IX. Kepercayaan dan X 1995
“In order to establish trust, it is first important that you be trustworthy. This means you should be forthright with all your dealings.” — Paul Melendez
.
.
.
Pentagon, 10.12
Jeno turun dari mobil dengan langkah tegap menuju gedung Pentagon. Entah mengapa, banyak mata yang sedang memperhatikannya saat ini. Benar-benar tak biasa. Sejujurnya, putra Dewa Ares itu merasa risih. Namun, ia memilih untuk tetap diam dan berjalan santai.
Sesaat setelah ia menginjakkan kaki di pintu utama, segerombolan manusia dan robot bersenjata lengkap memeriksa tubuh Jeno.
Huh, pemerintah ternyata masih memiliki ketakutan pada demigod ini.
Jeno kemudian mengangkat tangan dan sebuah robot lainnya pun memeriksanya dari ujung kepala hingga kaki menggunakan sinar inframerah. Setelah dinyatakan bukan ancaman, Jeno dipersilahkan masuk.
Kakinya tiba di ruangan tempat pertemuan. Jeno mengedarkan pandangannya di ruangan tersebut, di mana telah ada dua manusia berusia sekitar 50-an tahun yang merupakan orang penting, Menteri Pertahanan dan Presiden.
"Silakan duduk, Yang Mulia," ucap Edward ramah.
Jeno memilih tempat duduk yang langsung berhadapan dengan proyektor. Seorang wanita yang diperkirakan adalah staf Pentagon pun masuk, menyerahkan sebuah dokumen berwarna hitam yang masih tertutup dengan logo institusi terkait di bagian depan. Jeno hanya menatap dokumen itu sekilas, lalu kembali memusatkan perhatian pada dua orang yang berada di hadapannya itu.
"Saya tak menyangka bagwa kita akan bertemu kembali di sini, Yang Mulia," basa-basi Edward.
"Bisa kita lanjutkan?" tanya Jeno.
"Yang Mulia, perkenalkan saya-"
Jeno menaikkan tangan kanannya. "Anda tak perlu memperkenalkan diri, Presiden Arnold. Seluruh negeri pun tahu siapa Anda. Tolong, ke intinya saja!"
Untuk beberapa saat, Arnold terlihat salah tingkah. Orang nomor satu di negara itu tak menyangka jika ia mendapatkan respon spontan dari demigod. Arnold pun memakluminya dan memilih untuk duduk berdampingan dengan Edward.
"Silakan membuka dokumen tersebut, sambil kami menjelaskan isinya," ujar Arnold.
Jeno membuka dokumen yang berada di hadapannya dan membaca dengan teliti. Ekspresi Jeno terlihat sangat tenang. Bahkan, ia tak mengeluarkan suara sedikit pun. Saking tenangnya, Jeno dan kedua orang di depan itu hanya dapat mendengar dentingan jam dinding. Sesekali Jeno terlihat mengetuk-ngetuk meja dengan kuku tangan kirinya.
"Untuk poin pertama, atas nama cyborg Taeyong," ujar Arnold santai. "Memang benar, pemerintah telah melakukan sesuai dengan tugasnya. Disebutkan bahwa 'Cyborg Taeyong mendapatkan malware di bawah pertanggungjawaban Dewan Keamanan Nasional', itu sesuai dengan undang-undang yang telah disepakati oleh empat kaum.
"Taeyong berhasil menerobos sistem pemerintah dan hal tersebut terhitung sebagai tindakan ilegal yang berujung pada kerusakan diri pribadi. Sekali lagi, ia telah melanggar undang-undang yang disepakati."
Jeno mendongakkan kepalanya, menatap Arnold dengan tajam. Arnold menyadari perubahan air muka Jeno yang mendadak itu. Namun, ia lebih memilih untuk mengacuhkannya dan bersikap biasa saja.
"Kami lanjutkan. Untuk poin kedua, penyerangan Magnum. Ini juga bukan tanpa alasan, Yang Mulia.
"Sesuai undang-undang yang berlaku, 'Jika diantara empat kaum menyembunyikan, menutupi, dan/atau menghilangkan tahanan Dark yang masih berada dalam masa penahanan, maka pemerintah berhak untuk menghancurkan tempat tinggal kaum tersebut.'"
"Tanpa ada pemberitahuan dan evakuasi?" sela Jeno dengan alis yang bertaut.
"Iya, Yang Mulia."
"Bagaimana mungkin kalian melakukannya?! Di sana banyak mutan anak-anak! Di mana rasa belas kasih kalian? Apakah jika Magnum hancur, kalian memiliki lokasi yang lebih baik lagi untuk mereka? Aku pikir tidak!" sebut Jeno dengan nada yang sedikit dinaikkan.
Edward dan Arnold hanya saling pandang sekilas, lalu membuang tatapan mereka. Kedua pejabat negara itu tak mampu menjawab pertanyaan sederhana dari keturunan Ares.
Pemuda bermanik gelap itu mengangkat satu sudut bibirnya, benar-benar tak terima dengan pernyataan sang Presiden.
Jeno menghela napas dan mulai memancing kembali, "Apa ada poin lain? Poin di undang-undang yang dilakukan pada tiga kaum oleh pemerintah akhir-akhir ini?"
Arnold meletakkan pulpen yang sedari tadi ia genggam di atas meja. Manik Arnold kini bertemu dengan manik Jeno. "Tidak. Hanya dua poin itu di undang-undang kami terapkan."
Brak...
Jeno memukul meja dengan kedua tangannya, membuat Arnold dan Edward terperanjat.
"Persetan dengan undang-undang!"
Jeno menurunkan kacamata, memijat kening berulang kali. Ia mengusap wajah sembari mengembuskan napas, membuang kekesalan yang amat menyesakkan dadanya.
Tangan Edward kemudian menekan tombol, yang akhirnya memperlihatkan sebuah dokumen di layar proyektor.
"Kesepakatan ini telah disetujui oleh empat pemimpin kaum berpuluh-puluh tahun yang lalu. Anda tak dapat mengelak atau membatalkannya begitu saja. Sebab, empat pemimpin telah membubuhkan tandatangan pada dokumen undang-undang tersebut," jelas Arnold dengan bangga memamerkan senyumnya.
Putra satu-satunya Dewa Ares dari kaum manusia itu hanya mampu menyandarkan punggungnya pada kursi.
Siapa yang tak mengetahui kesepakatan itu? Satu dunia juga mengetahuinya!
Hanya saja, terkadang oknum manusia memanfaatkan kesepakatan hitam di atas putih itu dengan semena-mena.
Pemerintah benar, tak ada yang dapat Jeno lakukan saat ini. Sebab, peraturan telah tertulis secara jelas dan nyata. Percuma Jeno mengeluarkan tenaga untuk membela para mutan dan cyborg jika mereka sendiri yang telah melakukan kesalahan itu.
Apakah kali ini Jeno mulai berubah pikiran?
"Tolong pikirkan sekali lagi, Yang Mulia. Kami melakukan ini karena ada alasannya. Demi negara, demi perdamaian."
Jeno tak dapat berkelit. Ia mengambil dokumen yang terletak di hadapannya dan membanting dengan keras.
"Ini gila!" sebut Jeno dengan matanya yang nyalang. "Kalian semua gila!"
Jeno pun bangkit, keluar dari Pentagon dengan langkah tergesa-gesa. Ia melepas jas dan membuka kancing atas kemeja. Pemandangan ini justru membuat banyak pasang mata wanita menoleh dengan cepat dan terpukau.
Jeno terlihat sangat seksi. Tentu saja!
Setibanya ia di pintu gerbang Pentagon, Jeno kembali terkekeh mengingat pertemuan yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu.
"Sangat mudah menghancurkan tatanan negara. Hanya butuh pemerintah yang semena-semena dan hukum yang cacat," monolog Jeno sembari melebarkan senyumnya.
Ia kemudian merogoh kantung celana, mencari ponselnya.
"Hai, para cyborg. Kalian sudah merekamnya, bukan?"
"Tentu saja, Yang Mulia," respon suara di ujung telepon.
Jeno tersenyum dengan eye smile-nya. "Hari ini, kita menang!"
***
Elektra, 11.08
Chenle, Jisung, Taeil, Johnny, serta Yuta, kini telah duduk bersama Kun dan Winwin di ruangan pemeriksaan total tubuh cyborg. Mereka menjadi saksi kembalinya Taeyong dan Haechan yang berdiri dengan wajah penuh kebahagiaan.
Mereka telah kembali sehat!
Haechan dan Taeyong melangkah keluar dari kotak berdinding transparan, memeluk satu per satu makhluk di ruangan itu, kecuali Chenle.
"Maafkan aku, Bung. Bukannya aku sombong. Hanya saja, aku tak ingin membuat kalian kembali ke kotak itu," ucap Chenle sembari mengangkat kedua tangannya. Spontan, semua makhluk di ruangan itu terkekeh.
Untuk sesaat, Haechan dan Taeyong terperanjat ketika melihat Winwin telah berada di Elektra. Winwin terlihat berdiri bersandar pada dinding dengan tangan yang terlipat di dada.
Taeyong kemudian menoleh pada Taeil. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Taeil menggeleng, "Setelah melalui semua ini. Aku rasa... strategiku tak begitu baik."
Sang Ketua Cyborg itu mengerutkan kening, meminta penjelasan terkait pernyataan Taeil.
"Tidak! Aku tidak akan mundur. Aku hanya akan mengemban tanggung jawab lain saja. Menjadi ketua ternyata berat," sela Taeil sembari tersenyum tipis setelah melihat ekspresi kebingungan Taeyong.
"Aku pikir, kita harus mengulang strategi awal. Mencari tahu lebih banyak lagi apa yang kita hadapi ke depannya. Untuk itu, bisakah kita beralih ke ruangan pertemuan? Aku harus mendengar lebih banyak dari kalian," tutur Taeyong mantap diikuti oleh anggukan anggota lainnya.
Mereka pun berjalan menyusuri lorong Elektra, masuk ke dalam lift, dan melangkah menuju ruang pertemuan.
"Ke mana Lucas?" tanya Haechan sambil menoleh ke segala arah.
Kun dan Winwin membuang napas. "Dia terluka dan sekarang berada di Magnum. Sebenarnya, aku ingin ia dirawat di Elektra, namun aku berubah pikiran," jelas Kun, membuat Haechan mengangguk pelan.
Taeyong pun kembali memandang satu per satu makhluk yang ada di hadapannya. Secara bergantian, para anggota menceritakan apa yang terjadi selama ini pada Taeyong, termasuk memperlihatkan berbagai dokumentasi terkait.
Hingga pada akhirnya, tatapan Taeyong jatuh pada Winwin dan Kun yang duduk dengan segelas wine di tangannya.
"Kun, ada yang ingin kau sampaikan?"
Kun terkejut mendengar namanya disebut. Ia lalu membuang napasnya kasar.
"Kami, kaum mutan, benar-benar membutuhkan Alerium itu, Yong." Air wajah Kun menyiratkan keputusasaan.
"Mengapa kau kukuh untuk mendapatkannya?"
Kun meletakkan wine itu di atas meja, kemudian memejamkan mata beberapa detik. Ia berjalan menuju jendela yang menampilkan suasana kota yang penuh dengan polusi. Ah, tidak ada keindahan sepanjang netra memandang.
"Kalian tahu X 1995 yang terjadi di Shanghai? Saat di mana demigod, mutan, dan cyborg menjadi satu untuk melawan manusia. Bukan. Bukan keseluruhan manusia. Maksudku, beberapa oknum manusia saja."
Mendengar kata X 1995, semua mulut makhluk di ruangan itu terbungkam. X 1995 adalah awal tragedi antarkaum yang menggemparkan dunia, di mana para polisi secara membabi buta menyerang dan menangkap mutan tanpa sebab. Tak cukup sampai di situ, aparat keamanan di setiap negara juga melakukan hal yang sama terhadap kaum lainnya, cyborg.
Mereka memasukkan dua kaum tersebut dalam penjara khusus di setiap negara.
Tragedi X 1995 yang selama ini mereka ketahui dari banyak literatur, tidak mencantumkan nama ketujuh mutan sebagai korban pertama dari kebiadaban pemerintah. Media massa, baik cetak maupun elektronik di seluruh dunia memburamkan wajah para mutan dan cyborg ketika ditangkap dan ditahan. Akibat hal ini, masyarakat tidak mengetahui deretan mutan dan cyborg yang menjadi tahanan pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, tragedi ini mulai dilupakan oleh masyarakat. Namun tidak oleh para kaum yang terkait.
"Ya. Kalian benar," ucap Kun seolah dapat membaca pikiran semua makhluk. Ia memutar tubuh, menghadap para makhluk yang berada di ruangan. "Itu adalah aku, Lucas, Ten, Yangyang, Hendery, Xiaojun, dan Winwin."
Kun sukses membuat cyborg dan demigod terkejut luar biasa.
Ketua Kaum Mutan itu tersenyum sedih, menundukkan pandangannya untuk beberapa detik. Setelah siap memutar memori, Kun kembali menjelaskan.
"Aku, tahanan yang kabur sebelum mencapai Dark. Lucas adalah tahanan yang kabur saat dirinya masih berada dalam penjara di Los Angeles. Kami berdua tak dimasukkan dalam daftar tahanan, sebab kami kabur sebelum barcode kami dipindai.
"Aku merasakan energi listrik dan panas menjalar di sekujur tubuhku dari alat yang digenggam oleh kepolisian. Ya. Yang terluka itu aku. Yang kalian saksikan di TV dengan gambar yang di blur. Itu aku."
Kun terdiam untuk beberapa saat. Matanya memandang satu per satu makhluk yang berada di ruangan futuristik itu.
Pemuda bersurai gelap tersebut menjelaskan bahwa pada awalnya dirinya dan Lucas hidup di pemukiman kumuh, sebisa mungkin tak terjangkau oleh pemerintah. Setelah yakin tak dibuntuti, mereka akhirnya pergi dari pemukiman itu dan bekerja di banyak tempat di berbagai belahan Bumi.
"Kami mengetahui teman-teman kami ditahan di penjara Dark. Entah dari mana keyakinan kami itu. Dan ternyata benar, kami menemukan mereka di sana. Pada awalnya, kami rajin mengunjungi kelima teman kami di Dark. Namun, sekarang tak lagi. Hal itu kami lakukan untuk mengurangi kecurigaan Pemerintah pada kami yang sering berkunjung. Apakah pemerintah menahan kami? Tentu saja mereka tak mengetahuinya."
Tatapan Kun akhirnya jatuh pada Taeil yang berdiri beberapa meter di sampingnya.
"Alerium itu sangat berguna bagi kami, untuk membuat sel dan jaringan dalam tubuh tetap sehat. Beberapa waktu lalu kami memang tak tahu apa itu Alerium. Hingga akhirnya, Winwin kabur dari Dark dan menjelaskan semuanya pada kami tentang manfaat Alerium. Kami benar-benar butuh Alerium sebelum kami mati."
Kun mencoba menahan air mata agar tak tumpah. Ah, menceritakan kisah mengerikan nan kelam ini memang selalu membuat hatinya amat sesak dan sakit. Tidak peduli seberapa ia ingin melupakannya, bayangan itu akan selalu muncul.
Winwin kemudian melanjutkan penjelasan Kun. "Sebelum mengetahui adanya Alerium, aku dan keempat mutan di Dark bergantung pada kekuatan Yangyang."
Haechan membulatkan mata. "Kalian hidup dengan kekuatan Yangyang? Vitakinesis?"
Cyborg muda itu memang sedikit banyak mengetahui tentang mutan. Ia sangat mengagumi kaum tersebut karena kekuatan yang luar biasa yang mereka miliki. Haechan bahkan selalu berharap dilahirkan sebagai mutan, bukan cyborg seperti saat ini.
Kun mengangguk. "Maka dari itu kami sangat membutuhkan Alerium, untuk membuat kekuatan Yangyang kembali kuat seperti semula. Sebab, kekuatannya itu menopang kehidupan kami sebagai mutan.
"Di dalam penjara Dark, dia sudah sangat lemah. Aku takut ia tak mampu bertahan hidup lebih lama lagi," sambung Kun dengan tatapan mata yang sayu.
Semua makhluk di ruangan itu terdiam seribu bahasa. Ini adalah kejadian yang benar-benar sangat mengerikan dan mengancam nyawa mutan.
"Tapi kalian masih memiliki banyak keturunan Vitakinesis!" sela Yuta yang diberi anggukan oleh Johnny.
Winwin berdecak, "Yangyang menjadi satu-satunya Vitakinesis yang hidup di muka Bumi."
Yuta memandang Winwin dengan mata yang tajam. Ia bangkit, lalu berkacak pinggang di hadapan Winwin. "Lantas, apa tujuanmu ke Shanghai?"
"Aku ke Shanghai sebenarnya untuk bertemu Lion, orang yang 'katanya' memiliki Alerium yang sangat banyak. Namun sayang," Winwin bangkit dan berjalan menuju Taeyong yang sedang duduk di sofa, membungkukkan tubuh agar kepalanya sejajar dengan Ketua Kaum Cyborg tersebut, "kalian menangkapku!"
Taeyong tersenyum tipis melihat ekspresi Winwin yang kesal itu. Taeyong memang baru tahu apa yang terjadi sebenarnya setelah Kun menceritakan hal tersebut. Namun, ia juga tak ingin gegabah dengan emosinya. Sebisa mungkin, ia bersikap tenang.
Tatapan pria yang paling disegani oleh pekerja di Elektra itu, kini beralih pada Taeil. Seolah dapat membaca pikiran Taeil, Taeyong bersuara. "Siapa yang memimpin sekarang?"
"Jeno, Putra Ares!" sergah Taeil.
Taeyong kembali memperlihatkan senyuman indahnya.
"Kalian membuatnya memikul tugas yang berat. Namun selama ia menerimanya dengan senang hati, aku pikir kita bisa mengandalkan Jeno," ujar Taeyong dengan yakin.
"Anthony, sambungkan aku pada Jeno," titah Taeyong sembari memegang Eareast di telinga kanannya.
Tak berapa lama kemudian, suara Jeno pun terdengar di seantero ruangan.
"Apa tugas selanjutnya, Yang Mulia?"
To be continued
***
© Ignacia Carmine (2020)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top