16. I'm free?
Kau bebas Erika.
Kalimat itu terus menerus berputar di kepala Erika. Seperti sebuah lagu yang begitu merdu tapi malah membuat dadanya terasa sesak. Seharusnya dia bahagia Nick telah membebaskannya tapi seperti ada yang hilang dari dalam hatinya. Dia merasa kosong. Kebebasan yang diinginkannya telah terwujud tapi kenapa malah membuatnya sedih.
Aku hanya ingin menyelamatkanmu Erika dan jika kau tidak bersedia untuk tinggal di rumah ini, aku akan melepaskanmu.
Nick benar-benar memenuhi ucapannya untuk melepaskan Erika. Kenapa hati Erika merasa ada yang kosong. Dia menghela napas kemudian mencoba berbaring. Matanya mencoba untuk terpejam namun terbuka kembali ketika mendengar suara ketukan pada pintu kamarnya.
"Kau sudah tidur?" Aline, ibunya menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Seperti yang kau lihat." Erika mengubah posisinya yang tadi berbaring menjadi duduk di atas ranjangnya.
Aline masuk kemudian menutup kembali pintu kamar tersebut.
"Are you okay?" Aline bertanya ketika sudah duduk di pinggiran ranjang Erika yang tidak terlalu besar.
"I'm okay, Mom," balas Erika ragu. Bohong. Sekali lagi dia berbohong. Dirinya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Terlebih setelah Nick membebaskannya.
"Kau tahu kau selalu ada tempat di sini," ucap Aline yang memegang dadanya sebelah kiri.
"Trims, Mom." Erika memeluk tubuh Aline dengan sangat erat.
"Aku tak tahu apa yang terjadi tapi kau bisa berbagi denganku," ucapnya mengeratkan pelukannya pada putri satu-satunya. Aline tidak bodoh dia tahu putrinya tidak sedang baik-baik saja.
Erika melepaskan pelukannya. "Aku menyayangi kalian," ucapnya pada Aline.
"Rumah ini selalu terbuka untukmu Erika, ayahmu juga sangat merindukanmu walaupun dia tidak mengucapkan secara langsung."
"Aku tahu," balasnya miris.
Masalahnya terlalu pelik, dia bingung apakah harus menceritakan semuanya. Namun Erika masih menimbang-nimbang untuk itu. Dia tidak ingin melibatkan kedua orang tuanya. Erika tidak ingin membuat mereka khawatir.
"Bagaimana keadaan Joshua?" tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Aline membuat Erika sedikit terkejut.
"Kenapa kau terlihat terkejut?" tanya Aline melihat reaksi yang diberikan oleh Erika.
Erika menghela napasnya. "Kami berpisah," balasnya walaupun mereka belum benar-benar bercerai tetapi secara tidak langsung perbuatan Josh padanya adalah awal dari perpisahan mereka.
"Why?" Ibunya sedikit terkejut.
"Aku tidak mencintainya lagi." Kali ini ucapannya benar Erika tidak mencintai bajingan itu dan lebih membencinya.
Aline menghela napasnya. "Kau sudah dewasa Erika, kau bisa memutuskan masalahmu sendiri tapi jika kau memerlukan bantuan, kami akan dengan senang hati membantumu,jangan pernah kau pendam sendiri."
Erika kembali tersenyum dan memeluk ibunya. Pelukan ibunya bisa sedikit membuat dirinya merasa nyaman dan Erika bersyukur mempunyai orangtua yang selalu memberikan kebebasan untuk memutuskan masalahnya sendiri. Bahkan dulu ketika dia memutuskan untuk pergi ke New York, mereka mengizinkan asalkan Erika bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik..
"Lalu siapa laki-laki tadi?" tanya Aline kembali.
Erika tahu siapa yang dimaksud oleh ibunya, siapa lagi kalau bukan Nick.
"Dia hanya seorang teman." Yang menolongku. Sambungnya dalam hati.
"Teman?" Aline menyipitkan matanya dia tidak percaya begitu saja.
"Ya."
Erika tidak tahu harus menjawab apa, hubungannya dengan Nick terlalu buruk bahkan teramat sangat. Dia telah sengaja melukai laki-laki itu. Menuduhnya yang bukan-bukan bahkan menyebutnya laki-laki brengsek dan juga bajingan.
Seharusnya Erika malu, dia adalah wanita yang paling tidak tahu diri. Nick sudah menolongnya walaupun laki-laki itu tidak mengatakan secara langsung namun apa balasan yang diberikan Erika sungguh menyakitkan. Mata hatinya baru terbuka setelah Hannah menceritakan semuanya.
Maafkan aku Nick.
Erika tersentak ketika Aline menyentuh pundaknya.
"Are you okay?"
Erika mengangguk.
"Apakah kau mencintainya?"
What? Siapa?
"Maksud ibu?" Erika sedikit tidak mengerti.
"Laki-laki yang mengantarkanmu, apakah kau mencintainya?" jelas Aline.
Cinta. Sejak kapan? Bahkan Erika masih ingat dirinya begitu membenci Nick. Bagaimana bisa ibunya menyimpulkan bahwa Erika mencintainya.
"Aku tahu dia peduli padamu," ucap Aline yang tidak mendapatkan respon dari pertanyaannya.
Oke. Selain Hannah, ibunya adalah orang kedua yang bilang kalau Nick peduli padanya. Sedangkan dirinya sendiri tidak menyadari makna sikap Nick padanya selama ini.Miris.
"Aku tidak tahu," balasnya lirih.
"Aku dan Patrick tidak akan ikut campur Erika walaupun kau adalah anak kami berdua." Dia mengelus lembut rambut Erika. Putrinya sudah besar bahkan sudah menikah walaupun dia tidak tahu masalah yang terjadi pada rumah tangganya.
"Aku janji akan menceritakan semuanya pada kalian tapi tidak sekarang," ucapnya pada Aline.
"Aku mengerti kau membutuhkan waktu dan itu mungkin alasanmu untuk mau kembali ke rumah ini." Aline tersenyum kecil.
"Maafkan aku Bu," ucap Erika merasa bersalah.
"Kenapa harus minta maaf, ini rumahmu jadi kau bisa pulang kapan saja dan kami juga sangat merindukanmu," ucapnya kemudian memeluk Erika kembali.
"Trims, Mom."
"Istirahatlah, aku akan kembali ke kamar," ucap Aline beranjak dari ranjang Erika dan keluar dari kamar setelah mengucapkan selamat malam pada putrinya.
Erika kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Bayangan Nick tiba-tiba muncul. Laki-laki itu begitu baik. Sejak pertemuan pertamanya, dia telah memupuk kebencian kepadanya. Suatu saat nanti jika takdir mempertemukan mereka kembali Erika berjanji untuk menebus semua kesalahan yang dilakukannya pada Nick hingga laki-laki itu bersedia memaafkannya.
Maafkan aku Nick.
Erika memejamkan matanya. Rasanya lelah sekali. Dia ingin istirahat malam ini dengan tidak memikirkan apapun.
****
Udara pagi begitu sejuk. Sudah tiga hari dia berada di rumah orangtuanya. Pikirannya sedikit tenang. Ayah dan ibunya tidak terlalu bertanya tentang masalahnya. Karena mereka yakin Erika masih mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Erika berjalan menuju dapur setelah mencuci muka dan menyikat gigi. Cacing dalam perutnya sudah berteriak minta segera diisi. Setelah tiba di dapur Erika tidak menemukan sarapan hanya ada sebuah note tulisan ibunya. Aline tidak sempat membuat sarapan untuknya karena harus pergi ke kota pagi-pagi sekali bersama Patrick dan dia lupa memberitahu pada Erika saat makan malam.
Erika tersenyum setelah membaca note tersebut. Dia tidak masalah memasak sarapan sendiri. Karena dulu setiap hari dia yang memasak untuk Joshua. Ah, kenapa laki-laki itu berubah menjadi seorang bajingan.
Dia menghela napas kemudian berjalan menuju kulkas dan dibukanya. Erika mengambil telur, keju dan susu. Dia memecah cangkang telur dan memasukkan ke dalam mangkok setelah itu jari-jari kecilnya dengan lihai mulai mengocoknya. Dia menghentikan kocokan telurnya ketika terdengar suara bel pintu rumahnya.
Dia mengernyitkan dahi. Ibunya tidak memberitahu kalau akan ada tamu yang datang. Biasanya teman ayahnya datang untuk mengajaknya memancing.
Erika bergegas menuju ke ruang tamu meninggalkan dapur untuk membuka pintu.
Setelah pintu terbuka tubuh Erika menegang. Matanya tak berkedip melihat objek di hadapannya. Tiba-tiba napasnya sesak, jantungnya terasa berdetak semakin cepat.
"Aku merindukanmu, Sayang."
****
Maaf kalau pendek dan maaf untuk masalah kemarin, saya terlalu emosi padahal saya terbiasa kalem menanggapi komentar kalian.
Dan tenang saja saya tidak akan namatin setengah cerita begitu saja. Nick dan Erika masih akan lanjut sampai EPILOG.
Mau seru-seruan nih... Siapa kira-kira yang datang ke rumah Erika???
Kalau ada yang jawab benar aku bakal update cepat.
Thanks for reading 😍😍
Vea Aprilia Senin 28 november 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top