26. Aman


Soren Adam mencoba menyamankan diri di tempat duduknya, tetapi tidak bisa. Masalahnya bukan pada sofa itu. Sofa itu empuk dan sangat nyaman. Soren bersandar dan memejamkan matanya.

Ruangan ini. Terasa mengancam.

Dia tidak masalah dikunci di sebuah ruangan, seandainya dia sendiri yang menguncinya. Tetapi yang mengunci Soren adalah Aya Takeuchi, si wanita yang mengaku sebagai direktur Hitobot itu. Sang direktur membawa Soren dan Eleanor ke kantor pusat Hitobot di daerah Paddington. Dari Anchor Knight, Takeuchi menerbangkan mereka memakai helikopter.

Setidaknya aku tahu dia bukan robot, Soren menengadah ke atas, lehernya kaku karena tegang. Dan dia memang menyelamatkanku dan Mum.

Soren belum pernah datang langsung ke kantor pusat Hitobot, tetapi sering melihatnya di internet. Kalau Anchor Knight adalah benteng abad kesembilan belas, kantor pusat Hitobot adalah benteng masa depan—seluruh sudut gedung ini dilengkapi berbagai teknologi canggih.

ARC tidak mungkin menerobos ke sini.

Secara teknis Soren tahu dia dan ibunya aman. Dan Takeuchi tidak bohong. Soren melihat sendiri pertempuran antara polisi dan para partisipan ARC saat helikopternya meninggalkan Anchor Knight. Selama ini Soren hanya menonton pertempuran seperti itu di televisi, dan melihat langsung orang-orang saling tembak dengan senjata otomatis terasa tidak nyata. Para polisi menerjunkan pasukan robot, dan itu membuat orang-orang ARC tambah meradang. Ada banyak ledakan dan robot yang tercerai-berai kena tembak.

Tapi mereka kan tidak bisa merasakan sakit. Mereka juga tidak bisa 'mati,' secara teknis mereka tinggal dirakit ulang untuk dihidupkan kembali.

Pintu ganda ruangan itu mendadak bergeser terbuka. Soren membuka mata dan melihat Aya Takeuchi berjalan masuk dengan langkah-langkah tegas. Dia sudah menukar seragam serba hitam yang dipakainya tadi saat datang ke Anchor Knight, dan memakai baju terusan warna putih seperti astronot.

"Mr. Clarkson," katanya sambil tersenyum.

Bagi seorang wanita yang tingginya hanya sekitar seratus lima puluh senti, sang direktur menimbulkan kesan intimidatif yang begitu mencolok.

"Panggil Adam saja."

"Tapi bukankah Clarkson itu nama keluarga Anda?"

Nama itu mengingatkanku pada Dad. Bahwa aku anaknya. Soren diam dan mengangguk, tidak ingin memperpanjang urusan panggilan itu.

"John Dallas sudah mati," tukas Takeuchi tanpa tedeng aling-aling. Dia berdiri di depan Soren sambil melipat kedua tangannya di belakang pinggang.

Soren tidak tahu harus bereaksi apa. Senang? Lega? Kecewa? Selama ini John Dallas dan ARC-nya telah memburu para robot dan menghabisi mereka seperti hama, sementara Soren sendiri tidak terlalu peduli pada robot.

"Dia dibunuh," lanjut Takeuchi, tampaknya tidak puas dengan reaksi diam Soren. "Mayatnya ditemukan di ruang bawah tanah Anchor Knight."

"Oke," kata Soren, sekedar untuk menjaga kesopanan.

Takeuchi menarik napas dalam-dalam dan duduk di sofa di seberang. "Itu artinya kita sudah aman, Mr. Adam. Tak ada lagi ARC. Para anggota ARC yang tersisa sedang diringkus oleh polisi."

"Itu... bagus."

"Bagus?" Alis kiri Takeuchi terangkat. "Itu luar biasa, Mr. Adam. Hitobot kini bebas mengembangkan teknologi robotik tanpa perlu dibayang-bayangi sepak terjang ARC. Kami sudah lama menunggu-nunggu saat ini."

"Aku ingin bertemu ibuku," kata Soren.

Takeuchi mengibaskan tangan dengan sambil lalu, kesal karena informasi darinya disambut dengan tak antusias oleh lawan bicaranya. "Eleanor Clarkson sedang di ruang perawatan medis kami. Setelah Anchor Knight kondusif, kami akan memulangkannya. Anda bisa bertemu dengannya sebentar lagi."

"Bagaimana dengan Eva?" tuntut Soren. "Anda bilang Eva juga dibawa ke sini oleh asisten Anda."

"Irving," jawab Takeuchi. "Ya, Eva juga sudah... diamankan."

"Diamankan? Apa dia dinonaktifkan?"

"Dinonaktifkan?" Kedua alis Takeuchi kini terangkat. "Kenapa Anda berpikir seperti itu, Mr. Adam?"

"Dia android," Soren mendadak jengah dengan pertanyaan-pertanyaan wanita ini. "Anda mengirim robot-robot seperti Eva untuk orang-orang yang mengisi survei itu, saya termasuk salah satunya. Ada juga robot-robot yang lain: Ichiro, Tracy, dan Erme. Eva mengenal mereka. ARC menyerang Anchor Knight karena mereka membuntuti Eva. Meg yang mengajak kami bersembunyi di sana."

"ARC datang ke Anchor Knight karena diberitahu salah satu partisipannya," balas Takeuchi tajam. "Sahabat Anda, Miss Margaret O'Sullivan, adalah anggota ARC. Sejak Eva datang ke apartemen Anda, Miss O'Sullivan memata-matai Eva dan menyuplai informasi untuk John Dallas."

Mendengar itu, Soren tidak tahan untuk tertawa. Wanita ini gila. "Meg tidak mungkin jadi anggota ARC. Saya mengenalnya dengan sangat baik."

"Tampaknya tidak cukup baik. Selama ini Miss O'Sullivan menyamarkan aktivitasnya bersama ARC dengan berpura-pura menjadi komikus."

"Dengar, Miss Takeuchi. Itu tidak mungkin." Dari mana wanita ini dapat ide seperti itu? "Mustahil Meg bergabung dengan ARC. Meg benci pada ARC. Dia mempelesetkan kepanjangan ARC menjadi Anti-Robot Criminals. Saya berani sumpah untuk Meg."

"Saya minta maaf, tetapi itulah kenyatannya," tegas Takeuchi, dan dari nada suaranya tersirat dia tidak ragu sedikit pun. "Margaret O'Sullivan adalah anggota ARC."

Tidak mungkin. Soren tertunduk. Meg? Meg si nyentrik yang suka menggambar itu? Yang memotong rambutku dua minggu sekali, dan selalu ikut Malam Minggu Film? Soren merasa dipermainkan, bukan oleh Meg, tetapi oleh Aya Takeuchi. Aku tahu siapa Meg. Meg adalah sahabatku. Gary boleh-boleh saja mendepakku, tetapi Meg tidak akan pernah mengkhianatiku. Atau Eva. Meg sudah akrab dengan Eva. Meg bilang padaku dia tidak membenci Eva.

"Atas instruksi saya, Irving mengawasi Anda dan Eva selama dua minggu belakangan ini," lanjut Takeuchi, tak memedulikan gejolak batin lawan bicaranya. "Saya mendapat informasi tentang Miss O'Sullivan dari sekretaris saya itu."

"Anda mengawasi kami?"

"Untuk keselamatan Anda sendiri," kata Takeuchi, tatapannya menuduh Soren sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih. "Setelah Arthur diserang, saya tahu bahwa ARC mengincar produk-produk kami. Arthur adalah produk nomor empat, dan dia yang pertama dimatikan—Arthur sama seperti Erme, Tracy, dan yang lainnya. Jadi begitu Tracy ikut jadi korban, saya sadar ARC tidak main-main. Saya meminta Irving untuk mengawasi Anda. Dia diinstruksikan untuk menolong Anda dan Eva seandainya terjadi sesuatu."

"Bagaimana dengan Erme?" Soren teringat jeritan-jeritan ketakutan dari aula pesta nikah itu. "Anda tidak menolongnya saat ARC menembak kepalanya."

"Erme dan Eva berbeda," kata Takeuchi. Dia mencondongkan tubuhnya dan Soren dapat melihat mata sipit wanita itu, pupilnya yang cokelat gelap seperti manik-manik. "Eva itu seperti Ichiro. Mereka produk-produk unggulan."

"Produk-produk unggulan?" Soren sontak menyadari bahwa aura ancaman di ruangan itu meningkat berkali-kali lipat setelah kemunculan pemiliknya. "Apa yang sedang Anda bicarakan, Miss Takeuchi? Apa maksud semua ini? Apa tujuan Anda sebenarnya?"

Takeuchi balas menatap Soren, matanya yang kecil seperti manik-manik itu berkilat-kilat. Akhirnya wanita itu mengibaskan tangan dan bangkit berdiri. Dia menjentikkan jari, dan sebuah tayangan hologram berpendar di belakangnya.

"Eva dan Ichiro adalah kedua produk unggulan untuk Proyek Deus, sebuah misi yang akan diluncurkan Hitobot dalam waktu dekat." Tayangan di belakang Takeuchi menunjukkan selusin pria dan wanita dari berbagai ras yang sedang tersenyum ramah. "Meski Proyek Deus memanfaatkan teknologi robotik, tetapi saya lebih suka menyebutnya misi kemanusiaan: untuk mengembalikan relasi antarmanusia yang selama ini tercerai-berai gara-gara kedua Bencana Besar.

Robot sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Dan tak bisa dipungkiri bahwa mereka lebih baik dari kita dalam semua hal—ketahanan fisik, kemampuan belajar, hingga kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Kedua Bencana Besar disebabkan oleh keteledoran manusia—kita tidak sempurna, sehingga cara pikir, sikap dan pilihan-pilihan kita rentan keliru. Tetapi jika kita ingin membangun kembali hidup yang lebih baik, kita butuh sosok pendamping yang sempurna untuk membimbing kita. Robot-robot itu adalah jawabannya.

Proyek Deus bertujuan menciptakan robot-robot untuk menjadi teman hidup manusia. Berbeda dengan robot-robot yang selama ini sudah beredar di pasar, hasil karya Proyek Deus dibuat se-manusiawi mungkin, dengan fitur-fitur yang dibuat nyaris persis dengan manusia sungguhan. Uji coba yang Anda jalani bersama Eva bertujuan untuk mengetes kemampuan produk-produk Proyek Deus dalam menjalin relasi dengan para manusia yang sudah dipilih untuk menjadi teman hidup mereka. Semakin erat hubungan itu, maka tingkat keberhasilan produk itu semakin baik. Kami juga mengukur kemampuan produk kami untuk menjadikan hidup partner-nya menjadi lebih baik, entah itu lewat hubungan romansa, atau pun yang sifatnya kekeluargaan. Dengan kata lain, kami menjadikan ikatan emosional sebagai indikator keberhasilannya."

"Tidak ada robot yang bisa merasakan," sahut Soren pendek.

"Belum, tetapi bukan berarti tidak mungkin," Takeuchi menunjuk tayangan di belakangnya yang menampilkan hubungan harmonis antarmanusia, setengahnya bisa dipastikan adalah android. "Makanya kami melakukan uji coba itu dulu—untuk memastikan produk-produk itu betulan sempurna sebelum dilepas ke publik. Sejauh ini, harus saya katakan bahwa uji coba itu berhasil."

"Eva gagal." Soren teringat percakapan terakhirnya dengan Eva sebelum gadis itu jatuh pingsan. Dia menangis karena telah gagal. "Saya tidak berpacaran dengannya. Tidak akan pernah."

Takeuchi memicing. Dia mengedik ke tayangan itu, yang sekarang mulai kelihatan seperti iklan layanan kemasyarakatan. "Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, indikator keberhasilan Proyek Deus adalah ikatan emosional, Mr. Adam."

"Saya... tidak merasakan ikatan emosional apa pun dengan Eva," Soren bersikeras. "Saya tidak peduli pada robot. Mereka tidak bisa dipercaya."

"Apa ini ada hubungannya dengan kematian Theo Clarkson?"

Soren membeku. "Dari mana Anda tahu soal itu?"

"Eleanor memberitahu saya," Takeuchi menambahkan buru-buru karena Soren sudah bangkit berdiri. "Dengan sukarela, tanpa paksaan."

"Apa yang telah Anda lakukan pada ibu saya?"

"Kami hanya mengobrol."

"Saya ingin bertemu dengan ibu saya sekarang juga!" Soren menunjuk pintu keluar yang masih tertutup, amarahnya berkobar. Siapa yang mengangkat wanita ini menjadi direktur? "Izinkan kami pergi, atau saya akan lapor polisi!"

"Tentu. Anda tidak sedang ditahan di sini." Takeuchi menjentik lagi, sehingga pintu itu terbuka. "Kalau begitu, saya ucapkan terima kasih karena sudah berpartisipasi dalam uji coba itu. Saya akan mengirimkan sejumlah uang untuk kompensasi atas segala, ehm... kerepotan ini."

"Saya tidak butuh uang itu!" Soren muak meladeni Aya Takeuchi dengan ide-idenya yang liar. "Terima kasih karena sudah menyelamatkan saya dan ibu saya. Tolong jangan usik hidup kami lagi!"

"Saya tetap akan mengirimkannya," Takeuchi mengangkat bahu, lagaknya masa bodo. "Sudah kebijakan perusahaan."

Soren mendengus dan bergegas menuju pintu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia berbalik. "Apa yang akan Anda lakukan pada Eva?"

Takeuchi tersenyum simpul dan bersedekap. "Kami akan mengurusnya."


...


Kupijat-pijat keningku. Aneh, sekarang sudah tidak sakit lagi.

Makanan di atas nampan itu tampak menggoda selera: sepotong besar roti yang sudah diolesi mentega, daging asap, telur, dan secangkir latte. Terasa sangat rumahan. Aku tidak menyangka perusahaan secanggih Hitobot menyiapkan menu sarapan yang begitu "sederhana" seperti ini.

Masalahnya, aku sedang tidak ingin makan.

Rasa lelah karena menyiapkan acara pernikahan itu rupanya baru muncul sekarang. Ditambah perdebatanku dengan Soren, pelarian kami ke Anchor Knight, dan serangan ARC, rasanya ada yang melemparkanku ke dalam sebuah film action berdurasi satu hari. Aku kepingin istirahat, tetapi tidak bisa tidur. Miss Takeuchi yang baik sudah menyiapkan sebuah kamar tadi malam saat dia membawa kami ke sini, tetapi aku cuma berguling-guling di kasur tanpa bisa terpejam. Mungkin karena kamar itu berbeda dengan kamar di apartemen Soren.

Omong-omong, Soren ada di mana, ya?

Aku tidak melihatnya lagi sejak kami tiba di Anchor Knight. Soren langsung menuju kamar Eleanor dan berdiam di sana, sementara aku dan Meg beristirahat di kamar tamu (Anchor Knight punya fasilitas menginap buat kerabat penghuni yang datang dari jauh). Ponselku tertinggal di aula sekolah, dan ponsel Meg pecah saat kami berlari-lari mencari taksi yang membawa kami ke Anchor Knight.

Aku ingin membuktikan pada Soren bahwa dia keliru. Aku tidak keberatan dengan gelagatnya yang tidak biasa, tetapi tuduhannya itu...

Tiga orang laki-laki lewat di sebelahku sambil membawa nampan. Mereka tersenyum seolah mengenalku. Kubalas senyuman mereka. Lebih banyak orang yang muncul untuk mengantre sarapan. Aku melirik jam digital di dinding. Pukul delapan pagi. Kugigit rotinya sepotong. Hangat, sepertinya baru dibuat.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Aku menoleh dan melihat Irving, sekretaris Miss Takeuchi yang menyelamatkanku.

"Selamat pagi," laki-laki itu tersenyum ramah. "Bagaimana sarapannya?"

"Lumayan."

"Seragam itu..." Irving menunjuk seragam teknisi Hitobot yang kupakai sehabis mandi tadi malam. Hanya ini pakaian yang tersedia, dan pakaian lamaku harus dicuci. "Tampak pas di tubuhmu."

"Aku tahu. Mengejutkan, ya? Aku merasa keren."

Irving manggut-manggut. Dia duduk di seberangku. Kuperhatikan dia tidak membawa nampan sarapan. "Aku minta maaf karena kau harus mengalami semua kejadian tidak menyenangkan ini, Eva."

"Tidak perlu. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu karena sudah menolongku," kataku sambil menyesap kopiku supaya bisa melek. "Eh, apa aku sudah bilang terima kasih?"

"Sudah, kok." Irving tertawa kecil. "Pakaian kotormu kemarin sudah dicuci dan diantarkan ke kamarmu. Kupikir setelah ini kau ingin mandi."

"Aku ingin bertemu Soren. Apa dia akan datang ke kafetaria ini?"

"Soal itu..." Irving mendesah. "Soren masih tidak ingin bertemu denganmu."

"Aku harus bertemu dengannya. Aku ingin menegaskan padanya bahwa dia keliru." Kuremas pergelangan tangan Irving. "Aku bukan robot. Apa kau bisa membantuku bertemu dengannya?"

Irving kelihatan serba salah. "Akan kuusahakan," katanya kurang yakin.

"Terima kasih. Kau baik sekali."

"Soren masih syok gara-gara... Miss O'Sullivan."

"Oh." Kalau aku berada di posisi Soren, aku juga pasti syok. Maksudku, lebih syok dari diriku saat ini. Aku sendiri juga syok. Meg itu anggota ARC, siapa yang menyangka, sih? "Untung saja kau menolongku sewaktu di Anchor Knight. Aku tidak tahu kalau Meg menyekapku, dia bilang cuma mau cari angin sebentar di luar. Ternyata dia mengunciku di dalam kamar itu! Kalau kau tidak datang, Meg pasti sudah menyerahkanku pada John Dallas."

"Tapi kau kan bukan robot, Eva," koreksi Irving.

"Eh, betul juga, ya." Aku belum betul-betul memikirkan ini sampai Irving mengingatkanku beberapa detik lalu. "Kalau begitu, kenapa ARC mengejar-ngejar kami? Apa karena Meg salah menduga aku ini robot?"

"Kurasa itu jawabannya," kata Irving. Dia mencomot telur rebusku dan mengupas kulitnya. "Apa pun itu, tidak penting lagi sekarang. John Dallas sudah tewas. ARC sudah tamat."

Akhirnya. Tak ada lagi ledakan-ledakan dan serangan-serangan yang menggusarkan itu. Dunia sedang berperang dan keberadaan teroris seperti ARC yang meneror warga hanya membuat orang-orang semakin putus asa. Irving tidak bilang padaku siapa yang menewaskan John Dallas—si sekretaris yakin polisi sudah lama menguntit para petinggi ARC—tetapi bagiku sama saja. Pokoknya sekarang situasinya sudah jauh lebih baik. Harusnya sih seperti itu.

"Kau tahu, sewaktu menunggu di Anchor Knight, Meg bercerita padaku soal Theo Clarkson. Theo meninggal karena tidak ditolong robot, dan itulah alasan Soren benci setengah mati pada robot." Entah kenapa Irving mengingatkanku pada Leah—sosoknya terasa akrab dan enak diajak mengobrol. "Padahal sebelumnya Meg tidak mau cerita apa-apa padaku. Dia bilang dia sudah bersumpah pada Soren."

"Miss O'Sullivan memberitahumu?"

"Mm-hmm. Semuanya." Kupotong sedikit daging asap itu karena aromanya sedap sekali. "Gara-gara percakapan itu, kupikir pertemananku dengan Meg sudah naik level; bukan lagi sekedar teman, tapi sahabat. Siapa sangka bahwa ternyata dia mata-mata yang dikirim John Dallas?"

Irving mendesah lagi. "Semua orang punya rahasia."

Aku penasaran apa yang akan dilakukan Meg setelah ini, tetapi tidak ingin memberitahu Irving karena pria itu kelihatan lelah juga. Apa Meg akan memburu robot-robot yang lain? "Kau sudah dapat kabar dari Ichiro? Soalnya aku tidak dapat kabar apa-apa darinya."

"Belum, tetapi aku yakin dia baik-baik saja."

"Aku ingin bertemu dengannya. Dia itu seperti apa?"

"Dia orang Jepang. Teman hidupnya seorang pemuda yatim piatu berumur lima belas tahun bernama Ren."

"Aaw, itu manis sekali. Seperti ayah dan anak, ya?"

Irving mengangguk. Dia mengumpulkan pecahan kulit telur ke sudut nampanku. "Aku yakin setelah semua ini berakhir, kau bisa bertemu dengannya."

"Miss Takeuchi akan memanggil Ichiro juga, kan?"

"Aku yakin begitu."

"Baguslah."

Kugigit rotiku sepotong lagi. Irving memakan telur rebusnya bulat-bulat, belum pernah aku melihat orang melakukan hal seperti itu. Kupikir Irving akan tersedak, tetapi dia bisa mengunyah telur rebus itu tanpa masalah. Setelah menelan telur rebus itu, Irving bersendawa keras. Aku tertawa melihat tingkahnya. Pria itu menepuk-nepuk perutnya dengan lagak kenyang, kemudian melonggarkan ikat pinggangnya. Aku melihat sesuatu terselip di ikat pinggangnya. Wah, ada apa ini? Aku mengecek orang-orang lain di kafetaria ini. Mereka semua memiliki benda itu.

"Irving, kau bilang kau ini sekretarisnya Miss Takeuchi..."

"Sekretaris, asisten, tangan kanan..." Irving tertawa. "Lebih tepatnya gabungan ketiganya."

"Apa aku bisa bertemu dengan Miss Takeuchi? Aku belum melihatnya sejak datang ke sini. Masa uji cobanya sudah berakhir, seharusnya dia menemuiku, kan?"

Irving mengelap mulutnya dengan punggung tangan dan mencodongkan tubuhnya ke arahku. "Miss Takeuchi sibuk sekali gara-gara kejadian di Anchor Knight itu. Dia harus menjelaskan pada pemerintah. Aku sendiri belum bertemu dengannya sejak kemarin malam."

Jawaban yang tidak terduga. "Begitu, ya."

"Memangnya ada apa, Eva?" Irving mendekat lagi. "Apa ada yang ingin kau beritahukan pada Miss Takeuchi? Kau bisa memberitahuku."

"Bukan hal yang penting," kusunggingkan sebuah senyum manis. "Kurasa aku tidak ingin merepotkan Miss Takeuchi."

Irving menatapku. Dia punya alis tebal yang melengkung ke atas, membuat tatapannya kelihatan seperti anak-anak. Karena aku tidak menjawab lagi, akhirnya Irving bangkit berdiri. Dia menarik celananya yang agak melorot.

"Baiklah kalau begitu. Sampai bertemu lagi, Eva."

Aku melambai padanya dan mengamatinya pergi. Tatapanku tak bisa lepas dari pistol yang menyembul dari garis pinggangnya. Dan Irving bukan satu-satunya yang bersenjata. Semua orang di ruangan ini memiliki pistol.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top