II. Kerja Sama

"Talent win's games, but teamwork and intelligence win championships" - Michael Jordan

.
.
.

Elektra, 15.30

"Aku tidak mengerti maksudmu. Mengapa kau berkata seperti itu pada Pak Menteri? Sudah bagus mereka menawarkan dua cyborg pada kita!" sebut Johnny dengan nada yang sedikit meninggi.

Ck...

"Nampaknya kau tidak mengenal Doyoung yang sebenarnya."

Johnny mengerutkan kening mendengar pernyataan Taeil.

"A-Aku... Maksudnya?"

Taeil menunjuk pelipisnya, "Doyoung adalah cyborg ber-IQ tinggi. Jika dia kembali kepada kita, kau sudah dapat menduga apa yang akan ia lakukan!"

Johnny berpikir sejenak, mencari makna perkataan Taeil. Ia mengangguk beberapa kali, mencoba berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan apa yang akan dilakukan oleh Doyoung seandainya ia keluar dari penjara Dark.

Dan semua hasilnya memang sangat memuaskan bagi kaum mereka.

"Taeyong, bisakah aku mengambil alih proyek ini?"

Taeyong yang mengambil segelas susu cokelat dingin di kulkas dengan cepat menoleh, "Maksudmu proyek penangkapan Winwin? Tentu saja!"

Taeil tersenyum. Ia kemudian melangkah menuju meja desain dan merobek kertas-kertas dengan gambar tank di meja tersebut.

Taeil menyeringai, "Alihkan semua dana produksi tank ke produksi robot."

Untuk sesaat, Taeyong, Johnny, Haechan, dan Yuta terkejut luar biasa. Mereka tak menyangka jika Taeil mengubah proyek tersebut tanpa seizin dari pemerintah.

"T-Tapi, tank sudah mulai diproduksi," gagap Haechan.

"Berapa yang sudah terbentuk?"

"Baru... sekitar sepuluh tank." Haechan mengusap tengkuknya.

"Kalau begitu, kita akan produksi dua ribu kali lipat robot. Tinggalkan tank dan mulai kerjakan robot untuk proyek ini!"

Haechan ragu. Ia pun menoleh pada Taeyong untuk meminta tanggapannya. Melihat ekspresi Haechan yang kebingungan, Taeyong tersenyum.

"Lakukanlah!"

Haechan menghela napas panjang. Ia memutar matanya dan mencoba menerima semua perintah Taeil, meskipun dengan hati yang berat. Ah, keputusan Taeyong untuk memberikan Taeil proyek ini dirasa salah oleh Haechan. Sebab, Taeil terlihat semena-mena terhadap proyek dan para pekerja di Elektra.

"Dan sepertinya," Taeil mengedarkan pandangannya pada cyborg yang berada di ruangan, "kita butuh kerja sama. Kita butuh kaum lain untuk membantu kita. Sebab, kita tak mungkin berdiri sendiri."

Johnny menyunggingkan satu sudut bibirnya, "Mutan."

***

Magnum, 16.25


"Kun-"

"Tidak! Jika kau ingin mundur, maka aku menolaknya," tegas Kun sembari menunjuk Lucas.

Lucas memutar matanya. Ia kemudian bangkit, mengambil segelas wine, lalu menenggaknya hingga botol itu tak menyisakan satu tetes pun.

"Kau serius?"

Kun mengangguk. "Kau pikir aku sedang bergurau?"

Lucas mengembuskan napas. Ia kembali duduk di sofa dan menatap langit ruang kerja Kun. Pikirannya melayang jauh pada kondisi Winwin. Iya, itu hanya bayangannya saja. Namun, mengapa sangat menyesakkan dada Lucas.

Perhatian Lucas dan Kun terpecah saat lampu di ruangan mulai redup kemudian terang kembali, seolah lampu tersebut mengalami masalah transmisi aliran energi. Lucas dan Kun keluar ruangan. Mereka berlari menuju bagian kiri gedung Magnum, dimana para mutan dengan kekuatan elektrik atau listrik dikumpulkan.

Mulai dari bayi hingga remaja, mereka semua berteriak dan menangis. Mereka meronta-ronta sembari memegang kepala atau menutup telinga mereka. Kun mengambil salah seorang bayi yang menangis dengan keras. Hidung bayi tersebut mengeluarkan darah segar, membuat Kun dan Lucas sangat panik.

"Apa yang terjadi?"

Diandra membuka pintu ruangan dengan tergesa-gesa. "Tuan, di luar ada lima cyborg dengan tingkat energi elektrik yang tinggi."

"Jangan suruh mereka masuk. Suruh mereka menungguku di luar. Jika mereka masuk, itu hanya akan membahayakan anak-anak disini!" bentak Kun.

"Baik, Tuan!"

Diandra pun berlari menuju tamu yang tak diundang tersebut. Sebelum Diandra menghampiri mereka, Lucas sudah tiba terlebih dahulu. Taeyong, Johnny, Taeil, Haechan, dan Yuta yang berjalan menuju pintu masuk utama gedung Magnum pun terhenti saat melihat Lucas dengan sayap besarnya.

Tangan Lucas yang berada di dada Taeil, mengisyaratkan jika para cyborg ini tak diizinkan untuk melangkah lebih jauh.

"Apa yang terjadi? Kami datang dengan damai," ujar Taeil dengan senyum yang menawan.

"Apakah kalian mendengar suara?"

Kelima cyborg itu terdiam. Mereka fokus mendengarkan suara yang dimaksud oleh Lucas.

"Suara bayi? Suara anak kecil menangis?" tanya Haechan.

"Ya, energi kalian sangat besar sehingga membuat mutan elektrik tak dapat menerima keberadaan kalian."

Para cyborg Elektra itu merasa sangat bersalah. Mereka pun saling pandang satu sama lain. "Maafkan kami. Kami tidak tahu," ucap Taeyong.

Lucas mengangguk, "Tolong kurangi tingkat elektrik kalian atau kalau perlu padamkan saja. Kami tidak ingin anak-anak di sini kesakitan."

Dengan cepat, kelima cyborg itu memutus setengah aliran energi listrik dengan menekan tombol di bagian belakang leher mereka. Tombol tersebut memang tak terlihat, sebab itu telah menyatu dengan kulit. Seolah otomatis, para mutan berkekuatan elektrik tersebut tidak mengeluarkan suara lagi, membuat Lucas kembali tenang.

Taeil, Johnny, Yuta, Taeyong, dan Haechan kemudian diajak ke ruangan besar yang dikhususkan untuk para tamu. Ruangan ini memiliki ornamen dan pajangan yang unik, seperti patung dewa Zeus, rangka hewan, hingga lukisan abstraksionisme. Meskipun terkesan unik, hal itu justru tak mengurangi estetika ruangan. Entah, dari mana para mutan mengumpulkan hal-hal aneh ini.

Kelima cyborg itu berdiri saat Kun menyapa mereka. "Ah, silahkan..." ucap Kun ramah.

Taeyong menyambut uluran tangan Kun. "Kami benar-benar minta maaf telah membuat kekacauan. Apa mereka semua baik-baik saja?"

"Tentu. Tentu saja."

Kun, Lucas dan kelima cyborg itu duduk bersama di sofa berwarna putih.

"Inilah alasan mengapa kami, para mutan, tidak ingin berkumpul atau tidak ingin kalian datang ke sini jika tenaga elektrik kalian belum dipadamkan. Itu menyakitkan untuk anak-anak kami yang tinggal disini. Sekali lagi, aku benar-benar minta maaf," ujar Kun dengan senyumnya.

Yuta dengan cepat melambaikan tangannya. "Ah, itu tidak masalah sama sekali. Justru kami yang minta maaf karena bersikap lancang dengan datang tanpa mencari tahu terlebih dahulu."

Lucas dan Kun kembali tersenyum.

"Maksud kami berkunjung adalah untuk kerjasama," jelas Taeil to the point, membuat Kun dan Lucas mengernyitkan kening.

"Maksudnya?"

"Kami akan membantu kalian untuk menangkap Winwin."

Kun dan Lucas saling pandang satu sama lain. Mereka menyandarkan punggung mereka di sofa dan mulai berpikir.

"Kami yakin para demigod tidak akan membantu kalian. Entah mengapa, firasatku mengatakan demikian. Maka dari itu, kami mengajak kalian untuk kerja sama," sela Johnny.

"Dan kami yakin," ujar Taeyong menatap Kun, "kalian tidak ingin mengembalikan Winwin ke penjara Dark lagi jika ia berhasil ditangkap."

Kun terlihat tertarik dengan perkataan Taeyong. "Ya, itu benar sekali. Kami justru ingin mengeluarkan semua teman-teman kami dari sana. Mereka tak bersalah!"

"Begitu pula dengan kami," sela Haechan, "kami ingin semua para cyborg juga keluar dari sana. Mereka tak memiliki catatan kejahatan. Kami justru dengan senang hati membantu pemerintah dan tidak pernah membuat kekacauan. Maka dari itu, kami ingin mereka semua terbebas."

"Lebih mudah jika kita saling bekerja sama, Kun. Aku pikir ini adalah salah satu tindakan yang tepat," yakin Taeil.

Lucas mengangguk, "Aku pikir tidak ada salahnya. Kita berdua memiliki tujuan yang sama, mengapa kita tidak mencobanya saja?"

Lucas mengulurkan tangannya dan menyetujui kesepakatan dari para cyborg. Taeil dengan senang hati menerima uluran itu.

***

Olympus

Jaemin, Renjun, Jeno, Chenle dan Jisung dipanggil oleh kedua belas dewa utama Olympus untuk menghadap. Mereka saat ini membungkukkan tubuh dihadapan para dewa.

"Bangkitlah!" titah Dewa Zeus. Suaranya yang keras menyelimuti seluruh Olympus. Terdengar mengerikan.

"Lalu, apa yang akan kalian lakukan, Nak?" tanya Dewi Demeter dengan lembut.

"Demeter, tidak pantas kau menanyakan seperti itu di ruang terbuka ini," sela Dewa Zeus, "bagaimana jadinya jika ada makhluk lain yang mencuri dengar?"

Dewa Zeus menatap Jisung yang tertunduk lesu. Sebab, ia tahu jika Jisung juga selalu melakukan curi dengar pembicaraan di Bumi dan langit.

"Bagaimana jika kita membawa mereka ke ruangan kita masing-masing. Akan lebih bijaksana jika kita melakukan itu," ucap Dewa Hephaestus. Renjun yang mendengarnya pun tersenyum.

Dengan senang hati, Zeus mengizinkan para dewa dewi untuk berkumpul dengan anak mereka, termasuk Zeus sendiri.

Demeter membawa Jaemin ke ruangannya. "Dewi Demeter, maafkan atas kelancanganku masuk ke ruangan Anda," hormat Jaemin.

"Ibu, Nak. Aku Ibumu," ucap sang Dewi lembut. Ia membelai surai anaknya dengan penuh kasih sayang.

Jaemin tersenyum dan meminta izin, "Ibu, bolehkah aku memelukmu?"

Dewi Demeter melebarkan kedua tangannya menyambut pelukan sang anak. Tidak, memang tidak ada bedanya dengan manusia. Kehangatan seorang ibu mengalir pada diri Dewi Demeter dan itu membuat Jaemin nyaman.

Seorang demigod memang tak diperbolehkan memegang langsung para dewa dewi Olympus tanpa seizinnya, meskipun itu buah hati mereka sendiri. Sebab, itu dianggap melanggar aturan dan bahkan dapat dilemparkan ke Dunia Bawah tempat Hades menetap.

"Aku ingin bercerita tentang banyak hal, Ibu. Aku tak tahu harus bercerita dengan siapa."

"Tapi kau bisa bercerita pada demigod yang lain. Mereka juga adalah saudaramu."

Jaemin menggeleng dengan cepat. Ia menatap mata ibunya dengan tatapan senduh. Sesungguhnya, ia ingin mengungkapkan segala hal, termasuk hubungannya dengan demigod yang lain. Bagi Jaemin, hubungan mereka sangat renggang dan individualis. Setiap demigod punya ego dan kepentingan sendiri, yang terkadang memaksanya untuk tak menceritakan berbagai hal yang ia rasakan.

"Nampaknya ini waktu kalian kembali." Dewi Demeter mengusap lembut pipi anaknya.

"Tapi, Bu-"

"Ibu sudah mendapatkan perintah dari Dewa Zeus untuk menyuruhmu kembali, Anakku."

Setiap akan melepas anaknya, Dewi Demeter selalu menitikkan air mata. Ah, ini juga yang membuat Jaemin sulit untuk meninggalkannya.

Jaemin menghapus air mata Ibundanya, memeluk erat, lalu membalikkan tubuhnya keluar dari ruangan. Untuk sesaat, Jaemin menoleh.

"Ibu, pertanyaan terakhir dariku. Apakah keputusan para demigod ini sudah tepat?"

Dewi Demeter tersenyum, "Hanya kalian yang mengetahui jawabannya, Nak. Semua kembali ke kalian sendiri."

Jaemin tersenyum, membungkukkan tubuh, dan melangkah keluar ruangan dengan hati ringan. Ia dan demigod yang lain sangat yakin, jika keputusan mereka ini sudah tepat.

To be continued

***

© Ignacia Carmine (2020)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top