."
Para cyborg dan mutan mengerutkan kening. Ini adalah kali pertama mereka mendengar penjara Dark V. Selain penjara Dark, tentunya.
Yuta menekan tombol segitiga berwarna merah di ujung meja sebelah kiri miliknya. Tombol tersebut berfungsi sebagai sinyal interupsi, di mana setelah tombol itu ditekan maka wajahnya akan terpampang di hologram meja pertemuan di bagian depan.
"Maaf, apa perbedaan penjara Dark dan Dark V? Di mana kami dapat menemukan penjara tersebut?"
Jeno tersenyum, "Baik, akan saya jelaskan. Perbedaan Dark dan Dark V hanya terletak pada lokasi. Jika penjara Dark ditempatkan di sebuah padang pasir. Maka penjara Dark V terletak di atas pegunungan tertinggi di dunia. Penjara Dark V ini tidak tercantum dalam peta manapun."
"E-Everest?" sela Taeil membuat Jeno mengangguk.
"Beberapa tahanan dipindahkan ke Dark V setelah diketahui bahwa Winwin berhasil kabur. Pemerintah menganggap bahwa penjara Dark tak mampu lagi menahan para tahanan kelas berat dan memiliki kekuatan mematikan. Hal ini telah mereka lakukan dua hari setelah Winwin dinyatakan menghilang. Penjara Dark V jauh lebih gelap dari pada penjara sebelumnya. Rintangan yang dilalui untuk sampai di penjara tersebut juga sangat menguras energi."
Johnny menginterupsi. "S-Saya... Ehm... Apakah kita dapat ke sana menggunakan helikopter biasa?"
Jeno menoleh cepat pada Johnny. Ia menatap cyborg dengan tinggi 184cm itu dengan lekat. "Sudah menjadi tugas kalian untuk mengetahui alat apa yang cocok digunakan di medan seberat itu."
"So?"
"Ambil alih itu Johnny!"
Gila!
Jeno akhirnya memperlihatkan tabiatnya. Memberikan perintah tanpa berpikir sebelumnya. Tidak. Jeno tidak asal. Ia sudah tahu semua kemampuan cyborg, mutan, dan demigod yang berada di ruangan ini.
"Kau memiliki kemampuan technopaty. Apa ada alasan untuk saya memberikannya ke makhluk lain? Saya pikir tidak, John!"
Johnny melongo beberapa detik mendengar perintah Jeno.
"Saya telah mendapatkan makhluk pertama yang akan berangkat ke Dark V. Apa ada lagi yang ingin mengunjungi penjara itu secara sukarela?" tanya Jeno sembari menatap satu per satu tamu dengan wajah yang cerah berbinar.
Haechan mengangkat tangan. Kembali, Johnny hanya melongo. Melihat itu, Haechan tersenyum.
"Hei, tutup mulut baumu itu!" ejeknya pada Johnny. Sontak, semua tamu terkekeh.
"Bagaimana dengan kalian, Yang Mulia?" tanya Jeno pada keempat demigod.
"Karena itu berada 'di atas awan', maka saya mengajukan diri," ujar Jisung.
Renjun tersenyum, "Semoga Dewa Zeus memberikan hadiah terindah untukmu."
Spontan, Jisung menoleh pada Renjun, memamerkan sudut bibirnya yang terangkat, dan mengangguk pelan.
"Ah, bolehkah saya juga mengajukan diri?" ujar Yuta sembari menaikkan tangannya.
"Tentu saja!" jawab Jeno singkat.
Kembali, Jeno membuka lembaran selanjutnya.
"Air Terjun Havasu, saya mengusulkan Taeil, Jaemin, Renjun, dan Chenle. Tidak apa-apa kau pergi bersama ketiga demigod?" tanya Jeno pada Taeil.
Pemuda cyborg itu mengangguk, "Selama mereka tak mengirimkanku pada Dewa Hades, itu tak masalah."
Jaemin, Chenle, dan Renjun tertawa pelan. Sesekali, Renjun menutupi mulut dengan tangan kanannya agar tawanya tak lolos begitu saja. Ah, ada-ada saja cyborg satu itu.
"Yang terakhir adalah Area 51, di mana saya, Kun, dan Taeyong yang bertanggung jawab untuk menelusuri tiap sudutnya."
Jeno kemudian memandang Kun dan Taeyong bergantian. Tatapannya yang semula sangat ramah, kini berubah menjadi tajam bak mata pisau. "Pulang dengan hasil. Atau mati dengan sia-sia!"
Mendengar itu, Kun dan Taeyong mengembuskan napasnya. Mereka secara bersamaan menyandarkan tubuh pada tempat duduk berwarna putih.
"Kau tidak akan pernah bisa mati, Yang Mulia!" lirih Taeyong. Jeno membalas dengan mengangkat satu sudut bibirnya, "Dan kau sudah pernah merasakan mati sekali. Oh, maksudku keadaan sekarat."
Taeyong dan Jeno kemudian menoleh pada Kun yang kini berubah posisi, duduk tegap. Ia mengeratkan kedua tangan di atas meja dengan tatapan lurus pada hologram yang menampilkan wajahnya. Ia kembali memusatkan netranya pada Jeno.
"Kita lakukan sampai akhir, Yang Mulia!"
Jeno tersenyum merekah mendengar jawaban Kun.
"Oke, saya pikir ini akan jadi sangat menyenangkan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi setibanya kalian di sana. Entah, kita akan mati atau tidak. Tapi saya berharap kita semua dapat kembali lagi ke sini untuk berbagi data yang kita dapatkan. Ada yang ingin kalian tanyakan?"
Jaemin menekan tombol, "Kapan kami bisa mulai mengintai?"
"Hari ini hingga minggu depan. Setelah itu, saya akan menjadwalkan kembali pertemuan untuk membahas data. Ada lagi?"
Jeno mengedarkan pandangannya. Mencoba mencari raut kebingungan dari para makhluk di ruangan ini dan nampaknya Jeno tak menemukan hal tersebut.
"Jika tak ada yang ingin ditanyakan, silakan tinggalkan ruangan, kecuali Kun dan Taeyong!" titah Jeno, membuat makhluk lainnya bangkit dan meninggalkan para ketua kaum untuk tetap berada di ruangan.
Kun dan Taeyong pun berdiri dan mendekat ke arah Jeno.
"Santai saja," ujar Jeno sembari mengambil segelas minuman yang berada di mejanya. Ia meneguk air itu hingga tak bersisa kemudian membuka dokumen lainnya.
Kini, hologram menampilkan wajah Winwin, membuat Kun menautkan kedua alis. Jeno dengan cepat menoleh pada Kun yang berada di sebelah kirinya.
"Apa yang akan kau lakukan, Kun?"
Kun membuang napas dari mulutnya, lalu menggeleng lemah. "Aku tak akan mengembalikannya ke Dark!"
Jeno lalu menoleh pada Taeyong, "Bagaimana denganmu?"
Taeyong mengangkat kedua tangan dengan menengadah. "Aku tak tahu. Yang pasti, cyborg dan mutan sudah bekerja sama. Aku mengikuti kemauan Kun saja."
"Dan sekarang Winwin ada di sini. Cyborg juga tak ingin menyerahkannya pada pemerintah, bukan?" tanya Jeno yang langsung diberi anggukan oleh Taeyong. "Itu berarti tugas kaum cyborg telah selesai, Taeyong. Lalu, apa yang sedang kau rencanakan?"
"Aku harus mengetahui apa maksud pemerintah melumpuhkanku saat berada di Spanyol dan membuat semua cyborg keluar dari penjara Dark V."
"Soal malware itu, aku sudah menemukan jawabannya. Aku pikir kau akan kalah jika menentang pemerintah dalam masalah malware tersebut, Taeyong."
Ketua Kaum Cyborg itu memijat keningnya. Sebenarnya, ia dan Kun telah diberitahu tentang pertemuan Jeno dengan pemerintah. Namun, Ketua Kaum Demigod tidak memberitahu mereka berdua tentang "kemenangan" yang dimaksud beberapa hari yang lalu.
Jika dilihat kembali, kaum cyborg memang telah dianggap selesai dalam menyelesaikan kasus Winwin. Ya, Winwin telah berada di negara mereka dan Elektra. Mereka juga menyerahkan keputusan Winwin pada kaum mutan dan tak berniat menyerahkannya pada negara. Lalu, apalagi?
"Aku menawarkanmu membuat alat untuk mengintai pemerintah. Bagaimana dengan itu?" ucap Jeno.
Taeyong memilih untuk memikirkannya.
"Untuk kaum mutan, aku memiliki permintaan. Jika Winwin mengacaukan rencana yang telah kita susun ini, maka ia akan aku penjarakan di Olympus. Dia akan menggantikan Atlas untuk memikul bola langit. Tak apa?"
Kun yang mendengar itu sempat terkekeh pelan, lalu menggeleng lemah. "Aku meminta waktu juga."
Memangnya Winwin mau? batin Kun seraya menggelengkan kepala berulang kali.
Jeno menyetujui hal tersebut. Ia memberikan waktu paling lama esok hari untuk Taeyong dan Kun berembuk bersama para anggota mereka.
Setelah dirasa cukup, ketiga pemimpin kaum itu akhirnya keluar dari ruangan dan menghampiri para anggota yang sedang asyik bercengkrama sembari meminum wine.
"Aku pikir para demigod akan kembali ke Paxon lebih dulu," sela Jeno dengan eye smile-nya.
"Baiklah!" ujar Yuta mempersilakan.
Kelima demigod pun mengundurkan diri dan berjalan keluar dari Elektra, di mana Jeno terlihat berjalan paling depan.
"Bagaimana, Jisung?"
"Sulit, Yang Mulia!"
"Ah, merepotkan sekali!" seringai Jeno.
Kelima demigod ini memang telah menyuruh Jisung untuk melakukan curi dengar makhluk bumi. Walaupun berkali-kali mereka mengatakan bahwa mencuri dengar adalah perbuatan hina, namun tetap saja ini menjadi satu-satunya alat bagi mereka untuk mengetahui bayangan isi kepala cyborg dan mutan.
Dan hasilnya, Jisung menganggap jika para cyborg dan mutan tak dapat dipercaya satu sama lain. Entah apa yang telah Jisung peroleh dari para pembisik tak kasat mata itu. Yang pasti, demigod harus membuat rencana kedua tanpa diketahui oleh cyborg dan mutan jika sewaktu-waktu ini tak sesuai strategi awal.
To be continued
***
© Ignacia Carmine (2020)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top