10. Meet Him

Nick membuka mata ketika dirasakan cahaya matahari mulai masuk dari jendela kamarnya. Dia harus bergegas membersihkan diri dan bersiap karena harus segera kembali ke Orlando pagi ini juga. Ada banyak pekerjaan yang menunggunya di sana.

Setelah membersihkan diri dan memastikan dia telah siap Nick keluar dari dalam kamar. Dia melewati kamar Erika yang masih tertutup rapat. Apakah dia masih tidur?

Nick berjalan menuju dapur untuk sekedar membuat kopi. Nick memang seorang laki-laki kaya, banyak pelayan yang selalu setia melayaninya tetapi tidak ketika dirinya berada di New York. Dia hanya menyiapkan petugas kebersihan untuk membersihkan apartemennya setiap hari. Dan untuk urusan membuat kopi Nick bisa melakukan sendiri.

Nick duduk di kursi sambil menyesap kopi yang baru saja dibuatnya melalui mesin pembuat kopi. Dia melirik ke arah kamar Erika. Rasanya aneh jika wanita itu masih tidur pada saat ini mengingat sudah pukul delapan pagi.

Nick sudah tidak bisa menunggu lagi, dia akan terlambat ketika tiba di Orlando dan melewatkan rapat yang telah menunggunya di sana.

Nick berjalan menuju kamar Erika.  Tangannya terulur untuk mengetuk pintu tersebut. Dia masih mempunyai sopan santun tidak seenaknya saja masuk ke dalam kamar wanita itu.

Tidak ada balasan dari dalam kamar Erika membuat Nick mengerutkan dahinya. Aneh pikirnya, mungkinkah wanita itu masih berada di kamar mandi hingga tidak mendengar ketukan pintu.

Tapi Nick bukan laki-laki bodoh, dia segera membuka pintu tersebut yang ternyata tidak dikunci. Kemudian dia mendapati ranjang itu kosong dan masih tertata rapi seperti tidak pernah ditiduri semalam.

Nick berjalan menuju kamar mandi dan membukanya dan ternyata kamar mandi tersebut juga kosong dan terlihat kering.

Nick mengangkat bibirnya ke atas. Ternyata wanita itu memanfaatkan kesempatan dengan begitu baik pikirnya. Dia telah berhasil melarikan diri dari Nick.

Tapi dia pikir bisa lari begitu saja darinya. Nick tersenyum licik.

***

Erika turun dari taksi yang membawanya dari apartemen milik Nick menuju rumahnya. Rumah yang pernah ditempatinya bersama dengan Joshua selama tiga tahun terakhir ini.

Dia terpaksa mengambil beberapa ratus dollar dari dalam dompet Nick ketika laki-laki itu sedang mandi. Anggap saja dirinya mencuri uang Nick tapi Erika yakin laki-laki itu tidak akan jatuh miskin hanya karena kehilangan beberapa dollar.

Setelah itu Erika meninggalkan apartemen Nick menjelang pagi. Dia tidak perlu membawa barang-barangnya hanya pakaian yang melekat pada tubuhnya juga uang yang diambilnya dari dompet Nick. Dan jika uang itu habis Erika berencana menjual cincin pernikahannya yang masih melingkar indah di jari manisnya.

Tujuannya adalah untuk menemui Joshua. Erika memikirkan perkataan Mark pada pesta tadi malam dan entah kenapa dirinya merencanakan untuk melarikan diri dan menemui Joshua. Setidaknya dia berpikir untuk meminta Joshua menceraikannya agar dirinya bisa terbebas dari perjanjian antara Joshua dan juga Nick.

Kakinya berjalan menapaki halaman rumah tersebut. Banyak kenangan yang tersimpan dalam rumah itu. Tapi hatinya menolak untuk terus terlena dengan kenangan manis pada rumah yang selama ini ditinggalinya.

Rumah itu tidak terlalu besar tapi cukup membuat penghuninya nyaman dengan taman kecil serta halaman yang dipenuhi rumput yang dipotong sangat rapi. Memang dibandingkan dengan mansion milik Nick rumahnya bersama Joshua tidak ada apa-apanya.

Erika segera mengetuk pintu rumah tersebut berharap Joshua masih berada di rumah mengingat masih begitu pagi untuknya berangkat ke kantor. Tapi Erika terkejut ketika seorang wanita setengah baya membukakan pintu untuknya.

"Maaf, Anda mencari siapa?" tanya wanita itu kepada Erika.

Erika berpikir sejenak. Apakah ini pelayan baru dirumah ini? Mengingat Joshua meninggalkannya di rumah Nick sehingga dia harus mengambil pelayan untuk membersihkan rumahnya.

"Saya mencari Joshua," jawabnya kemudian.

"Joshua?" tanya wanita itu sedikit bingung.

"Benar, Joshua Daniel Hoffman." Erika terpaksa menyebutkan nama lengkap suaminya melihat reaksi bingung yang ditujukan wanita itu.

"Oh, maksud anda Tuan Hoffman pemilik rumah ini?" tanya wanita tersebut.

"Benar Nyonya," jawab Erika senang.

"Tapi Tuan Hoffman telah menjual rumah ini kepada suami saya Nyonya," lanjut wanita itu.

"Apa?" Erika sedikit berteriak karena tidak percaya atas perkataan wanita tersebut.

"Benar Nyonya, Tuan Hoffman telah menjual rumah ini dua bulan yang lalu," jelas wanita tersebut kemudian menutup pintu rumah itu.

Erika masih sibuk dengan pikirannya ketika pintu rumah itu sudah tertutup meninggalkan dirinya sendirian yang masih mematung di depan pintu rumah tersebut.

Sial

Benar-benar laki-laki bajingan, rutuknya dalam hati. Bisa-bisanya Joshua menjual rumah itu. Erika berpikir sejenak, apakah Joshua menjual rumah tersebut untuk menghilangkan jejak? Dua bulan yang lalu itu artinya setelah laki-laki menandatangani perjanjian dengan Nick.

Brengsek

Jika itu memang benar Erika tidak akan pernah memaafkan lagi kelakuan suaminya itu.

Erika berbalik dan berjalan dengan cepat meninggalkan rumah tersebut. Tujuannya kali ini adalah kantor laki-laki bajingan itu.

Urusan kita belum selesai Josh.

Erika turun dari taksinya di depan sebuah gedung pencakar langit. Memang tidak semuanya milik Joshua. Laki-laki itu hanya menyewa lima lantai dari gedung tersebut.

Kakinya segera melangkah memasuki gedung tersebut, dia segera menuju lift yang akan membawanya menuju tempat Joshua berada. Dia tidak perlu bertanya kepada resepsionis karena Erika sudah hafal betul dimana letak kantor Josh.

Ketika lift itu berhenti Erika segera keluar dan berjalan melewati beberapa ruangan. Sudah lama dia tidak menginjakkan kakinya di kantor Joshua. Namun tidak ada yang berubah. Erika segera berjalan menuju salah satu ruangan milik Joshua. Namun langkahnya terhenti ketika seorang wanita menyapanya.

"Maaf Nyonya apakah anda telah membuat janji?" tanya wanita tersebut yang sedikit diabaikan keberadaannya oleh Erika beberapa saat yang lalu.

"Janji?" Erika balik bertanya.

"Maaf, jika Anda tidak memiliki janji, silakan meninggalkan ruangan ini." ujar wanita itu yang mungkin adalah sekretaris suaminya yang baru.

"Apakah kau sekretaris baru disini?" tanya Erika setelah menatap wajah wanita itu sejenak.

"Benar, saya memang baru di perusahaan ini," jawab wanita itu dengan begitu tegas.

"Baiklah aku maklum, mungkin kau belum mengenalku," ucap Erika yang dibalas dengan kerutan pada dahi wanita itu.

"Jadi bisakah aku bertemu dengan suamiku?" sambung Erika yang sedikit menekankan kata suami pada wanita itu.

"Suami?" kali ini wanita itu semakin dibuat bingung dengan perkataan Erika.

"Apa kau tidak tahu kalau Joshua itu suamiku?" tanya Erika kembali karena tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan sebelumnya.

"Joshua?" tanya wanita membeo perkataan Erika.

"Joshua Daniel Hoffman." Erika menyebutkan nama lengkap suaminya.

Wanita itu menatap Erika cukup lama seperti menilai dan itu membuatnya sedikit kesal.

"Anda pasti salah alamat Nyonya," ucap wanita tersebut sambil tersenyum manis kepada Erika.

"Maksudmu?" Erika menyipitkan matanya.

"Kantor ini milik Mr. Anderson bukan milik seorang laki-laki yang anda sebutkan namanya tadi,"  jawab wanita itu yang terlihat begitu tenang.

"Apa?" Erika baru saja berteriak setelah mendengar perkataan wanita itu.

Dia tidak salah bukan, Erika berpikir sejenak. Tadi dirinya menekan tombol yang benar dan kenapa dia bisa tersesat di kantor orang lain. Erika melirik kembali pada wanita yang sedang berdiri di hadapannya dengan sejuta tanya dalam otaknya. Namun sebelum pertanyaan itu sempat keluar seorang laki-laki paruh baya dengan perut sedikit buncit keluar dari dalam ruangan tersebut.

Erika mengamati laki-laki tersebut dari bawah sampai atas begitu juga dengan laki-laki tersebut.

"Ada apa Jane?"  tanya laki-laki itu pada wanita yang Erika baru tahu kalau namanya Jane.

"Maaf, Mr. Anderson, wanita ini ingin bertemu dengan Joshua,"  jawabnya pada laki-laki tersebut.

"Joshua?" tanyanya melirik sekilas pada Erika.

"Oh, maksud anda Tuan Hoffman?" Laki-laki itu tersenyum sebentar.

Erika mengerutkan dahinya sebelum mengangguk.

Laki-laki itu pun mempersilakan Erika masuk kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan semuanya.

"Apa?" kali ini Erika benar-benar marah setelah mendengar penjelasan laki-laki yang bernama Jimmy Anderson tersebut.

Ternyata perusahaan milik Joshua telah berpindah tangan kepada Anderson satu bulan yang lalu. Kenyataan ini menghantam Erika hingga dirinya tidak bisa berpikir positif lagi.

Erika melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan tersebut setelah meminta maaf dan berterimakasih.

Dia berjalan gontai menuju lift yang akan membawanya keluar dari kantor tersebut.

Erika menggelengkan kepala seakan tidak percaya dengan kenyataan yang baru saja didengarnya.

Pertama rumahnya telah dijual dua bulan yang lalu dan yang kedua adalah perusahaan Joshua pun telah diakuisisi.

Brengsek

Joshua benar-benar brengsek. Laki-laki itu benar-benar seorang bajingan. Dia benar-benar telah menjualnya hanya demi kepentingannya sendiri. Dan mungkin Joshua sedang bersenang-senang dengan uang yang telah didapatnya sekarang ini.

Dan dua bulan yang lalu Erika masih bisa berkata untuk mempercayai semua ucapannya bahwa dia akan menebus Erika setelah perusahaannya bangkit kembali.

Bajingan

Erika berteriak marah. Dia berjanji akan membalas laki-laki itu jika bertemu dengannya suatu saat nanti.

Tiba-tiba Erika teringat dengan perkataan Mark di pesta tadi malam tentang pertemuannya dengan Joshua dan membisikkan salah satu nama sebuah club yang cukup terkenal di pinggiran kota New York. Walaupun Erika sendiri belum pernah menginjakkan kakinya di sana tapi Erika tahu tempat itu karena dulu teman kantor bahkan atasannya sering mengajaknya kesana tapi selalu ditolak oleh Erika.

Erika segera menaiki sebuah taksi dan meninggalkan gedung perkantoran tersebut menuju club tersebut. Walaupun letaknya cukup jauh tapi Erika tidak peduli asalkan bisa menemukan bajingan itu disana.

Dan sial uangnya hampir habis. Erika berdoa semoga saja uangnya cukup untuk sampai ke tempat itu. Dia bahkan melupakan sarapan dan makan siangnya hari ini.

Persetan pikirannya kini hanya tertuju pada Joshua. Laki-laki itu benar-benar telah membuat Erika semakin membencinya dengan semua kebenaran yang beberapa jam lalu diketahui olehnya.

Shit

Akhirnya setelah perjalanan panjang Erika sampai di depan club tersebut. Setelah membayar Erika turun dari taksi tersebut yang ternyata hanya meninggalkan selembar uangnya. Erika menyesal kenapa tadi malam dia tidak merampok saja semua uang Nick bahkan kalau perlu perhiasan yang dipakainya pada pesta itu turut dibawanya untuk dijual walaupun mungkin akan sulit, mengingat perhiasan tersebut bukan sembarang perhiasan.

Kali ini Erika harus mengakui kalau dirinya benar-benar bodoh. Tapi tak mengapa dia masih memiliki sebuah cincin. Erika tersenyum miris.

Erika masih berdiri di depan club tersebut dan ternyata tempat itu masih tutup dan akan buka ketika sudah pukul delapan malam.

Sial

Umpatnya lagi. Entah sudah berapa kali bibir dan hatinya terus mengumpat. Dia sudah tidak peduli. Bahkan kalau dirinya membunuh laki-laki yang pernah menjadi suaminya, dia pun  sudah tidak peduli.

Erika memutuskan untuk menunggu sampai club buka. Tapi rasanya dia butuh asupan tenaga agar bisa menghadapi laki-laki itu. Erika memutuskan untuk mencari restoran untuk mengisi perutnya terlebih dahulu.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

Satu jam lagi

Satu jam lagi club tersebut akan buka. Erika tetap menunggu walaupun jaket tipis yang membungkus tubuhnya sudah tidak mampu lagi menghalau hawa dingin yang membuatnya semakin merapatkan pelukan tangannya. Berharap bisa mengurangi rasa dingin akibat perubahan cuaca akhir tahun.

Erika menemui Joshua bukan ingin kembali pada laki-laki itu melainkan ingin menuntaskan masalah antara mereka berdua, tapi setelah mengetahui kenyataan yang ada, Erika semakin geram dibuatnya. Dia bersumpah akan membunuh laki-laki itu malam ini juga.

Ternyata pertahanan dirinya semakin tipis mengingat tubuhnya sudah menggigil akibat udara dingin yang menerpa tubuhnya. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke sebuah restoran cepat saji yang letaknya tidak jauh dari club tersebut.

Erika mencari tempat duduk kosong yang letaknya dekat dengan jendela sehingga dia dapat dengan leluasa melihat club tersebut.

Satu jam telah berlalu, cokelat panas yang dipesannya pun sudah tidak tersisa namun Erika masih enggan beranjak dari tempatnya sekarang. Mungkin dia akan menunggu satu jam lagi hingga pengunjung club tersebut sudah banyak yang masuk.

Ternyata keputusannya benar, setelah satu jam menunggu dan telah menghabiskan dua gelas cokelat panas, Erika dapat melihat betapa ramainya pengunjung club tersebut yang hilir mudik masuk ke dalam.

Ini kesempatannya, pikirnya.

Erika beranjak dari tempat duduknya yang sudah dua jam dia tempati. Dia keluar dari restoran tersebut setelah merapatkan jaket yang melekat pada tubuhnya. Namun tetap saja hawa dingin menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Dia harus bertahan.

Erika melangkahkan kakinya mantap menuju club tersebut namun terhenti ketika dua orang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit cokelat serta mempunyai wajah yang membuat Erika sedikit merinding menghentikannya di depan pintu.

Rupanya club tersebut mempunyai peraturan khusus untuk pengunjung, tidak sembarangan pengunjung bisa masuk ke dalam apalagi dengan pakaian yang dikenakan Erika malam ini. Sangat tidak cocok untuk seorang wanita yang ingin masuk ke dalam sebuah club. Celana jeans hitam dipadukan dengan kaus warna putih dengan jaket tipis serta topi untuk menutupi wajahnya, Erika sudah seperti buronan.

"Maaf, aku ingin masuk ke dalam," ucapnya pada dua orang laki-laki yang masih berdiri di depan pintu tersebut.

Kedua laki-laki tersebut menatap Erika seolah mencibir penampilannya.

Sial sekali

"Maaf, Anda tidak bisa masuk!" tegas salah satu laki-laki tersebut.

Erika memejamkan mata untuk menahan kemarahannya. Dia berpikir ulang bagaimana caranya agar bisa masuk ke dalam. Tapi, tidak mungkin dia menerobos kedua laki-laki tersebut. Karena itu akan terlihat sangat bodoh. Dengan tubuhnya yang mungil tidak mungkin bisa melewati dua laki-laki dengan tubuh empat kali lipat tubuhnya.

Dia memutar tubuhnya berjalan menjauh dari dua orang laki-laki tersebut. Tapi, dia tidak akan mundur semudah itu. Dia telah menghabiskan seluruh uang yang dicurinya dari dompet Nick untuk sampai ke tempat ini jadi dia tidak akan menyerah begitu saja untuk bertemu bajingan itu.

Ketika dia sedang berpikir keras, matanya tiba-tiba menangkap tubuh seorang laki-laki yang umurnya mungkin sudah setengah abad baru saja turun dari mobilnya. Erika merasa keberuntungan berpihak padanya. Dia tersenyum licik.

"Selamat malam Tuan," sapa Erika pada laki-laki tersebut.

Laki-laki tersebut menatap Erika dari ujung kaki hingga atas kepala. Mungkin tampilan Erika sedikit aneh. Tapi, Erika tidak peduli.

"Selamat malam," balas laki-laki itu dengan senyuman nakal.

Erika memasang senyuman yang sangat menggoda. "Apakah Anda ingin pergi ke club?" tanya Erika dengan suara yang dibuatnya seperti wanita penggoda dan menunjuk ke arah club.

"Hm." Laki-laki itu mengangguk.

"Sebenarnya aku ingin masuk ke dalam tapi dua laki-laki di sana menghalangiku, bagaimana kalau...?" Erika menghentikan kalimatnya dan menggerlingkan matanya.

"Apa kau ingin aku mengajakmu masuk?" tanya laki-laki tersebut tersenyum nakal.

"Kalau Tuan tidak keberatan," balas Erika tersenyum menggoda.

"Apa imbalannya jika aku membawamu masuk?" tanya laki-laki tersebut tidak mau rugi.

Erika mendekat dan meletakkan sebelah telapak tangannya di dada laki-laki itu dan merabanya pelan. "Aku akan melayanimu malam ini sebagai imbalannya."

Entah setan apa yang telah merasuki pikiran Erika, sehingga dia bisa melakukan semua itu. Dia sendiri merasa jijik dengan apa yang baru saja  dilakukannya. Sungguh bukan seperti dirinya.

Kenapa kelakuannya seperti jalang murahan yang dengan mudah melemparkan tubuhnya pada laki-laki asing yang baru saja ditemuinya bahkan Erika belum tahu nama laki-laki tersebut.

Persetan, kalau bukan untuk mencari bajingan itu Erika tidak akan melakukan hal yang merendahkan dirinya sendiri.

Menjijikkan.

"Baiklah kalau begitu." Akhirnya setelah beberapa saat menunggu laki-laki itu setuju dan langsung memeluk pinggang Erika sambil tertawa bahagia.

Erika tersenyum sinis, laki-laki semuanya sama saja pikirnya.

Erika melewati dua penjaga yang masih berdiri di depan pintu dengan senyuman kemenangan karena bisa masuk ke dalam club tersebut.

Suara musik yang begitu keras dan juga bau alkohol langsung menyambut Erika membuatnya ingin cepat-cepat menemukan Josh dan pergi meninggalkan tempat terkutuk tersebut. Erika mungkin tinggal di New York tapi dia bukan tipe wanita yang suka pergi ke club malam walaupun teman-teman kerjanya dulu sering mengajaknya tapi Erika selalu menolak. Dia memang memiliki sifat kerasa kepala dan pemberontak tapi bukan berarti dia senang pergi ke club hanya untuk minum-minum. Dan ini adalah pengalaman pertama baginya menginjakkan kaki di club.

Laki-laki itu membawa Erika masuk lebih dalam dan duduk di salah satu sofa yang telah disediakan di sana. Dari tempat duduknya Erika dapat melihat laki-laki dan perempuan yang sedang bergoyang di lantai dansa dengan musik yang bisa memecahkan gendang telinga. Mungkin hanya Erika yang masih memakai pakaian yang bisa dibilang normal, karena rata-rata wanita di club tersebut hanya mengenakan pakaian yang menutupi daerah pribadinya dan ada juga yang nyaris telanjang. Erika menelan ludahnya sendiri.

Ah, dia lupa laki-laki di sampingnya tak urung melepaskan pelukannya di pinggangnya membuat Erika merasa risih dan jijik. Dan dengan tiba-tiba laki-laki itu mencium pipi kemudian lehernya membuat Erika semakin mual.

"Wait," ucap Erika seraya mendorong tubuh laki-laki tersebut.

Laki-laki itu merasa tidak suka dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Erika. Namun, Erika tidak kehabisan akal. Dia harus segera pergi dari laki-laki ini kalau tidak malam ini adalah malam yang mengerikan untuknya.

"Tunggu Tuan, sepertinya aku perlu ke kamar kecil sebentar," ucap Erika membelai wajah laki-laki itu. Dia akan mencuci tangannya setelah ini, batinnya.

"Kau tidak berencana untuk kabur dariku bukan?" sindirnya pada Erika.

Sepertinya laki-laki tersebut tahu rencana yang telah dibuat Erika.

"Tentu saja tidak Tuan, aku akan segera kembali." Erika mengusap wajah laki-laki tersebut dan mencium sekilas bibirnya.

Setelah itu Erika beranjak pergi dari tempat laki-laki tersebut. Tangannya mengusap kasar bibirnya yang baru saja mencium laki-laki tersebut.

Dasar jalang, batinnya merutuki apa yang baru saja dilakukannya.

Erika segera melanjutkan rencananya yaitu mencari keberadaan Joshua. Itupun kalau laki-laki itu datang malam ini, kalau tidak tamatlah riwayatnya malam ini karena mungkin masih harus berurusan kembali dengan laki-laki yang membawanya masuk tadi.

Tidak. Itu tidak akan terjadi pikirnya. Kalaupun Joshua tidak datang dia akan segera meninggalkan tempat ini.

Dan ternyata Tuhan masih sayang kepadanya. Erika menatap seorang laki-laki yang baru saja masuk, sepertinya tidak asing baginya. Walaupun cahaya di dalam club tidak terlalu terang tapi mata Erika masih bisa melihat dengan jelas. Dan Erika yakin bahwa laki-laki tersebut adalah Joshua.

Erika mengikutinya kemudian keyakinannya semakin kuat ketika laki-laki itu sudah duduk dan dia dapat melihat wajahnya dengan jelas. Ya, benar itu adalah Joshua yang masih menyandang status sebagai suaminya.

Tak berapa lama Joshua duduk, dua orang wanita yang berpenampilan sexy sudah bergelayut manja padanya. Melihat pemandangan tersebut darah Erika terasa mendidih. Disaat dia meratapi hidupnya, suaminya malah bersenang-senang dengan uang hasil dari perjanjian yang melibatkan dirinya sebagai jaminan.

Brengsek

Joshua benar-benar seorang laki-laki bajingan yang pernah dikenalnya bahkan dinikahinya.

Erika berjalan perlahan menuju tempat Joshua yang sekarang tengah asik bercumbu dengan wanita di sampingnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Erika.

Darah Erika semakin mendidih, ingin rasanya laki-laki itu mendapatkan balasan malam ini juga. Tangannya meraih sebuah botol kosong dan menggenggamnya erat. Mungkinkah setelah ini dirinya akan dipenjara karena membunuh suaminya? Dia sudah tidak peduli.

Langkah kakinya semakin mendekat tetapi tiba-tiba mulutnya dibekap dan tubuhnya diseret hingga menjauh dari tempat Joshua. Erika berusaha meronta tapi kesadarannya menghilang bersama dengan jatuhnya botol yang berada dalam genggaman tangannya.

****

Fiuhh.... 3000 kata wkwkkwk biasanya bisa update tiga part,  tapi ini  aku mencoba belajar mengembangkan narasinya jadi lebih banyak.

Aku mau kasih tebakan nih, dijawab ya

Siapa yang telah membekap mulut Erika hingga tidak sadarkan diri?

Komentarnya please biar aku lebih semangat lagi nulisnya.

Happy reading

Sabtu 12 November 2016

Vea Aprilia 😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top