21. A Letter
Nick membuka kotak persegi panjang yang selama tiga tahun disimpannya. Kotak yang berisi surat dan sebuah kalung. Nick telah membaca isinya walaupun surat tersebut bukan ditujukan untuknya. Katakan dia lancang, tapi rasa penasaran serta sakit hati telah membuat Nick melakukannya.
Benda tersebut adalah peninggalan Ellisa. Pesan terakhir sebelum istrinya menghembuskan napas terakhir. Nick masih menyimpannya dengan baik. Dia tidak berniat membuangnya walaupun hatinya telah dikhianati, karena dia mempunyai firasat jika suatu saat pasti benda tersebut berguna.
Nick tersenyum licik. Niatnya hanya ingin menyimpan benda tersebut, tetapi sekarang dia harus menyerahkannya pada pemilik sesungguhnya. Dulu dia berpikir akan membalas rasa sakit hatinya dengan tetap menyimpan benda tersebut dan membiarkan laki-laki itu tetap membencinya. Namun, ternyata dia salah. Laki-laki itu ternyata membalasnya lebih dulu lewat Erika. Licik.
Sial. Keputusannya untuk membebaskan Erika ternyata salah. Harusnya dia tetap mengurung wanita itu dalam rumahnya atau kalau perlu dia mengikatnya untuk dirinya sendiri selamanya.
Setelah kepergian Erika ternyata separuh jiwa Nick terasa kosong. Keberadaan Erika selama dua bulan di rumahnya telah membuat dunianya berubah. Hatinya yang beku lama-lama mencair. Dia merindukan Erika. Walaupun wanita itu terlalu keras kepala dan kadang sulit untuk dikendalikan, namun ternyata itu mampu menarik perhatian Nick.
Bagaimana pun caranya Nick harus segera menyelamatkan Erika dan membawanya kembali ke rumahnya. Dia tidak akan kalah untuk yang kedua kalinya.
***
"Wow... lihat siapa yang datang? Seorang Nick Gibson Mackenzie berada di kantor Mark Taylor," laki-laki itu terkekeh tapi Nick tidak.
Mark memajukan tubuhnya kemudian menopang dagunya dengan kedua tangannya di atas meja. Batinnya bersorak ternyata laki-laki itu datang juga untuk menyelamatkan wanita itu. Umpannya ternyata berhasil.
"Apa yang membawamu datang kemari Tuan Mackenzie?" tanya Mark dengan seringainya.
Nick tidak langsung menjawab dan hanya menampilkan wajah datarnya di hadapan Mark.
"Oh..., aku tahu, pasti kau datang ke sini untuk membebaskan wanita itu, katakan jika aku salah," kata Mark dengan penuh percaya diri.
Mark tidak terkejut kalau laki-laki itu tau bahwa Erika berada di rumahnya. Seorang Nick bisa melakukan apa pun yang dikehendakinya termasuk mencari tahu keberadaan Erika.
"Kau salah," balas Nick membuat Mark terkejut karena dugaannya salah.
"Lalu ada urusan apa kau datang ke sini?" Raut wajah Mark berubah menjadi tidak bersahabat.
"Urusanku denganmu tiga tahun yang lalu dan tidak ada hubungannya dengan wanita yang kini sedang berada di rumahmu," ucap Nick yang masih berdiri di hadapan Mark.
"Kita tidak pernah ada urusan apa pun Tuan Mackenzie, dan jangan bicara seolah kita adalah teman dekat yang sudah lama tidak bertemu." Mark berdiri memutari meja kerjanya yang besar. Wajahnya terlihat tidak suka.
"Kita memang tidak pernah bersahabat bukan?" ucap Nick sarkas.
Mark memberikan tatapan tajam pada Nick. Kehadiran laki-laki itu di kantornya membuat darahnya mendidih.
"Jangan basa-basi katakan apa yang kau inginkan, aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu." Mark menatap Nick seolah menyalurkan semua kebenciannya.
Nick tersenyum miring kemudian mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang dari dalam saku jasnya. Mark mengamatinya dengan penasaran. Nick meletakkan kotak tersebut di atas meja. Mark mengerutkan keningnya semakin penasaran.
"Aku hanya ingin menyerahkan ini," ucap Nick setelah meletakkan kotak tersebut.
Nick hanya membawa kotak persegi panjang yang tadi malam di bukanya setelah sekian lama. Dia tidak membawa uang yang diberikan oleh Joshua dan meminta laki-laki itu mengembalikannya sendiri. Entah Joshua melakukannya atau tidak itu bukan urusan Nick.
"Apa itu?" tanya Mark penasaran.
"Buka saja jika kau penasaran." Nick tersenyum licik.
"Kau!" Mark mengeratkan rahangnya.
"Tugasku sudah selesai Mark." Nick berbalik kemudian berjalan menuju pintu keluar.
Mark mengamati kotak tersebut yang masih tergeletak di atas mejanya.
"Jangan kau pikir dengan memanfaatkan kelemahan laki-laki itu kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan Mark," ucap Nick setelah sampai di depan pintu keluar.
Mark menoleh dan menatap lurus pada wajah Nick.
"Dan satu lagi jangan berpikir untuk membuang kotak itu jika kau tidak ingin menyesal seumur hidupmu." Nick menunjuk kotak tersebut dengan ujung telunjuknya.
"Itu pesan terakhir dari wanita yang aku cintai," ucap Nick lirih namun Mark masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Belum hilang keterkejutan Mark yang sedang menatap kotak tersebut, Nick telah keluar dari dalam ruangannya dan meninggalkan dia sendiri dengan sejuta pertanyaan yang menghantui pikirannya.
***
Nick memukul stir dengan keras seolah menumpahkan segala kemarahannya setelah keluar dari dalam kantor Mark. Laki-laki itu terlalu pengecut untuk membalas dendam padanya. Dia menggunakan Erika sebagai umpan. Dan apa yang dilakukannya tadi, dia malah berkata bahwa tidak ingin membebaskan Erika. Bodoh.
Namun itu adalah salah satu rencananya. Nick yakin laki-laki itu akan sadar dan melepaskan Erika dengan sendirinya. Karena Nick tahu, Mark sedang memancingnya untuk masuk ke dalam permainan yang dibuatnya.
Nick melajukan mobilnya meninggalkan gedung perkantoran milik Mark. Dia hanya harus menunggu Erika bebas karena Nick yakin laki-laki itu akan membebaskannya setelah membuka isi kotak yang baru saja diberikannya.
Namun jika Mark tidak membebaskannya, Nick punya cara lain untuk merebut Erika kembali.
****
Mark masih menatap kotak persegi panjang yang masih tergeletak di tempat yang sama setelah Nick meletakkannya tadi. Dia mengingat perkataan Nick sebelum laki-laki itu keluar dari dalam ruangannya.
Wanita yang dicintainya? Itu artinya Ellisa.
Tangan Mark terulur meraih kotak tersebut kemudian dengan ragu-ragu membukanya. Matanya terbelalak melihat isi dalam kotak tersebut. Sebuah kalung dan sebuah surat.
Mark mengambil kalung tersebut dan menatapnya lekat-lekat. Kalung yang diberikan untuk wanitanya empat tahun yang lalu saat hari ulang tahunnya. Kalung sederhana yang dibelinya saat dia belum memiliki apa-apa. Hatinya menghangat, ternyata Ellisa masih menyimpannya.
Mark menggenggam kalung tersebut kemudian mengambil surat yang masih berada dalam kotak tersebut dengan salah satu tangannya yang bebas. Dia membukanya secara perlahan. Hatinya langsung memanas ketika melihat tulisan tangan Ellisa.
Mark menutup kembali surat tersebut setelah selesai membacanya. Tubuhnya luruh ke lantai. Tangannya menggenggam erat kalung milik Ellisa.
"Kenapa? Kenapa kau melakukannya padaku, Ellisa!" teriak Mark marah dan entah sejak kapan air matanya sudah mengalir. Mark menangis. Dia menyesal namun sia-sia semuanya telah terlambat.
"Argghh...!" teriak Mark dengan penuh penyesalan.
"Maafkan aku Ellisa, maafkan aku."
Mark menangis.
***
Erika keluar dari apartemen Mark setelah beberapa saat yang lalu laki-laki itu datang dan menyuruhnya pergi.
"Pergilah Erika!" ucap Mark dingin.
"Apa?" tanya Erika kaget.
"Pergilah sebelum aku berubah pikiran."
Erika tidak bertanya lagi dan segera meninggalkan apartemen Mark dengan cepat dan sial dia lupa membawa tasnya karena terlalu terburu-buru. Batinnya tertawa karena kebodohan yang dilakukannya. Sebentar lagi dirinya akan benar-benar menjadi gelandang dan berakhir hidup di jalanan. Sial. Umpatnya sekali lagi.
Erika merapatkan jaket tipisnya dan berjalan menyusuri jalanan kecil. Tidak mungkin dia kembali ke apartemen laki-laki itu hanya untuk mengambil tasnya yang berisi uang dan ponsel. Dan jika itu terjadi, artinya dia akan kembali masuk ke dalam kandang binatang buas.
"Argghh... kau bodoh Erika!" gumamnya pada dirinya sendiri.
Erika melirik sekitar. Jalanan ini terlalu sepi untuk kota sebesar New York. Dan dia baru sadar kalau perutnya terasa lapar setelah tiga hari tidak menyentuh makanan apa pun yang diberikan oleh Mark. Tamatlah riwayatnya kali ini. Setelah laki-laki itu membebaskannya dia akan segera mati karena kelaparan.
"Jangan bergerak!" Tiba-tiba suara laki-laki menghentikan langkah kakinya. Dan dia merasakan sesuatu yang dingin berada tepat di lehernya.
Sial. Apalagi ini? Dia akan benar-benar mati saat ini.
****
****
Fiuhh....setelah kemarin saya terserang migrain akhirnya part ini selesai juga.
Maaf jika cerita saya terlalu banyak konflik sehingga membuat pembaca bosan, dan saya tidak akan pernah memaksa untuk membacanya jika tidak suka.
Thank you!
Selasa 13 Desember 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top