I. Pertemuan

"As soon as we abandon our own reason, and are content to rely upon authority, there is no end to our troubles." - Bertrand Russel

.
.
.

Paxon, Astrya, 2040

Jeno berjalan masuk ke Paxon setelah sebelumnya telah bersepeda mengelilingi Central Park. Setibanya ia di pintu, Jeno berhenti sejenak. Matanya memandang sisi kiri dan kanan dengan cepat. Dalam sekejap, baju olahraga yang ia kenakan berubah menjadi suit berwarna hitam. Terlihat rapi dan juga menawan.

Sepanjang koridor, ia menengadahkan tangan kirinya sembari melayangkan sebuah pena. Sesekali, jarinya terlihat lihai memutar di udara.

"Yang Mulia-" sapa seorang Empusa dengan ramah. Ia terlihat memakai suit berwarna abu-abu dan kacamata. Rambut blonde-nya digelung sedemikian rupa, membuat penampilannya semakin cantik.

Untuk sejenak, Jeno memperhatikan bibir merah sang Empusa yang indah.

"Hai, Stefanie," ucap Jeno yang tak kalah ramahnya.

Sang Empusa bernama Stefanie itu meletakkan tangan kanannya menyilang di dada dan membungkukkan tubuhnya. Ini adalah tata krama yang telah diterapkan sejak para dewa turun ke Bumi, untuk menghormati demigod yang lebih tinggi kastanya, tentunya.

"Bangkitlah!" titah Jeno.

Stefanie mendongak dan kembali tersenyum, "Yang Mulia, dokumen dari Kementerian Pertahanan Negara telah berada di kantor Anda. Saya telah-"

Jeno menaikkan jari telunjuknya, memberikan sinyal agar Stefanie berhenti menjelaskan isi dokumen itu. "Aku sudah tahu, Stefanie. Kembalilah bekerja. Dan, tolong, aku butuh kopi segera."

Stefanie mengangguk dan kembali membungkuk, hingga tubuh Jeno akhirnya menghilang dari hadapannya.

Jeno telah mengetahui isi dokumen itu tanpa harus membukanya. Sebab, semalam ia telah mendapat pesan berupa isi dokumen tersebut dari Jisung. Nampaknya, Jisung kembali mencuri dengar rahasia Bumi dari para demigod lainnya dan memberitahu itu kepada Jeno.

"Jadi, haruskah kita ikut campur?" tanya Jisung yang kini telah berada di kantor Jeno. Ia duduk di hadapan meja utama yang terbuat dari kayu jati terbaik dan terlihat menggenggam sekotak permen. Sesekali, ia mengambil permen berbentuk hati dari dalam kotak dan mengunyahnya dengan lahap.

"Jen, kenapa kau tak menjawabku? Apa pertanyaanku begitu sulit?" lanjut Jisung sembari memperhatikan raut wajah lawan bicaranya itu.

Jeno menyunggingkan senyum tipis, "Haruskah kita melakukannya, Yang Mulia?"

Jisung memutar matanya malas. Ia tak berharap mendapatkan respon ini dari Ketua Demigod yang terhormat itu. Setidaknya, ia ingin diberi jawaban yang tegas.

"Tentu saja! Kali ini biarkan kita ikut campur," sela Chenle yang telah berdiri di pintu kantor Jeno. Kedatangannya yang selalu mendadak itu sudah menjadi kebiasaan, sehingga para demigod yang bekerja dan tinggal di Paxon tak terkejut lagi.

Jeno mengangguk lemah. Ia mendongakkan kepalanya seraya tersenyum merekah. "Tolong, kalian panggil Jaemin dan Renjun! Kita akan hadiri pertemuan dengan Kementerian Pertahanan hari ini."

Jisung dan Chenle saling pandang. Mereka tersenyum lebar mendengar keputusan Jeno itu. Dengan cepat, Jisung dan Chenle menghilang dari ruangan Jeno, serta memutuskan untuk mengunjungi kantor Renjun dan Jaemin. Hingga dalam waktu 10 menit, mereka berlima telah berada di dalam mobil menuju Pentagon.

***

ElektraAstrya

"Taeyong, aku sudah menyiapkan helikopter menuju Pentagon," seloroh Johnny saat melihat Taeyong sedang menenggak secangkir teh hangat.

Taeyong saat ini sibuk memperhatikan beberapa desain tank yang diminta oleh pemerintah. Rencananya, tank tersebut akan digunakan sebagai salah satu koleksi alat pertahanan negara. Taeyong sebenarnya tak begitu yakin dengan tujuan pemerintah. Namun, ia juga tak dapat menolak ketika para cyborg di Elektra telah mendapat kucuran dana yang fantastis tanpa persetujuannya untuk membuat tank.

"Nice!"

Taeyong memutar kursinya menghadap Johnny. Ia memandang lelaki bertubuh jangkung itu dengan lekat.

"Setelah tank, kita akan mendapatkan tugas apalagi?"

Johnny yang berdiri dengan kedua tangan terlipat, pun terlihat menghindari tatapan Taeyong. Ia menggembungkan kedua pipinya sambil menatap langit-langit ruang Desain tersebut.

Ah, Johnny terlihat menggemaskan.

"Taeyong!" panggil Yuta dengan tergesa-gesa masuk ke ruang Desain. Ia tampak sangat kerepotan dengan banyaknya dokumen dari kementerian yang ia terima.

"Kita akan ke pertemuan hari ini, 'kan? Bisakah kau menolak permintaan seluruh kementerian? Aku lelah jika harus mengabulkan semua permintaan mereka yang tak masuk akal ini," kesal Yuta, melemparkan beberapa dokumen di meja.

Taeyong dan Johnny mengerutkan kening, menatap dokumen yang sudah berserakan itu.

Yuta dengan langkah cepat mengambil salah satu kertas dari dokumen berwarna kuning. "Ini... Coba lihat ini," ujar Yuta sembari menunjuk pada kertas tersebut, "Kementerian Perumahan dan Pengembangan Kota menginginkan adanya jembatan sepanjang 300 kilometer. Mereka gila? Bahkan jembatan terpanjang saat ini hanya 164,8 kilometer, jembatan Grand Danyang-Kunshan."

Jika sudah kesal seperti ini, Yuta akan berbicara cepat layaknya seorang rapper.

Johnny dan Taeyong hanya mampu tersenyum tipis. Melihat ekspresi kedua temannya itu, Yuta menghela napas.

"Oh, kalian benar-benar akan membuat ini?" tanya Yuta tak percaya. Kedua bola matanya membulat, membuat Taeyong dan Johnny akhirnya tertawa.

Yuta mengangguk dan mengangkat kedua tangannya. "Baiklah... Baiklah... Aku tahu kalian berdua akan melakukannya. Tapi tolong, jangan mengajakku untuk mengerjakan proyek ini!"

Taeyong pun bangkit dari kursinya dan berjalan menuju salah satu komputer. Ia kemudian membalik tubuhnya menghadap Yuta.

"Sudah cukup?" tanya Taeyong dengan wajah yang berseri-seri. Yuta mengangguk dengan mantap.

"Kau, aku, Johnny, Taeil, dan Haechan akan ke pertemuan hari ini. Aku tidak ingin kau melontarkan berbagai alasan untuk tak ikut."

Yuta melongo mendengar titah ketua kaum cyborg itu.

Taeyong kemudian menekan sebuah tombol di sudut meja komputer tersebut. "Taeil, Haechan, kalian berdua dengar? Sekarang naik ke helikopter dan kita siap berangkat."

Taeyong dan Johnny melangkah keluar ruangan diikuti oleh Yuta dengan tatapannya yang masam.

***

Magnum, Astrya


"Tuan, ada lagi yang Anda butuhkan?" tanya Diandra, sekretaris Kun.

Kun menoleh dengan senyumnya yang menawan, lalu menggeleng lemah. "Aku rasa sudah cukup, Diandra. Selama aku dan Lucas pergi ke Pentagon, tolong jaga anak-anak disini."

"Baik, Tuan."

Kun kembali berbalik badan menatap cermin. Ia terlihat merapikan jas dan kerah kemejanya.

Lucas tiba di ruangan Kun dengan pakaian yang rapi. Lelaki bertubuh jangkung itu terlihat sangat berkharisma. "Jadi berangkat?"

Kun mengangguk, "Tentu saja."

Mereka berdua melangkah keluar dari Magnum dengan langkah tegap. Aura dan feromon mutan mereka terpancar, membuat siapa saja yang melihat mereka akan terpanah.

Ini adalah pertemuan mereka dengan pemerintah untuk kesekian kalinya. Awalnya, mereka enggan untuk mengikuti pertemuan seperti ini. Sebab, terkadang pembahasan pertemuan tersebut terkesan bertele-tele dan tidak menyangkut dengan kaum mereka.

"Karena kau tak punya sayap, maka kau menggunakan mobil saja," goda Lucas pada Kun. Ia menunjuk sebuah mobil berwarna hitam dengan dagunya.

Mendengar itu, Kun hanya tersenyum tipis. "Hei, apakah sekarang kau bertingkah sombong?"

Lucas mengangkat kedua bahunya dan melebarkan sayap putihnya yang besar. Ia terbang dengan cepat, meninggalkan Kun.

Kun tidak perlu repot menuju parkiran itu untuk mengendarai mobil. Hanya dengan sedikit gerakan jari, mobil tersebut kehilangan gravitasi dan mendekat ke arah Kun. Selama menuju ke Pentagon, ketua kaum mutan itu bahkan tidak repot untuk memegang stir. Sebab dengan kemampuan telekinesisnya, mobil tersebut jalan sendiri.

***

Pentagon, Astrya, 11.00

"Selamat siang, gentleman. Saya Edward Hamilton, Menteri Pertahanan.

"Siang ini saya memutuskan untuk mengadakan rapat tertutup terkait masalah, yang dapat dikatakan bahwa ini adalah masalah kita semua," lugas Edward, "saya akan langsung pada intinya."

Edward kemudian menekan pointer, menampilkan sejumlah gambar yang mengerikan melalui proyektor.

"Ini adalah korban pembantaian secara brutal yang dilakukan oleh satu orang," Edward menatap Kun dengan tajam, "dari kaum mutan."

"Cih! Mana mungkin." Kun dan Lucas tersenyum mengejek. Mereka tak percaya dengan pernyataan sang Menteri tersebut.

"Kami serius."

Kun menengadahkan tangannya. "Oke, silakan lanjutkan!"

"Jumlah korban berjatuhan semakin banyak. Di Meksiko jumlah korban sebesar 15 orang, Thailand 20 orang, Vietnam 17 orang, Rusia 19 orang, Jepang 27 orang, dan Italia 8 orang. Tujuan utamanya adalah menghancurkan laboratorium dan mengambil tablet yang berisi Alerium. Tablet ini mampu membuat sel-sel dan jaringan kembali muda. Singkatnya, tablet itu membuat makhluk menjadi abadi."

Sekali lagi, Pak Menteri kembali menampilkan sebuah gambar wajah di layar.

"Winwin, dia adalah tahanan penjara Dark yang kabur!"

Kun dan Lucas menatap layar dengan terkejut. Air wajah mereka yang terlihat pucat, jelas menyita perhatian para tamu undangan rapat.

Penjara Dark adalah penjara untuk empat kaum dengan kasus kejahatan yang berat. Para tahanan Dark mendapatkan hukuman mati atau penjara seumur hidup dari pengadilan sehingga mereka tidak mungkin menghirup udara bebas.

"Kekuatannya adalah teleportasi. Tidak mengherankan jika ia mampu menjelajah berbagai negara dalam waktu singkat. Dia adalah tersangka utama dan satu-satunya."

Edward duduk lalu menatap satu per satu tamu undangannya itu. Kini, tatapannya berhenti pada Jeno. Mereka saling menatap satu sama lain dengan tajam.

"Kami meminta kerja sama dari semua kaum untuk menangkap Winwin. Kami sendiri, sebagai manusia, juga akan berusaha sekuat tenaga untuk menangkapnya."

Jeno memajukan tubuhnya. Ia meletakkan kedua siku di meja dan mengeratkan jari-jari di kedua tangannya, tampak sedang berpikir.

"Yang Mulia, kami tidak akan meminta jika ini tidak darurat. Negara mendapat banyak aduan serta permintaan dari negara lain agar segera menangkapnya," jelas Edward seolah mampu membaca pikiran Jeno.

Panggilan 'Yang Mulia' memang hanya diperuntukkan untuk para demigod terpilih dan kaum lain sebenarnya tidak wajib untuk memanggil mereka seperti itu.

Lain halnya dengan para demigod dengan kasta yang lebih rendah atau tidak diakui. Mereka wajib untuk menyapa Chenle, Renjun, Jeno, Jaemin, dan Jisung dengan sebutan tersebut untuk menghormati mereka.

Edward kembali 'membuka kartu' antarkaum. Ah, ini selalu menjadi senjatanya.

"Di penjara Dark, kami memiliki Doyoung, Mark, Jungwoo, dan Jaehyun dari kaum cyborg. Selain itu, kami memiliki Hendery, Ten, Xiaojun, dan Yangyang dari kaum mutan. Meskipun tidak ada demigod di dalamnya, kami tetap meminta pertolongan kalian.

"Kami rasa jika kami berdoa pada Dewa Zeus, ia pasti akan mengabulkan doa kami agar kalian dapat membantu kami."

"Tentu saja demikian," sela Jisung dengan senyum tipisnya.

"Selain itu, kami memiliki penawaran. Jika kalian berhasil menangkap Winwin, maka Jungwoo dan Mark akan kami lepaskan. Begitu pula dengan Yangyang dan Hendery."

Yuta terperanjat. Ia pun menggebrak meja, sehingga membuat kegaduhan di ruang pertemuan tersebut. "Hanya berdua? Hei, Pak Tua, teman kami di Dark ada empat cyborg. Kau hanya menyerahkan dua dari mereka? Apakah tidak ada penawaran yang lebih baik lagi?"

Edward tersenyum. "Maafkan kami, tapi kami hanya menyanggupi dua cyborg dan dua mutan. Itu pun dengan banyak pertimbangan."

Taeil sangat mengerti kekecewaan temannya itu. Ia pun memegang tangan Yuta di bawah meja untuk menenangkannya. Seolah mengerti, Yuta memilih diam.

"Kami rasa kaum cyborg menyetujuinya. Tapi, bisakah kami memiliki penawaran tersendiri?" ujar Taeil dengan tenang.

Haechan, Taeyong, Yuta, dan Johnny menoleh pada Taeil.

Edward pun mempersilahkan.

"Kami menukar Mark dan Jungwoo dengan Doyoung. Bagaimana dengan itu?"

Ucapan Taeil sontak membuat keempat cyborg lainnya terkejut. Bagaimana mungkin ia memberikan penawaran yang luar biasa merugikan bagi kaum cyborg? Tidakkah ia memikirkan ini sebelumnya?

Edward dan beberapa anggota Dewan Keamanan Nasional berdiskusi bersama. Untuk sesaat, mereka tampak beradu pendapat. Sekitar lima menit berdiskusi, mereka menyetujui penawaran Taeil. Ini cukup membuat Taeil tersenyum lega.

"Apakah dari pihak mutan ada penawaran lain?" tanya Edward. Ia menoleh pada Lucas dan Kun secara bergantian.

Kun menggeleng lemah, "K-Kami setuju!"

Kun belum sepenuhnya sadar dari rasa keterkejutannya terkait kaburnya Winwin dan menjadi DPM (Daftar Pencarian Mutan). Kepala yang menunduk dan tatapannya yang kosong, disadari jelas oleh Renjun.

Edward serta jajarannya tersenyum puas.

"Bagaimana dengan Anda, Yang Mulia?"

Jaemin dengan cepat mengangkat tangannya. "Berikan kami waktu untuk berpikir. Menurut saya, ini adalah sesuatu hal yang tidak dapat diputuskan dalam hitungan detik, menit, dan jam. Kami berlima juga memiliki pertimbangan lain. Apalagi, ini tidak menyangkut kaum kami sama sekali."

Edward menyela, "Jika Anda berkenan, tolong pikirkan dari segi Hak Asasi Manusia."

Jaemin sekali lagi menaikkan tangannya, sinyal bagi Edward untuk berhenti bicara.

"Tolong, jangan berbicara tentang HAM di hadapan kami. Sebab, kami lebih mengetahui lebih banyak dari Anda. HAM sudah ada sejak munculnya filsuf seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles di era Yunani Kuno. Materi tentang HAM sudah diberikan pada kami sejak kami masih kecil.

"Jadi, lebih baik Anda memikirkan kalimat persuasif yang lebih cocok untuk kami dalam pertempuran kali ini."

Renjun, Chenle, Jisung, dan Jeno hanya tersenyum tipis. Sesekali, mereka terlihat menundukkan kepala untuk menahan tawa.

"Jika tak ada lagi yang ingin disampaikan, izinkan kami meninggalkan ruangan."

Jaemin bangkit dan berjalan menuju pintu ruangan. Keempat demigod lainnya pun mengikuti langkah putra Dewi Demeter itu. Tak ada yang menyetujui mereka keluar dari ruangan. Namun, mereka memang telah diberikan hak istimewa untuk meninggalkan pertemuan di sela-sela diskusi jika merasa pertemuan itu hanya buang waktu saja.

Sebelum meninggalkan ruangan, Jaemin sempat menoleh kepada semua tamu undangan.

"Berdoalah pada Dewa malam ini. Mungkin saja esok pagi pikiran kami berubah dan akan membantu kalian." Jaemin menyeringai, seolah mengejek para tamu, pemerintah dan jajarannya.

SIALAN!

To be continued

***

© Ignacia Carmine (2020)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top