IV. Pencarian Awal

“Expect trouble as an inevitable part of life, and when it comes, hold your head high, look it squarely in the eye and say, ‘I will be bigger than you. You cannot defeat me.'” — Ann Landers

.
.
.

Madrid, Spanyol, 04.40


Para cyborg dan mutan memulai pengintaian. Mereka menyewa dua kamar dari dua hotel yang berdampingan untuk menyimpan senjata. Tak lupa pula, mereka memasang senjata laras panjang yang mereka letakkan di balkon kamar hotel. Mereka sangat yakin jika Winwin akan melewati sebuah jalan kecil di samping hotel tersebut dilihat dari jejak barcode-nya.

Dengan hotel yang hanya tiga lantai, Johnny dan Haechan menyiapkan perangkap berupa net. Tentu saja mereka berdua berada di atas atap di dua bangunan yang berbeda agar dapat melihat Winwin dengan mudah. Haechan berada di bangunan sebelah kiri, sedangkan Johnny di sebelah kanan.

Sesuai kesepakatan, Kun dan Lucas tetap akan bersembunyi dari Winwin, tak terlihat sama sekali. Penangkapan Winwin akan menjadi tugas cyborg, sedangkan para mutan yang akan menginterogasinya. Hal ini sesuai dengan strategi yang Taeil canangkan.

Di detik Winwin mendekati mereka, sinyal Taeyong tiba-tiba saja terganggu. Ini tidak disadari oleh semua mutan dan cyborg, sehingga mereka bersikap biasa saja. Winwin yang berhenti tepat di bawah mereka untuk mengikat tali sepatu, merupakan posisi yang tepat untuk Taeyong menembak. Sayangnya, Taeyong justru berteriak dengan keras dan menjambak rambutnya sendiri. Ia tak dapat mengontol dirinya. Taeyong menundukkan kepala, sejajar dengan lantai.

Winwin pun mendongak dan menatap ke arah datangnya suara. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sebuah senapan laras panjang telah mengarah padanya. Winwin refleks berlari dengan cepat. Melihat respon Winwin, Yuta secara membabi buta melancarkan tembakan ke arah mutan tersebut. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Haechan, berikan aku board itu!" perintah Yuta sambil menunjuk sebuah board yang berada di samping Haechan. Tanpa basa-basi, Haechan mengaktifkan board dan melemparnya ke Yuta. Aksi kejar-kejaran antara Winwin dan Yuta pun tak dapat terhindarkan lagi.

Sebab banyaknya barang yang hancur dan terjadi kekacauan di tengah kota di pagi itu, kepolisian setempat akhirnya turun tangan.

Winwin yang melompat dari satu portal ke portal lainnya membuat Yuta kewalahan. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Winwin menghilang. Tetapi, di detik berikutnya ia muncul kembali dan berlari dengan kencang menembus dinginnya pagi.

"Mengapa Winwin tak pergi dari Spanyol? Mengapa dia hanya berlari saja? Apa mungkin dia belum mendapatkan apa yang ia cari?" batin Yuta, tak mengerti.

Yuta mulai kehabisan tenaga mengejar Winwin. Sesekali, ia akan berhenti untuk menetralkan kembali energi tubuhnya. Meskipun begitu, Yuta tetap tidak menyerah.

Suara sirine mobil polisi dengan cepat menyadarkan Yuta. Ia bertekad menemukan Winwin lebih dulu dari para polisi. Jika polisi Spanyol menangkapnya dan menyerahkan pada pemerintah Astrya, maka para cyborg dan mutan yang menjadi tahanan di Dark tidak akan dilepaskan.

Ah, mereka harus ekstra bekerja keras untuk ini.

"Yuta! Yuta!"

Suara cyborg dari alat Eareast yang Yuta gunakan, membuat konsentrasinya pecah. Eareast merupakan alat komunikasi berukuran kecil yang terpasang di telinga, menghubungkan antara satu cyborg dengan cyborg lainnya.

Yuta berhenti sejenak, berusaha untuk mengatur napasnya yang memburu. "Ada apa, Taeil?"

"Apa kau berhasil menemukan Winwin?"

"Tidak."

"Kalau begitu, kembalilah! Taeyong terinfeksi!"

"Apa??!!"

Cyborg itu terdiam. Ia benar-benar terkejut dengan informasi yang baru saja ia terima.

Yuta melihat tubuh Winwin yang semakin lama semakin menjauhinya. Ia ingin sekali menangkap mutan itu. Namun di satu sisi, temannya sedang kesakitan. Dilema yang luar biasa melanda Yuta. Setelah lama berkutat dengan pikirannya sendiri, Yuta memutuskan untuk kembali.

Winwin berlari tanpa arah. Setelah lelah, ia berhenti di salah satu jalan dan duduk di tepi. Ia mengambil napas sebanyak mungkin dan menangis. Sejujurnya, Winwin sangat ketakutan dengan suara sirine dan polisi karena hal itu selalu membangkitkan traumanya. Ia memegang dadanya yang sesak dengan tangannya yang bergetar.

"Apakah kau tersesat?"

Winwin mengangkat wajahnya dan melihat orang yang menyapanya itu. Mata orang tersebut memancarkan cahaya, seketika menghilang digantikan oleh senyum yang ramah.

Dari aromanya...

Ah, demigod!

"Yang Mulia!" seru Winwin takjub. Untuk pertama kalinya, ia melihat seorang demigod di hadapannya.

"Kau Winwin, 'kan?"

Winwin mengangguk. Ia bangkit dan membungkukkan tubuhnya, memberikan hormat pada demigod tersebut.

"Chenle, panggil aku Chenle!"

Winwin tersenyum ramah, "Chenle."

"Ya," ucap Chenle, "Aku mengajakmu untuk kembali."

Mata Winwin membulat. "Kembali? Ke penjara Dark?" Winwin menggeleng cepat. Tidak mungkin ia kembali ke penjara itu setelah bersusah payah kabur.

"Tidak. Aku tidak akan mengembalikanmu ke penjara Dark."

"Lalu?"

Chenle berjalan mendekati Winwin. Melihat itu, Winwin hanya menunduk. Kilatan mata Chenle seolah membangkitkan kembali rasa takut yang selama ini Winwin pendam. Chenle memegang kening mutan itu dan sedetik kemudian berbagai proyeksi Winwin muncul di pikiran Chenle.

Putra Poseidon tersebut terkejut. Ia mundur beberapa langkah dengan tatapan tak percaya.

"Kau?"

"Yang Mulia?"

Kaki Chenle tak mampu menopang tubuhnya. Ia jatuh bersimpuh di hadapan Winwin. Melihat itu, Winwin jelas kebingungan.

"Chenle!" teriak salah seorang cyborg. Dia tak lain adalah Johnny. Dengan cepat Johnny berlari ke arah Chenle dan membantunya berdiri. Sedangkan Winwin, ia sendiri sudah menghilang sesaat setelah mendengar teriakan Johnny.

"Apa yang terjadi denganmu?"

"Winwin... Ah, dia.."

Johnny menautkan kedua alisnya. Ia mencoba untuk mendengar penjelasan yang akan keluar dari mulut Chenle.

"Ah, lupakan! Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku sedang mencari bengkel elektronik."

Chenle mengerutkan kening. "Aku butuh alat apapun yang bisa melepas semua baut yang menyanggah tubuh cyborg! Kami tidak membawa perkakas, sehingga kami butuh alat manual," jelas Johnny.

"Apa yang terjadi?"

"Jaringan Taeyong terinfeksi malware. Aku tidak tahu siapa dan mengapa mereka melakukan itu pada Taeyong. Ini aneh, sebab semua jaringan yang terhubung ke Taeyong tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya."

"Bagaimana kalau kita mencari perkakas itu sekarang?" tawar Chenle.

Ah, benar juga.

Chenle dan Johnny pun berjalan keliling kota pagi itu. Mereka berusaha untuk mencari alat yang dimaksud, namun nihil. Dengan terpaksa, Chenle dan Johnny kembali ke hotel untuk memberi tahu teman-temannya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Haechan ketika melihat Chenle datang bersama Johnny.

Chenle tersenyum tipis. "Aku ingin bergabung bersama kalian. Apakah aku diizinkan?" tanya Chenle, sungkan.

Tentu saja ini menjadi suatu hal yang tak diperkirakan. Pasalnya, mereka menebak jika tidak ada satu pun demigod yang tertarik dengan proyek pemerintah ini. Namun, melihat Chenle yang telah berdiri di hadapan mereka telah menegaskan bahwa mereka keliru.

"Tentu saja kau boleh bergabung, Chenle," ramah Taeil, membuat Chenle menaikkan kedua sudut bibirnya.

Chenle melihat Taeyong mengejang di tempat tidur. Ia pun mendekat dengan langkah yang sangat pelan.

"A-Apa yang terjadi? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Chenle.

Taeil menunjuk tangan kiri Taeyong yang merupakan sebuah tangan robot. Tangan itu sesekali mengeluarkan percikan api yang membuat Chenle terkejut. "Malware itu menginfeksi tangannya."

"Apakah kalian tahu aliran malware itu? Maksudku jalur-"

"Tidak teridentifikasi, Yang Mulia," sela Yuta.

"Jika kita tidak menemukan perkakas atau pun alat yang dapat menghentikan menyebarnya malware itu, Taeyong tak terselamatkan!" ucap Johnny khawatir.

"Kita tak punya pilihan lain. Kita harus mematahkan tangannya!" seru Lucas, yang memang berada di kamar hotel bersama Kun sejak mereka tiba di Spanyol.

"Itu tak mungkin. Kita harus menunggu siang untuk menemukan perkakas," sergah Yuta.

Kun menggeleng, "Kita tak bisa menunggu hingga siang."

Haechan melipat kedua tangannya di dada. "Sel dan jaringan robot itu telah menyatu pada tubuh Taeyong. Jika kita mematahkannya, maka darah akan keluar secara terus menerus. Itu sama saja dengan membunuhnya. Kita benar-benar butuh dokter cyborg sekarang!"

Chenle memegang tangan Taeyong yang terinfeksi tersebut dengan berhati-hati. "Alat apa saja yang kalian punya?"

Haechan kemudian menunjuk sebuah tas berukuran besar, layaknya tas yang digunakan oleh atlit tenis lapangan. Chenle pun berjalan menuju tas tersebut dan melihat isinya. Putra Poseidon itu tersenyum.

'Ini tentu lebih dari cukup,' batinnya.

"Kalian tidak tahu aku pernah mengobati cyborg, bukan? Akan kuperlihatkan pada kalian cara amputasi yang benar."

Chenle diketahui adalah demigod yang tertarik dengan cyborg. Dia merupakan alumni dari sekolah kedokteran untuk para cyborg. Selama ini, dirinya selalu mengalami kesulitan karena tangannya yang basah saat memegang robot. Maka dari itu, ia keluar dan belajar mandiri bersama seorang guru kedokteran cyborg di Paxon. Selama enam tahun mengeyam pendidikan, Chenle belajar dengan giat.

Haechan membantu Chenle untuk menggunakan sarung tangan anti air miliknya. Dan hari ini, Chenle akan membuktikan kemampuannya di hadapan mutan dan kaum cyborg itu sendiri.

***

Madrid, Spanyol, 08.40


"Apa yang kau lakukan?" tanya seorang apoteker ketika melihat Winwin menodongkan pistol padanya.

Apotek terlihat sangat sepi sebab ini masih pagi dan juga belum di buka sama sekali. Winwin dengan kekuatannya menerobos masuk ke apotek tersebut dan membuat penjaga apotek terkejut luar biasa.

"Berikan padaku tablet Alerium. Cepat!"

"K-kami tak menjualnya," jawab apoteker itu. Ketakutan jelas terlihat menyelimutinya.

"Jangan berbohong padaku! Cepat berikan!" bentak Winwin, "jika kau tak berikan itu, maka amunisi pistol ini akan bersarang di kepalamu."

"Benar, Tuan. Kami sama sekali tak menjualnya."

"Lalu, di mana aku bisa mendapatkannya?"

Sang apoteker dengan cepat membuka laci, mencari sebuah buku kecil yang berisikan catatan yang Winwin anggap, mungkin rahasia.

"Pergilah ke sini. Katakan kau mencari Lion. Setelah bertemu dengannya, kau dapat meminta Alerium yang banyak," tunjuk sang apoteker pada sebuah alamat.

Winwin menerima kertas itu dan membacanya dengan jelas. Ia membulatkan mata, menatap kertas itu dengan penuh perhatian.

Kembali?
Ia benar-benar akan kembali?

Bukan ke penjara Dark. Tapi...

To be continued

***

© Ignacia Carmine (2020)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top