27. Berkumpul
Ichiro melewati sosok-sosok yang terkapar di sepanjang jalan, matanya bergerak cepat mencari-cari. Dia baru saja melewati malam yang panjang dan menegangkan.
Ren, kau ada di mana?
Efek pertempuran yang berlangsung sepanjang malam itu kian nyata setelah matahari terbit. Ichiro menyaksikan kehancuran di mana-mana. Jembatan batu yang menghubungkan Anchor Knight dengan dunia luar itu nyaris ambruk karena pertempuran. ARC menyerang mati-matian dan polisi menurunkan sekitar dua ratus tentara robot. Pertempuran tidak seimbang itu memakan lebih banyak korban dari ARC, dan Ichiro menyesalinya. Kenapa harus bertempur? Hatinya sesak karena kepedihan. Berapa banyak nyawa yang harus tersia-siakan hanya karena perbedaan ini?
Beberapa robot polisi bolak-balik mengawal partisipan ARC menuju sebuah truk tahanan. Tangan mereka diborgol dan wajah mereka babak belur. Para partisipan ARC itu melihat Ichiro lewat, dan sorot mata mereka mengungkapkan rasa murka. Ichiro bisa mendengar suara-suara mereka di kepalanya: Kenapa mereka tidak menangkapmu? Kau kan manusia, kenapa kau tega melihat para robot ini menangkapi kami? Di mana rasa solidaritasmu? Lakukan sesuatu!
Ichiro ingin berteriak keras-keras, 'Aku juga robot!' untuk membungkam suara-suara sumbang dalam pikirannya itu. Dia mempercepat langkahnya karena tidak tahan dengan hujan tatapan menuduh itu.
Saat melewati sebuah truk polisi, Ichiro melihat Ren sedang bersandar di pagar jembatan yang sudah retak-retak. Dia berteriak sekeras-kerasnya.
"REN!"
Ren mendongak dan tatapan mereka bertemu. Pemuda itu melambai kuat-kuat dan menghambur untuk memeluk Ichiro.
"Apa kau terluka?" Ichiro balas memeluk pemuda itu. "Aku mencari-carimu, kupikir kau tewas! Kenapa kau tidak memberi kabar? Aku menunggu semalaman di hutan dan tidak ada kabar apa pun darimu!"
"Aku baik-baik saja," Ren memperlihatkan lengannya yang baret-baret dengan bangga. "Aku menemukan ceruk itu, Ichiro! Sesuai dugaanku, ceruk itu adalah pintu jalan rahasia yang tembus ke dalam Anchor Knight. Aku bersembunyi di sana saat pertempuran terjadi. Maaf tidak bisa menghubungimu. Jalan itu berada tepat di bawah danau, sehingga sinyal ponselku terhalang air."
"Pantas saja!" Ichiro melepaskan pelukannya dan merangkul pundak Ren. "Kupikir kau ditangkap ARC! Bagaimana dengan Eva? Apa kau melihatnya di Anchor Knight?"
"Tidak, tapi semua orang sudah diungsikan. Aku mendengar derap langkah mereka yang berbondong-bondong menuju pintu belakang. Ada helikopter juga. Aku mendengar desing baling-balingnya."
"Itu helikopter Hitobot," kata Ichiro. "Aku melihatnya saat bersembunyi di hutan. Helikopter itu terbang menuju London. Pasti mereka datang untuk menolong Eva dan teman-temannya."
Ren menangis lega. Ichiro bisa memahami apa yang dirasakan pemuda itu. Eva sudah ditolong. ARC sudah diringkus. Kita semua sudah aman sekarang.
Sambil mengusap-usap punggung Ren, Ichiro mengecek benaknya. Dia tidak sepenuhnya lega. Firasatnya terus mengutarakan hal ini, seperti lampu lalu lintas yang berkelap-kelip di malam bersalju. Seharusnya aku juga lega, tapi... masih ada sesuatu. Kepingan terakhir dari semua masalah ini.
"KALIAN MEMBUNUH JOHN DALLAS!"
Ichiro berbalik dan melihat seorang gadis muda dengan rambut sewarna merah anggur sedang memberontak karena ditarik paksa menuju truk polisi. Wajahnya tergores-gores dan ada memar di sekujur lengannya. Dia berteriak sambil tersedu-sedu, menuduh para polisi sudah bertindak di luar batas karena menembak John Dallas, bosnya.
"Kami tidak membunuh John Dallas!" Sang komandan polisi yang seorang manusia, menepis tuduhan itu. Dia menoleh pada robot polisi yang menahan si gadis ARC itu. "Siapa namanya?"
"Lana Moskovitz," jawab si robot. "Ahli senjata di ARC."
"Kami menemukan John Dallas sudah tewas di ruang bawah tanah itu," si komandan menatap Lana dengan jengkel. "Ada yang menembak jantungnya."
"Bohong!" jerit Lana. "Mengaku saja! Kalian pembunuh! Kalian juga sudah membunuh Lonnie, kan? Di mana kalian membuang mayatnya?"
Ren melepaskan gandengannya dari lengan Ichiro dan mendekati gadis itu. "Bukan polisi yang membunuh John Dallas."
Si gadis ARC dan komandan polisi itu tertegun. Ichiro juga kaget. Ren menunjuk ke arah danau dan berkata, "Saya melihatnya saat saya bersembunyi di ruang bawah tanah itu. Seorang laki-laki menembak John Dallas."
"Apa kau yakin, Nak?" tanya si komandan. "Dari mana kau tahu kalau yang ditembak itu John Dallas? Gelap sekali di ruang bawah tanah itu."
"Aku mendengar orang itu bilang, 'Sampai bertemu, John,' lalu ada dua kali bunyi menceklik," lanjut Ren lancar. "Dan tahunya laki-laki yang bernama John itu sudah terpelanting ke tanah dan tidak bergerak lagi. Dia mati di tempat."
"Siapa laki-laki itu?" hardik Lana dengan berang. "Siapa yang menembak John?"
Ren memejamkan mata, mencoba berkonsentrasi. "Lonnie."
"Lonnie?" Lana terhenyak. "Lonnie yang menembak John? Itu tidak mungkin!"
Sang komandan juga tampak kebingungan dengan banjir informasi yang baru didengarnya. "Siapa Lonnie ini? Apa kau mengenalnya, Nak?"
Karena semua orang kebingungan, Ren mulai menjelaskan apa yang didengar dan dilihatnya saat bersembunyi di ruang bawah tanah. Ren menyaksikan sosok bernama Lonnie ini menghabisi John Dallas, lalu menendang pintu menuju ruang atas sehingga alarm keamanan berbunyi. Mendengar cerita itu, Lana melolong terluka. Ternyata Lonnie adalah anggota ARC, salah satu orang kepercayaan John Dallas. Sang komandan turut bertanya soal Ichiro dan Ren, serta apa yang mereka lakukan di Anchor Knight. Mau tak mau, Ichiro terpaksa memberitahu polisi soal Eva.
"Sebaiknya Anda bergegas kembali ke Hitobot," kata si komandan dengan nada aku-tak-mau-cari-masalah. "Saya yakin Aya Takeuchi mencari-cari Anda. Anak buah saya akan mengantarkan Anda ke Paddington, tempat markas Hitobot berada."
Ichiro berterima kasih dan mengikuti arahan seorang robot menuju ke salah satu mobil polisi yang kosong. Tiba-tiba Ren memekik dan menunjuk ke belakang. Seorang gadis berambut merah jambu seperti gula-gula kapas sedang berlari ke arah mereka. Begitu melihatnya, Ichiro langsung mengenalinya.
"Itu Meg!"
"Wow," Ren terkesiap kagum. "Rambutnya keren sekali."
Meg berhenti dan membungkuk sambil bertumpu di kedua lutut, napasnya terengah-engah. Dia mendongak menatap Ichiro di balik kacamatanya yang retak.
"Kau Ichiro? Aku menguping percakapanmu dengan si polisi tadi. Eva menyebut-nyebut namamu terus saat kami di dalam panti."
"Ya." Ichiro takjub karena akhirnya bisa bertemu Meg. Dia persis seperti yang kulihat di visiku. "Kenapa kau di sini? Bukankah kau seharusnya ikut dengan Eva dan partner-nya menuju London?"
"Helikopter itu, ya?" Meg mendengus frustasi. "Dengar, ini semua salah paham. Kita harus segera menyusul Eva ke London! Ada yang tidak beres!"
Jantung Ichiro seolah meluncur jatuh. Potongan teka-teki terakhir itu.
"Untuk apa?" tanya Ren. "Bukankah Eva sudah bersama Hitobot?"
"Ya, tapi bukan untuk menolongnya," sahut Meg tergesa-gesa. "Aku tidak punya bukti, tetapi aku yakin sekali. Akan kujelaskan saat perjalanan. Kita harus bergegas!"
"Hitobot akan menonaktifkan Eva."
Ada sosok lain yang muncul. Ichiro berbalik dan melihat seorang seorang wanita berambut pirang keriting yang memakai jas hujan plastik dan memegang payung hitam. Usianya sekitar pertengahan tiga puluhan. Dan wanita itu tidak sendiri. Ada empat sosok lain yang datang bersamanya.
"Noëlle..."
Nama itu muncul begitu saja di kepala Ichiro, tetapi dia segera tahu apa yang sedang terjadi. Tangannya terangkat menuju titik tengah dahinya, dan Ichiro melihat kelima sosok asing itu melakukan hal yang sama.
Saudara-saudariku. Mereka datang.
Ichiro menatap dua wanita di kanan si wanita keriting dan dua laki-laki di sisi kirinya. Aaliyah, Inez... Nama-nama itu bermunculan lagi, seakan-akan Ichiro sudah mengenal kelima sosok asing itu seumur hidupnya. Florian dan Jamal...
"Ichiro," kata Noëlle. "Kami mendengarmu. Dan Eva juga."
"Konsentrasimu pasti teralih gara-gara pertempuran ini," Jamal mengedik pada kekacauan di sekeliling mereka. "Tetapi kami merasakan ketakutan yang sedang dirasakan Eva. Kami tahu dia dalam bahaya."
"Eva gagal dalam uji coba," kata Aaliyah. "Hitobot akan mematikannya."
"Kalau begitu..." Ichiro menarik napas dalam-dalam. "Tunggu apa lagi? Ayo selamatkan saudari kita!"
...
Di markas Hitobot, perhatian Aya Takeuchi terfokus pada layer iPad-nya. Ada lima titik merah yang sedang berkumpul di depan Anchor Knight. Dia terkejut sekaligus takjub melihat "reuni" tak terduga itu.
Anak-anak yang bandel.
Untung saja Aya sudah berada di kantornya. Sekarang dia tidak perlu bergantung pada radar itu saja. Dia bisa mengecek langsung apa yang sedang dipikirkan kelima anak-anaknya yang lain itu, dan dia akan melakukannya.
Aya mengambil headset dan menyalakannya. Dia menyimak setiap ide yang melintas di dalam pikiran anak-anaknya. Noëlle semangat sekali. Ah, dia memang dibuat sebagai Aquarius, tipe altruistis yang selalu mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Dan Jamal juga bersama mereka, si putra sulung yang gemar memimpin itu. Ichiro sendiri sebetulnya tidak bisa berbuat banyak, tapi kalau mereka sudah bergabung seperti ini...
Sambil lalu, Aya mengecek kamera pengawas di kafetaria, untuk melihat apa yang sedang dilakukan Eva. Gadis itu masih menikmati sarapannya.
Jadi kalian mau menolong si adik, ya?
Aya mengintip isi kepala Eva. Anehnya, gadis itu tidak memikirkan tentang kedatangan saudara-saudarinya. Wah, apa Eva tidak peduli? Hanya ada satu kata yang memenuhi pikiran gadis itu. Soren, Soren, Soren, dan Soren... Si laki-laki membosankan itu sedang bersama ibunya. Lewat kamera yang lain, Aya melihat Soren dan Eleanor sedang mengobrol sambil menikmati sarapan, keduanya tampak letih tetapi bahagia.
Begitu rupanya.
Meski tidak punya anak, tetapi Aya paham betul soal menjadi orangtua. Dia sudah mempelajari trik-trik parenting sebelum memulai Proyek Deus. Anak-anak itu egois, mereka hanya melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan itu bisa jadi membahayakan. Namun orangtua tahu betul yang terbaik untuk anak-anaknya. Seorang ibu tidak akan membiarkan anak-anaknya celaka.
Dan aku ibu yang baik.
Aya membuka perangkat lunak yang mengendalikan sistem keamanan gedung itu, dan memasukkan sederet perintah.
Kalau begitu, mari kita siapkan pesta penyambutan yang meriah!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top