5. I want to die

Erika membuka mata ketika cahaya matahari mulai masuk ke dalam kamarnya. Dia baru ingat kejadian tadi malam yang membuat hidupnya seketika itu hancur. Tubuhnya terasa lemah, entah bagaimana caranya dirinya sudah berada di atas ranjang dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

Dia masih ingat setelah kepergian Nick, tubuhnya luruh di atas karpet dan setelah itu dia mulai menangis hingga dirinya tertidur. Lalu siapa yang memindahkannya di atas ranjang?

Erika sedang berpikir ketika dua orang pelayan wanita masuk ke dalam kamarnya dan salah satu dari pelayan itu membawa sebuah nampan yang berisi susu dan roti kemudian meletakkannya di atas nakas tempat tidurnya.

Kedua pelayan tersebut mengangguk dengan sopan dan tanpa berkata apa-apa mereka berdua meninggalkan Erika yang masih diam mematung di atas ranjang.

Erika menatap nampan yang berisi sarapan tersebut dan ingatannya langsung kembali pada kejadian kemarin pagi, pada saat untuk pertama dan terakhir kalinya suaminya memasak sarapan untuknya.

Tangannya mulai meremas selimut yang menutupi tubuhnya, dia membenci laki-laki itu. Kemudian yang terjadi selanjutnya nampan itupun telah terlempar di atas lantai dengan piring dan gelas yang telah pecah berkeping-keping.

Dia menatap pecahan piring dan gelas tersebut, seperti gambaran dirinya yang telah hancur berkeping-keping.

Tak ada lagi air mata yang mengalir dipipinya hanya saja kebencian dihatinya semakin besar terhadap suaminya.

Erika menyibakkan selimut yang sedari tadi menutup tubuhnya dan beranjak turun menuju kamar mandi. Dia ingin menenggelamkan diri di bath tup, tak ada gunanya ia hidup sekarang setelah pengkhianatan oleh suaminya sendiri.

Erika berjalan melewati pecahan piring dan gelas yang masih berceceran di atas lantai dan tanpa disadari kakinya menginjak pecahan gelas tersebut yang mengakibatkan darah langsung keluar dari telapak kakinya. Dan dia meringis menahan sakit.

Sakit

Namun sakit yang dirasakan bukan berasal dari kakinya yang telah mengeluarkan darah segar tapi sakit hati  oleh perlakuan suaminya sendiri.

Dia kemudian mencabut pecahan gelas tersebut yang lumayan besar dan meninggalkan luka menganga di telapak kakinya. Dia tidak menghiraukannya dan terus berjalan ke arah kamar mandi walaupun lantai yang putih bersih tersebut telah ternoda oleh darah yang berasal dari telapak kakinya.

Akhirnya setelah masuk ke dalam kamar mandi, tubuhnya merosot tepat disamping bath tup. Dia melihat keramik kamar mandi itu telah berubah warna menjadi merah karena jejak kakinya yang berdarah.

Dia tersenyum miring, darahnya tidak berhenti dan terus menerus keluar dari telapak kakinya. Luka akibat pecahan gelas tersebut cukup dalam dan panjang. Dia berpikir mungkin ini adalah jalan untuk dirinya mengakhiri semua ini. Meninggalkan cinta yang selama ini dipujanya yang dalam sekejap berubah menjadi sebuah kesakitan.

Wajahnya mulai pucat, tangannya terulur meraih kran shower dan menyalakannya. Air itupun mulai mengalir membasahi dirinya dan lantai kamar mandi yang kemudian menghapus jejak darah di atas lantai keramik tersebut. Rasa sakit itupun mulai menghilang bersamaan dengan matanya yang mulai terpejam.

****

Erika membuka mata dan pandangannya sedikit kabur. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk membiasakan cahaya di ruangan itu. Erika baru ingat kejadian tadi pagi ketika kakinya tergores pecahan kaca. Dan dia mulai kehilangan kesadarannya ketika berada di kamar mandi, lalu semuanya gelap.

Apakah dirinya telah mati?

"Kau belum mati."  Suara itu sepertinya tidak asing di telinga Erika.

Erika menoleh dan mendapati Nick sedang berdiri di depan jendela melihat keluar, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Walaupun dari samping Erika dapat melihat ekspresi laki-laki itu.

"Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Erika yang masih memandang Nick.

"Aku tidak akan membiarkan seekor lalat mati di dalam rumahku," ucapnya dingin.

"Harusnya kau membiarkan saja seekor lalat itu mati," balas Erika tak kalah dingin.

Nick berbalik dan berjalan ke arah Erika. "Mudah bagiku membunuh seekor lalat tapi tidak dalam rumahku sendiri." Tatapan Nick sangat menusuk hingga membuat Erika sedikit takut.

"Kau tak perlu bersikap baik padaku." Ucapan sinis Erika membuat Nick tersenyum miring.

"Aku harus bersikap baik padamu, selagi suamimu meminjam uangku Nyonya Simpsons." 

"Brengsek kau!" umpat Erika.

"Seharusnya kata-kata itu lebih tepat kau berikan pada suamimu." Setelah mengucapkan kata-kata itu Nick kemudian pergi meninggalkan Erika yang hanya bisa melihat punggung Nick menghilang dari balik pintu.

Erika menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya dan melihat perban dibagian telapak kakinya.

Lalu tak berapa lama seorang maid masuk ke dalam kamarnya membawa sebuah nampan yang berisi air putih dan obat.

"Nyonya silakan minum obatnya," ucap maid tersebut dengan sopan.

"Kenapa kalian tidak membiarkanku mati saja,"  ujar Erika sinis.

"Tuan Nick tidak akan pernah membiarkan itu terjadi Nyonya,"  balas maid tersebut.

"Oh ya, Anda bisa memanggil saya Hannah, saya kepala pelayan di rumah ini," ucapnya sopan memperkenalkan diri pada Erika.

Erika hanya diam saja tidak menanggapinya sampai pelayan bernama Hannah tersebut menyodorkan gelas berisi air serta obat kepadanya.

"Minumlah dulu Nyonya agar lukanya cepat sembuh," ucapnya lembut.

"Tidak perlu bersikap baik terhadap seekor lalat sepertiku," ucap Erika sinis.

Maid itupun tersenyum mendengar perkataan Erika. "Saya akan meletakkan obatnya disini jika anda tidak ingin meminumnya sekarang."

"Dan untuk lukanya, dokter sudah menjahitnya jadi anda tidak perlu khawatir akan terjadi infeksi," ucap Hannah.

Hannah kemudian berbalik dan mulai berjalan tetapi langkahnya terhenti dan berbalik kembali ke arah Erika.

"Tuan Nick bukan orang yang seperti Anda pikirkan Nyonya, beliau yang telah menyelamatkan Anda tadi pagi ketika pingsan di dalam kamar mandi." Setelah itu Hannah meninggalkan Erika sendiri di dalam kamarnya.

Erika tidak percaya dengan kata-kata pelayan wanita tadi. Tidak mungkin laki-laki itu yang menyelamatkannya. Bahkan di dalam mimpi sekalipun.

****

Sudah beberapa hari sejak kejadian dirinya pingsan di dalam kamar mandi, Erika tidak pernah melihat Nick atau lebih tepatnya laki-laki itu tidak pernah datang lagi ke kamarnya hanya Hannah yang sering keluar masuk ke dalam kamarnya untuk membawakan makanan, obat dan juga membantunya mengganti perban di telapak kakinya.

Seperti pagi ini Hannah sedang membantu Erika mengganti perban di telapak kakinya dengan begitu hati-hati dan telaten. Erika dapat melihat jahitan di telapak kakinya setelah perban itu dilepas oleh Hannah, cukup panjang pikirnya.

"Lukanya sudah hampir sembuh, dan akan kembali seperti semula jika anda rutin meminum obatnya Nyonya," ucap Hannah senang melihat luka di telapak kaki Erika sudah mulai membaik.

Dan Erika memang selalu meminum obatnya walaupun terpaksa, karena dia ingat dengan perkataan Nick yang begitu sinis kepadanya.

Dirinya dibandingkan dengan seekor lalat.

Dan itu membuat Erika marah dan semakin membuatnya membenci Nick. Erika akan membuktikan kalau seekor lalat bisa terbang bebas keluar dari rumah ini.

"Terima kasih Hannah," ucapnya setelah Hannah selesai memasang perban pada kakinya.

"Tidak perlu sungkan Nyonya itu sudah menjadi tugas saya untuk melayani Anda dengan sebaik mungkin," balas Hannah sopan.

Entah apa yang terjadi sikap Erika kepada pelayan wanita itu jauh lebih baik, dia tidak pernah berkata sinis ataupun kasar lagi. Mungkin Erika sadar akan statusnya di rumah ini hanyalah sebagai jaminan.

"Saya permisi dulu Nyonya, untuk membawakan sarapan Anda kemari." ucapnya sambil beranjak setelah selesai membereskan peralatan yang dipakainya untuk mengobati luka Erika.

"Ehm... tidak perlu Hannah, aku ingin turun untuk sarapan di ruang makan saja,"  tolak Erika.

Sudah beberapa hari dia berada di rumah ini tetapi Erika selalu diperlakukan layaknya seorang pesakitan. Mungkin karena kakinya terluka tetapi Erika merasa dirinya sudah tidak perlu diperlakukan seperti itu lagi.

"Anda yakin Nyonya?" tanya Hannah menyipitkan matanya dan melihat ke arah kaki Erika yang diperban.

"Aku tidak apa-apa percayalah," ucapnya meyakinkan.

"Tapi Anda tidak perlu memaksakan diri sebelum luka anda benar-benar sembuh Nyonya," ucap Hannah khawatir.

"Aku juga perlu bergerak Hannah supaya kakiku tidak kaku dan aku bukan patah tulang hanya tergores pecahan kaca."

Hannah memandang Erika untuk beberapa saat sebelum dia mengangguk, "Baiklah Nyonya saya akan membantu Anda untuk berjalan."

"Terima kasih Hannah," ucap Erika senang.

Rasanya terkurung di dalam kamar setiap hari membuat Erika merasa bosan. Tapi sebenarnya Erika mempunyai rencana lain.

Dengan hati-hati Hannah memapah Erika untuk berjalan menuruni anak tangga rumah itu menuju ruang makan. Dan Erika sangat menyesal dengan keputusannya yang telah menolak Hannah untuk mengantarkan saja sarapannya ke kamarnya karena Erika melihat laki-laki itu sedang duduk di kursi ruang makan sambil memakan sarapannya.

Tapi dirinya tidak mungkin kembali ke atas, karena kakinya ternyata masih terasa ngilu saat menuruni anak tangga rumah itu.

Argghh...

Erika benar-benar menyesal sekarang.

Nick berhenti memakan sarapannya ketika melihat Erika berjalan ke arah meja makan dengan dibantu oleh Hannah. Kemudian pelayan wanita itu menarik sebuah kursi untuk Erika. Setelah Erika duduk Nick kembali melanjutkan sarapannya.

"Sepertinya kau terlihat lebih baik," ucap Nick sambil memotong daging.

Erika menoleh dan menatap Nick sejenak kemudian membuang wajahnya kembali. Hannah datang dengan membawa sarapan untuk Erika kemudian meninggalkannya berdua saja dengan Nick.

Nick mengusap bibirnya dengan serbet dan membuang tersebut di atas meja.

"Dan mulai hari ini kau bisa turun untuk sarapan sendiri tidak perlu pelayan lagi untuk mengantarkannya ke dalam kamarmu karena pelayan di rumah ini dibayar bukan untuk melayanimu."

Erika memegang erat garpu dan pisau ditangannya saat mendengar perkataan Nick, darahnya seakan mendidih oleh kata-kata Nick.

Nick berdiri dari kursinya hendak meninggalkan meja makan tersebut tetapi dia berhenti sejenak di belakang Erika.

"Dan satu hal lagi, jangan coba-coba untuk mengakhiri hidupmu di rumah ini karena bagaimanapun juga kau adalah jaminan, jadi aku harus menjagamu agar tetap hidup,"  ucap Nick kemudian berjalan meninggalkan Erika.

Erika merasa sangat marah dengan perkataan Nick, laki-laki itu benar-benar tidak mempunyai perasaan. Tapi Erika mempunyai rencana lain yang disembunyikannya. Laki-laki itu harus tahu bahwa seekor lalat akan terbang bebas kemanapun dia suka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top