VIII. Berhasil Ditemukan

"One's best success comes after their greatest disappointments." - Henry Ward Beecher

.
.
.

Shanghai, China, 09.23

"Kita benar-benar berkumpul kembali? Aku tak menyangka!" seru Lucas. Raut wajahnya yang ceria, membuat Kun dan Winwin tersenyum tipis.

Kun, Lucas, dan Winwin saat ini sedang berada di sebuah rumah makan yang menghidangkan ramen. Menurut mereka, rumah makan ini cukup ramai, terlihat dari para pramusaji yang sibuk mondar-mandir membawa nampan pun catatan. Cita rasa ramen ini pun sudah tak diragukan lagi. Lucas bahkan menambah porsi hingga empat mangkuk untuk memuaskan rasa laparnya.

"Tapi kita tidak bisa berdiam di sini terlalu lama. Kita harus kembali ke Magnum," sebut Kun. Sesekali, ia terlihat memainkan sumpit dan memilin mie tersebut sebelum masuk ke dalam mulutnya.

"Ah, ya, kita harus kembali. Bagaimana jadinya anak-anak tanpa kita," ujar Lucas sembari menyeruput mie.

Winwin mengerutkan kening. "Hei! Kalian telah memiliki anak? Mengapa tak mengatakannya padaku? Siapa yang berhasil meluluhkan hati keras kalian berdua?"

Kun dan Lucas untuk sesaat hanya saling pandang, kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Aku tidak sedang bergurau!" lanjut Winwin. Ia menilik wajah Lucas dan Kun dengan serius.

Lucas menurunkan sumpit, menenggak seteguk air mineral dan kembali menatap Winwin yang duduk di hadapannya.

"Kau mau tahu? Aku dan dia," tunjuk Lucas pada Kun yang duduk di sampingnya, "memiliki anak yang banyak. Jumlahnya ribuan!"

Winwin membulatkan mata, "Kalian gila! Itu tidak mungkin!"

"Apanya yang tak mungkin? Kau tidak tahu jika beberapa mutan tertentu dapat melahirkan dua puluh bayi dalam satu kali kehamilan?" sergah Lucas. Ia masih berusaha untuk memainkan lakon ciamik layaknya aktor.

"Hei, berhentilah bergurau denganku atau aku akan mengirimmu ke Antartika!" ancam Winwin. Alih-alih terlihat menakutkan, ia justru menggemaskan.

"Tapi, kami memang tidak sedang bergurau. Kau harus percaya pada kami," sela Kun.

"Ah, aku tidak akan percaya pada kalian hingga aku melihatnya sendiri. Aku ingin lihat apakah mereka semua mirip dengan kalian atau tidak!"

"Bagaimana jika tak mirip?" tanya Lucas.

"Ya, berarti mereka bukan anakmu!"

Lucas dan Kun kembali tertawa hingga perut mereka kram. Winwin hanya memutar bola matanya malas setelah melihat tingkah kedua teman lamanya itu. Namun, Winwin dengan cepat membungkam mulut Kun dan Lucas dengan tangannya, sesaat setelah melihat tiga orang berbadan besar menggunakan pakaian berwarna hitam, masuk ke dalam rumah makan itu.

Kun dan Lucas dibuat bingung. Namun, mereka memilih untuk diam sejenak sembari Winwin menatap pada ketiga orang asing tersebut.

Winwin menurunkan tangannya. "Makanan ini sudah kita bayar, bukan?"

Kedua teman Winwin hanya mengangguk.

"Oke, kita akan pergi dari sini dengan teleportasi."

"Win? Di sini? Apa tak masalah?" tanya Kun khawatir. Winwin pun menggeleng dengan cepat merespon pertanyaan ketua para mutan di Magnum itu.

"Ketiga orang yang baru masuk itu adalah anggota CIA!" terang Winwin dengan berbisik, membuat Kun dan Lucas membelalakkan matanya.

Ah, ternyata mereka sudah sampai disini.

"Apa tidak lebih baik kita lari saja?" tawar Lucas.

Kun mengernyitkan kening, "Bukannya lebih baik teleportasi?"

"Kau tak melihat tangannya? Tangan dia luka parah setelah kita bertiga teleportasi!" tunjuk Lucas pada Winwin.

Winwin melirik kedua tangannya. Ia mengepalkan dan membuka tangan secara bergantian. Beberapa sayatan memang terlihat jelas di tangannya. Sejatinya, Winwin adalah mutan yang hanya dapat memindahkan barang dan dirinya sendiri. Hanya itu yang ia ketahui tentang kekuatannya sejauh ini.

Winwin tidak mengetahui jika teleportasinya bersama Kun dan Lucas beberapa waktu lalu justru membuat tangannya seperti ini. Tak masalah. Winwin memang menganggap ini bukan masalah besar. Sebab, luka tersebut tak menimbulkan rasa sakit sedikit pun.

"Aku tidak ingin tanganmu terluka lebih parah lagi. Kita benar-benar harus lari!" simpul Lucas, menatap tajam pada Winwin.

Kun mengedarkan pandangan. Ia pun melihat sebuah lorong menuju dapur rumah makan ini. Kun sangat yakin dengan apa yang akan ia lakukan. Semoga, ini membuat mereka tak ketahuan oleh pihak CIA.

Seolah melakukan telepati satu sama lain, tatapan Lucas dan Winwin mengikuti Kun.

"Siapa yang akan ke sana duluan?" tanya Winwin.

"Tentu saja kalian berdua. Aku akan berada di belakang. Jika mereka menyerang, aku hanya akan melebarkan sayapku dan melindungi kita semua," jelas Lucas, membuat Kun dan Winwin mengangguk. "Sekarang, pergilah!"

Winwin dan Kun berjalan cepat, meninggalkan Lucas yang melirik pada tiga orang yang duduk di belakang mereka.

Lucas pun bangkit dan berjalan masuk ke lorong tersebut. Sesaat sebelum menghilang dari pandangan, ketiga anggota CIA itu secara tiba-tiba mengangkat pistol dan menghujani Lucas dengan amunisi. Refleks, Lucas melebarkan sayapnya dan menutup lorong dengan cepat.

Para pelanggan dan pegawai berhambur ke luar dari rumah makan mendengar keributan. Polisi Shanghai pun tiba, mengepung tempat itu. Sayangnya, Lucas, Kun, dan Winwin telah kabur dari sana.

Mereka dengan cepat berlari tanpa arah. Sebisa mungkin tak terlihat dari aparat. Sayap Lucas yang terluka parah, membuatnya semakin lemah. Tetesan darah itu menghiasi perjalanan mereka dalam mencari tempat yang aman.

Setelah cukup jauh berlari, Lucas, Kun, dan Winwin memutuskan untuk masuk ke dalam saluran pembuangan air. Mereka mengatur napas dan berjalan dengan susah payah. Letih yang mereka rasakan tak terhingga. Kun memapah Lucas yang terluka parah. Secara perlahan, satu per satu bulu sayap putih miliknya berguguran dan mengeluarkan darah berwarna merah. Hal ini membuat Winwin dan Kun sangat khawatir.

"Apa kau memiliki ponsel?" tanya Kun pada Winwin. Lawan bicaranya itu mengangguk.

Winwin membuka dan merogoh tas, mencoba meraih ponsel yang terletak di bagian paling bawah. Setelah menemukan benda kecil tersebut, Kun melakukan pemindaian dengan mengangkat ponsel dan menyejajarkan ke lengan kanan, memperlihatkan barcode miliknya.

"Tidak! Apa yang kau lakukan? Jika alat komunikasi itu mendapat barcode-mu, maka pemerintah dengan cepat akan menemukan kita!" panik Winwin.

Kun tersenyum lemah. "Barcode milikku dan Lucas memang telah terdaftar di pemerintah, begitu pun dengan milikmu dan mutan yang lain di Dark. Aku rasa percuma kita lari seperti ini, Win."

"Maksudmu?" tanya Winwin. Ia bangkit dan mundur beberapa langkah. Tangan Winwin bergetar dan lidahnya kelu. Winwin kembali fokus, membuat portal, dan mengambil sebuah pistol, entah di mana ia menyimpannya.

Pistol tersebut ditodongkan pada Kun. Ketua mutan itu bangkit dan mengangkat kedua tangannya.

"Mereka tak jahat!" ucap Kun lemah. Keningnya pun mulai mengeluarkan butiran-butiran keringat.

Winwin mengangkat satu sudut bibirnya. "Oh? Kau tak ingin mengakui jika dirimu adalah pengkhianat kaum? Hanya karena dirimu adalah ketua kami, bukan berarti kau bisa melakukan apapun sesuka hatimu!"

Tanpa adanya atensi Kun dan Winwin, Lucas mulai pucat dan kehilangan kesadaran sepenuhnya. Ia pun tertunduk sembari bersandar pada dinding yang dingin. Area di sekitar Lucas mulai dihiasi oleh merahnya darah.

Winwin pun menjatuhkan pistolnya dan berlari ke Lucas. Begitu pula dengan Kun.

"Tidak lagi! Ku mohon..." lirih Winwin, memeluk Lucas dengan erat sembari menjatuhkan air matanya.

***

Magnum


Johnny, Taeil, dan Yuta yang bersama-sama dengan demigod membersihkan Magnum setelah adanya gencatan kekuatan, pun dikejutkan oleh gelombang yang dikirimkan dari Elektra. Menyadari adanya gelombang aneh itu, Taeil, Johnny, dan Yuta berlari menuju gerbang utama Magnum dan mengaktifkan kembali aliran elektrik mereka.

Johnny memegang Eareast, melakukan komunikasi dengan cyborg yang berada di Elektra. "Ada apa, Anthony?"

"Kami telah mendapatkan informasi dari barcode Kun, Tuan."

"Ubah dalam bentuk malware agar pemerintah tak dapat mengaksesnya, lalu kirimkan pada kami, sekarang!"

"Baik, Tuan."

Beberapa detik kemudian, Johnny menengadahkan tangannya, menampilkan titik koordinat Kun, Winwin, dan Lucas dalam bentuk hologram.

Kembali, Johnny menghubungi Anthony.

"Kirimkan sinyal pada Kun. Katakan padanya untuk menunggu pesawat yang akan segera tiba. Gunakan pesawat invisible untuk menjemput mereka."

"Lalu di mana kami menurunkan mereka?"

"Tentu saja di Elektra!"

"Baik, Tuan."

Kelima demigod berlari menuju para cyborg.

"Apa yang terjadi?" tanya Renjun.

"Sepertinya kami telah menemukan para mutan itu, Yang Mulia," jelas Yuta, membuat kelima demigod mengangguk pelan.

"Bagaimana jika kita melakukan pertemuan kembali dengan pemerintah? Meminta penjelasan terkait hal ini," usul Yuta.

Jisung menjentikkan jari, "Tentu saja itu harus di lakukan."

Taeil kemudian menambahkan, "Datanglah ke Elektra besok, Yang Mulia. Maka kita dapat membicarakan segala hal."

Jeno tersenyum tipis. Ia menatap Taeil lekat. "Kami ingin sekali melakukannya. Tapi, kami sudah membagi tugas. Besok aku akan ke Pentagon untuk menghadap pemerintah, Jaemin akan berjaga di Paxon, dan Renjun akan mengamankan Magnum hingga semuanya stabil. Sedangkan Chenle dan Jisung yang akan membicarakannya bersama kalian di Elektra."

"Aku pikir itu sudah cukup, Yang Mulia," sela Yuta sembari menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, ayo kembali bekerja," ajak Yuta dengan ceria.

Mereka semua memutar tubuh, berjalan ke arah bangunan Magnum.

"Ah, Yang Mulia Putra Dewi Demeter, bisakah kau mengangkat tanah-tanah itu dan menyusunnya sedemikian rupa. Tanganku pegal dan butuh istirahat. Nampaknya aku tak akan kuat lagi," seloroh Yuta sembari menepuk-nepuk bahu Jaemin dan memperlihatkan deretan giginya dengan lebar.

Jaemin hanya memutar matanya mendengar permintaan Yuta itu.

"Aku tahu dirimu malas!" Jaemin membuang tangan Yuta, "jangan memegangku. Dasar pemalas!"

Yuta memandang punggung Jaemin yang semakin menjauh. "Aku tak berbohong, Yang Mulia. Ah, Jaemin! Kau mengacuhkanku? Hei! Tak sopan kau anak kecil!"

Jaemin mendengkus kesal, tak ingin membalikkan badan menatap cyborg yang sedang marah-marah di belakangnya itu.

To be continued

***

© Ignacia Carmine (2020)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top