1. Awal Mula
Soren Adam selalu bangun pada pukul enam pagi tepat, setiap hari, selama bertahun-tahun.
Tak peduli hari libur atau bukan, musim dingin atau musim panas, ketika sakit atau sehat, pokoknya ketika alarmnya berbunyi pada pukul enam, Soren Adam akan terjaga dan mematikan alarmnya.
Bagi sebagian besar orang, ini jelas prestasi yang membanggakan. Tetapi tidak untuk Soren Adam. Satu-satunya hal yang menurut Soren Adam patut dibanggakan dalam hidupnya adalah dia orang yang super teratur.
Hari ini: Senin, 1 April 2045, Soren Adam juga bangun tepat waktu.
Setelah mematikan alarmnya (yang masih bekerja tanpa cacat selama lima tahun karena dirawat dengan baik), Soren Adam membelalakkan mata lebar-lebar untuk melawan hasrat kembali merebahkan diri. Dia merasa kedinginan, padahal sekarang sudah musim semi. Di luar, hujan turun dengan lebat, awan mendung bergulung-gulung menghalangi matahari. Mungkin ini bukan awal hari yang bagus-bagus amat, tetapi sejak musim berubah dan segalanya jadi kacau, Soren Adam dan orang-orang lain sudah dipaksa untuk membiasakan diri.
Dia menurunkan kedua kakinya. Lantai kamarnya terasa seperti dilapisi es, padahal dia memakai kaos kaki. Soren Adam mengecek termostat, dan pemanas ruangan masih menyala. Sayang sekali dia tak bisa menaikkan suhunya lebih dari dua puluh derajat. Lagi-lagi dia sudah membiasakan diri dengan suhu dingin.
Soren Adam melakukan gerakan senam.
Otot-ototnya mulai kaku saat bangun tidur. Soren Adam merasa dia terlalu muda untuk kena rematik, tetapi orang-orang sudah cukup bersyukur masih bisa terbangun di pagi hari. Tapi tak ada waktu untuk disia-siakan. Meski rasanya sulit sekali, dia memaksa tubuhnya bergerak mengikuti irama musik pemandu senam.
Apa boleh buat, pikirnya. Kesehatan itu penting.
Tiga menit lima belas detik berlalu. Selesai senam, Soren Adam duduk memeluk lututnya di belakang satu-satunya meja di ruangan ini. Dia tidak terbiasa sarapan. Soren Adam meraih iPad-nya, dan membuka situs berita.
'Produk terbaru Hitobot siap diuji coba,' begitu bunyi tajuk berita teratas.
Ah. Akhirnya ada sesuatu yang baru, pikir Soren Adam. Hari-hari ini situs berita dipenuhi laporan tentang perang yang digadang-gadang akan segera meletus antara pihak Barat dan Timur. Berbulan-bulan membaca berita seperti itu cukup bikin stres—setelah Bencana Besar terakhir, Soren Adam dan orang-orang lain sudah terlatih untuk mengantisipasi yang terburuk.
Seolah-olah menjalani hidup sehari-hari belum cukup melelahkan saja.
Soren Adam mengeklik link menuju laman berita tentang Hitobot.
Sebuah iklan pop-up muncul dan nyaris menutupi layar. Soren Adam berdecak. Pengganggu. Dia mencari tombol X untuk menutupnya, tetapi tidak menemukannya. Tak ada timer hitung mundur yang akan otomatis menutup iklan.
Karena tak bisa disingkirkan, Soren Adam terpaksa membaca isinya.
Iklan itu berbeda dengan iklan-iklan pop-up lainnya yang sering dia temui. Tidak ada gambar produk atau animasi canggih yang membuat orang tergiur. Hanya kotak putih besar dengan sebaris teks berwarna hitam.
'Apa Anda hidup seorang diri?'
Tersedia dua pilihan: 'Ya' dan 'Tidak'.
Tidak ada tombol lain yang bisa ditekan selain dua pilihan itu.
Soren Adam melirik jam digital di atas nakas.
Enam lewat sepuluh. Senin, hari membuang sampah. Dua puluh menit lagi, aku harus mencuci muka. Enam empat puluh lima, aku harus berpakaian. Jam tujuh tepat, aku harus meninggalkan rumah, membuang plastik sampah yang sudah kuikat dari semalam ke tempat sampah, dan berjalan ke stasiun. Tujuh lima belas, aku harus tiba di stasiun untuk naik kereta menuju swalayan. Delapan lima belas, aku harus menempelkan kartu karyawanku ke mesin absen.
Soren Adam mau membaca lanjutan berita, tetapi layar iPad-nya membeku. Dia tak bisa kembali ke Dashboard.
Ada apa ini? Apa iPad-ku kena malware?
Di bawah dua pilihan itu, dalam huruf-huruf yang amat kecil sehingga nyaris terlewat, tertulis: 'Iklan akan menutup otomatis setelah semua pertanyaan dijawab.'
Masih ada waktu, pikir Soren Adam. Baiklah.
Dia memilih 'Ya.' Pertanyaan pertama hilang, digantikan pertanyaan kedua: 'Berapa usia Anda?'
Kali ini muncul keypad angka. Soren Adam mengetik angka dua dan lima.
Pertanyaan ketiga menanyakan jenis kelamin.
Pertanyaan keempat berbunyi: 'Apa Anda sedang menjalin hubungan serius dengan seseorang? (Menikah termasuk).'
Ada pilihan 'Ya' dan 'Tidak' lagi. Soren Adam memilih 'Tidak'.
'Apa Anda membutuhkan seseorang untuk jadi teman hidup?'
Soren Adam terhenyak. Dibacanya lagi pertanyaan kelima ini. Ini iklan teraneh yang pernah dilihatnya. Apa ini semacam survei dari Dinas Sosial?
Disclaimer mungil itu muncul lagi, seperti mengetahui kebingungan Soren Adam yang serba teratur. 'Iklan akan menutup otomatis setelah semua pertanyaan dijawab.'
Lagi-lagi hanya ada dua pilihan. Selama ini Soren Adam sudah mencoba mencari teman hidup, tetapi dia selalu gagal. Jadi lima tahun terakhir ini, Soren Adam menyerah. Apa gunanya terus mencoba kalau selalu gagal? Kurasa aku tidak butuh-butuh amat teman hidup. Tapi kalau ditanya butuh atau tidak...
Soren Adam mengetuk tombol 'Ya'.
Toh ini cuma survei, pikirnya.
'Terima kasih telah merespon pertanyaan-pertanyaan kami,' begitu bunyi kalimat terbaru yang muncul di pop-up itu. 'Atas partisipasi Anda, kami akan mengirimkan kompensasi sebesar £10,000.'
Ini jelas-jelas bohong, pikir Soren Adam sinis. Sepertinya lelucon April Mop jadi makin kejam tiap tahunnya.
Iklan pop-up itu menghilang. Layar iPad-nya sudah kembali normal. Soren Adam ingin meneruskan membaca, tetapi khawatir dia terlambat. Akhirnya dia mematikan layar iPad-nya dan melanjutkan kegiatannya.
Sesuai jadwal, Soren Adam bangkit berdiri lalu masuk ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, dia menjalani rangkaian rutinitas sama yang telah dilakukannya selama lima tahun. Pertama-tama, dia menggosok gigi. Gosok dengan gerakan memutar, enam belas kali di sisi kiri, kanan dan depan, rahang atas dan rahang bawah. Tidak bisa lebih atau lebih. Kemudian dia berkumur dengan obat kumur. Selanjutnya, dia mencukur kumis dan jenggot dengan pencukur elektrik. Yang terakhir mandi.
Soren Adam berhasil menyelesaikan semuanya, karena lagi-lagi, dia orang yang sangat teratur. Dia meninggalkan apartemen tepat di waktu yang sudah diperkirakannya, dan menaruh plastik sampah di tempat pembuangan, persis seperti yang dia lakukan setiap Senin dalam lima tahun ini. Cuaca tetap dingin seperti hari-hari sebelumnya dan sudah dipastikan tak akan berubah sampai minimal lima puluh tahun mendatang. Soren Adam merapatkan kerah jaketnya, lalu berjalan sebanyak dua ratus lima puluh enam langkah menuju stasiun.
Soren Adam melewati jalan yang sama, taman yang sama, dan berpapasan dengan orang-orang yang sama selama lima tahun. Wanita gemuk yang memakai topi rajut warna kuning itu selalu duduk di bangku taman untuk melemparkan remah-remah roti, sekalipun populasi burung-burung menyusut drastis sejak Bencana Besar. Laki-laki bertubuh atletis itu selalu mengenakan selapis kaos tipis di balik jas hujan plastik, earphone-nya mengalunkan musik-musik jadul. Cuma pahlawan super yang tahan berolahraga di cuaca seperti ini, pikir Soren.
Ada seorang wanita muda yang selalu mendorong kereta bayi, tetapi sekarang anak itu sudah bisa berjalan sendiri. Ibu dan anak itu lewat di samping Soren Adam. Si ibu tersenyum seperti biasa. Soren Adam membalasnya dengan anggukan. Lalu ada tunawisma, yang mangkal di jalan menuju gerbang stasiun. Tubuhnya meringkuk begitu rendah untuk melawan udara dingin sehingga sekilas kelihatan tidak mirip manusia. Tulisan di papan kardus lusuh di hadapannya berbunyi: 'PUNYA KOIN RECEH? AKU BUTUH MAKAN'.
Soren Adam memasukkan sekeping koin ke kotak di samping tunawisma itu. Tunawisma itu hanya menatap Soren Adam, dan tidak mengucapkan apa-apa.
Di dekat pintu masuk stasiun, sosok Perdana Menteri terlihat di layar plasma pengumuman. Beberapa orang berkumpul di depan layar untuk menonton, berdiri dengan jarak satu meter dari yang lain, terlalu takut terinfeksi meski Bencana Besar Pertama sudah lewat lebih dari satu dekade.
"Inggris akan berusaha menghindari perang terbuka..."
Soren Adam mendekat. Penampilan Perdana Menteri Tallulah Tornbridge bertambah lusuh. Sanggulnya miring, ubannya bertambah dan kantung matanya begitu kentara sehingga sekilas wanita itu terlihat seperti habis dipukuli.
"Kita sudah kehilangan begitu banyak nyawa di Bencana Besar terakhir," lanjut Perdana Menteri dengan muram. "Perang jelas bukan cara terbaik untuk bertahan hidup. Inggris akan berusaha mengajak kedua pihak bernegosiasi..."
"Susah," komentar laki-laki tinggi besar di sebelah Soren Adam dengan nada sinis. Dia memakai jas hujan warna kuning lemon. "Mana mau mereka mengalah? Kudengar Asia Tenggara sudah dicaplok habis."
"Toh bukan kita yang berperang," timpal wanita mungil berjaket parka tebal sambil mengangkat bahu. "Kita lihat saja apa yang akan terjadi."
"Posisi kita di tengah-tengah, Pam!" tegur seorang pria lain di dekat si wanita mungil. Dia juga mengenakan jaket bermodel serupa—sepertinya mereka suami-istri. "Kalau mereka mulai saling melempar rudal, tebak siapa yang kena?"
Perdana Menteri masih mengulang-ulang soal perdamaian sebagai kunci, tetapi para penonton ini tidak mempercayai kata-katanya. Di dalam hati, Soren Adam juga sangsi. Pihak Timur terus-terusan memprovokasi setahun belakangan, dan itu membuat tetangga Inggris di sisi Barat naik darah. Suami Pam benar, pikir Soren Adam. Kalau sampai perang terbuka pecah, maka Inggris dan negara-negara lain yang berada di tengah yang akan jadi korban.
Jam tangan Soren Adam bergetar. Pukul tujuh lima belas. Pikirannya kembali ke rutinitas. Laki-laki serba teratur itu meninggalkan kerumunan yang resah itu, dan masuk ke stasiun. Keretanya akan tiba tiga menit lagi di peron tiga.
Tepat waktu.
Soren Adam pergi ke peron tiga. Saat dia menempelkan kartu transportasi ke gerbang tiket otomatis, muncul peringatan bahwa saldonya habis.
Ah, ya. Ini hari Senin. Saldo kartu transportasiku harus selalu diisi ulang setiap Senin. Gara-gara menjawab survei tadi, aku sampai kelupaan.
Soren Adam mengeluarkan ponsel dan mencari aplikasi mobile banking untuk top-up saldo kartu transportasi itu.
Tiga menit lagi. Tidak boleh terlambat.
Setelah proses autentifikasi dengan sidik jari dan retina, Soren Adam tiba di halaman depan aplikasi mobile banking. Ada titik merah di bagian notifikasi. Aneh, pikir Soren Adam. Aku sudah membayar semua tagihan listrik, PAM, pulsa, dan asuransi kesehatan. Sekarang belum tanggal gajian, dan Soren Adam tak punya kartu kredit. Dia tidak pernah melewatkan urusan-urusan pembayaran.
Dia mengeklik notifikasi baru itu.
'1 April 2045, 06.17: Transfer masuk £10,000.'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top