QnA
A/n:
Hiya udah lama saya nggak nongol wkwk.
Soalnya kemarin lagi ujian jadinya harus konsentrasi, walaupunnilainyatetaprendah ahaha tapi sudahlah yang penting masa ujian telah terlewati.
Dan ini beberapa pertanyaan yang akan saya jawab. Terima kasih banyak buat yang udah bertanya. Karena saya senang ditanya-tanya hahaha.
Ah dan nama orang yang nanya tidak akan ditulis soalnya yhaa... mungkin lebih enak kalau langsung aja hehe. Kalo kalian penasaran siapa yang nanya kan bisa langsung ke chapter 'epilog' karena disana mereka komen.
Pokoknya lope lope buat yang nanya ♥♥
Okeh, ini dia QnA nya~
QnA Save Them
☆
Q: Terinspirasi dari mana cerita ini?
A: Aahh kalo soal inspirasi mungkin bisa dibilang nongol gitu aja sih. Awal mulanya cuma "ah pengen buat fanfiction boboiboy" dan berhari-hari mikirin idenya namun gak ada yang sreg.
Awalnya mau buat mengenai boboiboy di AU yang asli itu mereka nemuin seorang perempuan yang ternyata perempuan itu adalah pencipta power sphera. Tapi awal-awalnya mereka curiga bahwa perempuan itu adalah mata-mata musuh. Dan ternyata perempuan itu juga power sphera yang udah hidup ribuan tahun. Tapi karena ceritanya yang berbelit dan bikin sakit kepala maka saya batalkan :D
Dan akhirnya mikir gini.
"Gimana ya rasanya ngurus 7 elemental?"
Dan terciptalah karya ini. Dan entah kenapa ceritanya malah gak kalah berbelit dari cerita sebelumnya wkwk.
Q: Lebih suka nistain boboiboy yang mana?
A: Duuh.. kalo soal nistain sih.. akhir-akhir ini aku suka nistain boboiboy taufan wkwk.
Alasannya sih simpel. Karena aku itu ikut grup rp di wa. Dan karakterku itu si taufan, kena bully bulu sama karakter yang lain.
Jadi aku mikir, "enak juga ya nistain taufan" dan akhirnya ikutan bully diri sendiri wkwk.
Taufan : "tega banget."
Q: Tentang teori bunga kruisseil kok bisa nyambung gitu?
A: Iyaa dong. Kalo kalian ngeh. Itu sebenarnya yang nemuin bunga kruisseil itu si [Name] sama kembarannya kok.
Q: Kalau misal cerita ini dibuah jadi genre romance, kira-kira [Name] nanti sama siapa?
A: Hmm.. kalo misalkan mereka bukan sepupu?
Yahh.. otomatis mereka bakal rebutan dong. Tapi harusnya kalian sendiri tahu kan yang bakalan dapatin si [Name]?
Ya si gledek tsundere dong wkwk.
Halilintar : *blushing*
All elemental kecuali Halilintar : "HEEEEEHHH??!"
Q: Satu chapter minimal tuh berapa kata?
A: Hmm... kalo aku sih minimal sampai 1500 lah. Kalo penulis lain sih gatau.
Q: Pernah sampai lupa makan atau istirahat gak? (Kalo iya jaga kesehatan Ruuu TnT)
A: Hoho saya ini tukang makan dan tukang molor jadi gak ada yang namanya lupa.
Makasih ya♥♥ sosweet deh UwU
Taufan : "Hah? Aisnya ada dua?!"
Ais : *ga peduli*
Q: Terinspirasi darimana pembuatan karakter atau sifat dari [Name]? (Soalnya menurutku susah aja gitu kalo buat karakter sedingin [Name] ini)
A: Awalnya cerita ini mau dibuat dengan karakter perempuan sholehah, baik hati, lembut, ramah, penyayang-- tapi karena aku sendiri orangnya nggak sesabar itu jadi aku nggak tahu gimana buat karakternya.
Dan jadinya aku buat karakter seperti yang sekarang.
Duri : "Berarti Author kita ganas ya?"
Blaze dan Taufan : *mengangguk setuju*
Q: Kalo judulnya bukan boboiboyxreader, menurut thor nama apa yang thor kasih buat gantiin [Name]?
A: Sally
Kenapa? Coba cek lagi chapter 19 deh.
Solar : "Hah? Garam? Pfft."
Author : "Sally bukan salt." *pukul kepala Solar*
Q: Ga ada chap bonus? Kayak beberapa chapter menceritakan kemana [Name] selama ini, apa aja yang dia lakukan lalu chap yg menceritakan kebahagiaan mereka saat [Name] datang kembali ke hidup mereka.
A: Ada kok. Dibawah setelah QnA ini ada chap bonus. Tapi mungkin nggak terlalu panjang sih...
Q: Gak ada season 2 ya? Padahal ceritanya seru, aku aja berulang kali baca.
A: Nggak ada. Sesuai judul, kisah mereka cuma sampai disini.
Duuh sampai dibaca berulang kali wkwk. Makasih ya♥♥
Q: Kok bisa sih kakak dapat ide cerita sebagus ini? Iri aku tuh
A: Bertapa wkwk.
Q: Kenapa kakak gak buat sequel 2 nya?
A: Alasannya~
Otak ku cuma sampai segitu. Kalo dilanjut bakal gak nyambung lagi kayak judul wkwk
Q: Kenapa hali itu masih tetap kayak... dingin gitu ke [Name]? Sementara yang lain, gak kek hali
A: Jawabannya hanya satu
Karena hali itu tsundere
Halilintar : "Mana ada!"
Taufan : "Tsundere mana ada yang mau ngaku."
Solar : "Halah, diem2 meluk [Name] dibelakang kita."
Q: Kakak janji lho ya bakal buat cerita boboiboyxreader selain ini? Aku akan baca kok!
A: Iyaa tuh ada kok hihi
Makasih ya udah ngikutin sejauh ini♥♥
☆
Nah, itu dia beberapa QnA untuk cerita ini. Makasih buat yang udah ngikutin cerita ini dari awal hingga tamat. Tanpa kalian mungkin aku gak bakal lanjutin cerita ini dan bakal terbengkalai gitu aja wkwk.
Karena memang cerita ini cuma kegabutan saya.
Dan ini mungkin yang kalian tunggu tunggu dari update an kali ini.
Yak bonus!
Nah silahkan dibaca :3
.
.
.
[1 tahun kemudian]
"Bosan~" celetuk pemuda bermata biru sembari menganggu kembarannya yang sedang belajar. Selaku korban--Halilintar mendengkus marah dan mencoba mendorong Taufan untuk menjauh. "Main sana sama Blaze dan Duri."
"Kami nggak tahu mau main apa." Taufan sudah menjauh dari Halilintar dan kini menganggu Ice yang sedang tidur. Blaze dan Duri pun sepertinya sepakat dengan perkataan Taufan. Hari ini cerah namun tidak ada aktivitas yang bisa mereka lakukan.
Sebenarnya bukan hari ini saja, dari kemarin, Taufan selalu mengeluh bosan dan membuat Halilintar marah karena terlalu berisik.
"Kalau bosan, mending kau belajar daripada terus mengeluh tidak jelas begitu." Solar berbicara dari balik buku miliknya. Solar sangat paham, dari ketiga trio pembuat masalah ini. Taufan dan Blaze adalah dua makhluk yang sangat sulit untuk disuruh belajar.
"Tapi belajar itu membosankan."
Mengeluh terus.
Kau yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka dibalik sofa hanya diam. Sembari memakan keripik kentang yang kau comot diam-diam dari kulkas. Kau memperhatikan para kembaran ini bergelut dengan kata 'bosan'.
Omong-omong, keripik kentang itu adalah milik Ice.
"Kalian sedang apa nih ribut-ribut?"
Suara lelaki paruh baya memecah keributan dikala Halilintar hampir mencoba menyumpal mulut kembarannya itu.
"Taufan bilang dia bosan." Solar menyahut, tetap dengan matanya yang masih tertuju pada setiap kalimat dibuku miliknya.
"Begitu?" Amato tampak berpikir sejenak. Dengan pose berpikir yang dirasa keren. Ia akhirnya membuat wajah sumringah yang artinya ia telah mendapat sebuah ide. "Ayah punya usul!"
Mereka semua tampak penasaran. Begitu pun dengan Ice yang terbangun karena tangan jahil kakak keduanya.
"Kita akan bermain. Baik, ikuti ayah."
.
.
.
"Jadi, ini permainannya?"
Kau mengerutkan dahi. Dengan pelindung di tubuh dan senjata ditangan. Tapi tentu saja, itu hanyalah senjata mainan. Serta sehelai kain berwarna biru yang terikat di kepalamu.
"Ayah akan jelaskan permainannya. Jadi, yang ada dikepala kalian itu adalah incaran. Kalian harus menjaganya dan tidak boleh sampai terlepas. Yang kalah adalah tim yang anggotanya habis duluan."
Amato tiba-tiba tersenyum, membuat kecurigaan antara dia dan anak-anaknya.
"Bagian menariknya adalah~ tim yang kalah akan menuruti tim yang menang. Tapi, hanya berlaku untuk orang yang mengambil ikat kepalanya saja. Mengerti?"
"Berarti jika aku berhasil mengambil setidaknya tiga ikat kepala dari tim lawan. Mereka harus menuruti perintahku?" Kau terlihat tertarik. Membuat Amato terkekeh senang.
"Tepat!"
Kau otomatis langsung melihat kearah tim lawan. Jika ia ada di tim biru, makan tim lawan berwarna merah. Matanya terhenti pada keempat pemuda yang memakai ikat kepala merah dikepalanya. Ada Halilintar sebagai ketua, lalu Gempa, Blaze dan Duri. Mereka adalah tim merah. Sedangkan tim biru dipimpin oleh Taufan dan anggota Ais, kau dan Solar. Tim dipilih sebelumnya dengan hom-pim-pa.
Para tim merah yang menyadari mereka tengah ditatap olehmu pun menoleh. Mendapati kau yang sedang memperhatikan mereka lalu menyeringai. Seolah mengatakan kalian-bertiga-akan-jadi-babuku.
Tentu saja maksudnya disana minus Gempa. Karena Gempa adalah anak baik dan sehari-hari sudah selalu menjadi babu dirumah itu.
Halilintar dan Blaze langsung merinding. Sedangkan Duri hanya memiringkan kepala tanda tidak mengerti. Gempa tidak memperhatikan sehingga tidak tahu ada tatapan tajam dari arah musuh.
"Baiklah kalau begitu selamat berjuang~"
.
.
.
Masing-masing tim memilih untuk berpencar. Mereka mencoba untuk menargetkan satu sama lain. Sambil tetap mempertahankan ikat kepala mereka masing-masing. Apalagi beberapa orang yang terpacu karena perkataan 'yang kalah harus menuruti yang menang' tersebut.
Dan tentu kau yang sudah menargetkan keempat musuh kini mengincar yang paling mudah ditaklukan. Kau memperhatikan, disana ada Duri dan Ais yang sepertinya malah mengobrol. Kemudian Duri dengan mudahnya melepas ikat kepala berwarna merah miliknya dan menyerahkannya begitu saja pada Ais. Kau bahkan merasa terharu melihat kejadian ini. Entah apa yang mereka bicarakan namun sepertinya Ais cukup pintar memutar otak.
Tidak lama setelah Duri menyerahkan ikat kepala merah miliknya pada Ais. Blaze datang tiba-tiba dan mencoba menarik ikat kepala biru milik Ice. Namun ice sukses menghindar dan menyimpan ikat kepala Duri dalam sakunya.
Sepertinya, Ice sendiri sangat yakin bahwa ia takkan bisa melawan kakak keempatnya itu. Ia lantas hendak berlari menjauh sebelum Blaze mulai mengejarnya. Namun tidak diduga, Ais malah bertemu musuh lain, yaitu Gempa.
Ais bingung, ia tidak tahu lagi mau lari kemana. Ia hanya mundur-mundur hingga punggungnya menabrak pohon. Disana ia tidak bisa lagi bergerak.
"Kau tidak bisa lari, Ais." Blaze berjalan mendekat. Gempa hanya memperhatikan. Duri sudah dari tadi beranjak dari sana untuk keluar dari arena. Kau menyungging senyum kecil, karena mangsa ada didepan mata.
Kau turun dari pohon tempatmu bersembunyi dan langsung berlari mendekati mereka. Dengan cepat, kau menarik ikat kepala Gempa sebelum ia menyadarinya. Blaze langsung bersiap sementara Gempa mendengkus kecil sambil tersenyum. "Duh, aku bahkan belum ngapa-ngapain."
"Maaf kalau begitu." Kau menyimpan ikat kepala berwarna merah itu didalam saku milikmu. Kemudian menatap Blaze, "Nah Blaze, sekarang giliranmu."
Blaze meneguk ludah.
Blaze mengeluarkan belati miliknya dan mulai menyerangmu. Kau menghindar dengan cepat sembari menangkis semua tusukan belati milik Blaze. Sebuah celah tercipta, kau menendang kaki Blaze. Membuatnya kehilangan keseimbang dan akhirnya terjatuh. Kau dengan cepat menduduki tubuhnya untuk menahan dan menginjak kedua tangannya.
"Uwaa! Kakak gak adil!" Blaze merengek. Kau mengerutkan dahi, "Apanya yang gak adil?"
"Pokoknya gak adil!"
"...."
Kau mengambil ikat kepala merah milik Blaze dan melemparnya ke arah Ais. Ais menangkap ikat kepala merah milik blaze dengan tatapan bingung. "Untukmu saja, sepertinya ada hal yang kau inginkan darinya bukan?"
Awalnya ia terlihat bingung namun akhirnya mengerti dan mengangguk kecil.
Kau berdiri, membiarkan Blaze lepas darimu. Raut wajahnya terlihat kesal sekali. Ia berjalan menjauh dari sana sambil menghentak-hentakkan kaki.
Kau beralih ke Ais. "Dimana Taufan dan Solar?" tanyamu. Dia mengangkat bahu. "Mungkin sudah bertemu dengan Halilintar."
"Mereka sudah kalah."
Suara itu membuat kalian berdua menoleh. Disana, muncul Halilintar dengan dua ikat kepala biru ditangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya memegang sebuah belati.
Kalian berdua bersiap siaga. Sekarang tinggal dua hal saja yang mungkin bisa terjadi.
Jika kau yang berhasil merebut ikat kepala milik Halilintar maka sudah dipastikan kau akan menang. Tetapi jika Halilintar yang mengambil ikat kepalamu maka sudah pasti ia juga bisa dengan mudah merebut ikat kepala Ais. Artinya, meskipun masih ada Ais namun tetap saja Ais tidak bisa menang melawan kakaknya itu.
Kau melempar senapan pada Ais. "Selagi aku bertarung satu lawan satu dengannya, kau bisa tembak dia."
Ais mengangguk mengerti.
Halilintar maju duluan. Ia sepertinya mencoba melawanmu dengan tangan kosong. Kau menggunakan belati untuk menghindari tangan Halilintar yang hendak menggapaimu. Sesuai dugaan, Halilintar tidak memiliki banyak celah. Pantas jika ia mendapat sabuk hitam dikaratenya.
Gerakan karate adalah sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Kau bahkan sudah tahu gerakan-gerakan yang dipilih oleh Halilintar untuk melawanmu. Namun, hal itu masih belum cukup untuk melawannya. Kau masih harus menunggu Halilintar membuka celah agar kau bisa menjatuhkannya.
'Buak!'
Kau terlempar saat pukulan Halilintar mengenaimu. Kau terdiam dan tidak berusaha untuk bergerak.
Halilintar berjalan kearahmu namun suara Ais menghentikannya. "Diam disana atau kutembak!?"
Halilintar tersenyum mengejek. Ia beralih dan berjalan kearah Ais. Ais fokus menghadapkan senapan itu ke arah Halilintar. Mata aquanya tampak fokus. Kemudian ia tersenyum mengejek. "Kalau kau pikir aku tidak bakat dalam menembak, kau salah besar, kak Hali."
'Duar!'
Tembakan itu mengenai mata kanan Halilintar. Senapan yang isinya adalah cat itu membuat Halilintar tidak bisa melihat dengan jelas. Kau yang melihat kesempatan, langsung bangun dan menendang kaki Halilintar. Ia terjatuh dan kau mengunci pergerakannya dengan lenganmu yang menekan leher si sulung.
"Kau kalah, Halilintar."
Setelah mengatakan itu, kau mencopot ikat kepala merah dari kepala Halilintar. Halilintar diam dan tersenyum tipis, "Sudah kuduga."
.
.
.
Semua anggota termasuk kau sudah berkumpul lagi diruang keluarga. Sehabis bebersih sebelumnya, mereka semua terlihat lelah. Kini kalian beristirahat selagi Amato menghidangkan minuman dan cemilan untuk kalian.
Paman Amato menaruh cemilan dan beberapa minuman segar diatas meja. Beberapa dari mereka berebut untuk mengambil minuman tersebut. Kemudian paman Amato ikut duduk disana.
"Jadi, bagaimana?"
"Aku dan kakak berhasil mendapat seluruh ikat kepala tim merah." Ais bersuara, yang kemudian memakan cemilan tersebut sendirian.
"Aku gak beruntung banget. Baru mulai udah ketemu sama kak Hali." Taufan cemberut. Terlihat beberapa badannya yang ditempel koyo. Sepertinya Halilintar terlalu berlebihan. Entah karena ingin membuat Taufan menjadi babu atau memang ia ada dendam tersendiri pada adik pertamanya itu. Namun sepertinya Taufan tak sendiri. Tubuh Solar juga dipenuhi dengan koyo.
"Aku baru mau ngerebut ikat kepala Ais, eh kakak nongol." Blaze ikutan cemberut. Sepertinya bagi mereka, kau dan Halilintar adalah orang yang tabu untuk ditemui apalagi dalam permainan seperti ini. Bisa-bisa mereka langsung kalah sebelum permainan dimulai. Gak adil banget.
"Aku bahkan belum ngapa-ngapain." Gempa terkekeh kecil.
"Ya sudah. Sekarang, silahkan yang kalah untuk menuruti yang menang." Perkataan Amato tersebut membuat atmosfir menengang. Sontak tim merah menarik nafas dalam. Kau dan Ais saling bertatapan sebelum kalian saling tersenyum penuh arti.
"Kak Blaze dan Duri," ujar Ais.
"A-aaa.. iya Ais?"
"Iya Ais?"
Ais tersenyum kecil. "Ais ingin kalian berdua nemenin Ais."
"Eh?"
Kau hanya memperhatikan. Ikut tersenyum karena mengetahui niat Ais yang sebenarnya. Walaupun Ais sering tidur dan bermalas-malasan. Ia sama sekali tidak ingin ditinggal sendiri. Ia juga mau berkumpul dan memperhatikan saudaranya yang lain. Tapi selama ini Ais tidak mampu mengutarakannya karena itu hanya akan menghambat mereka bermain.
"Ais selama ini juga ingin berkumpul bersama kalian tapi..."
Yang lain tidak menyangka. Bahkan mata Blaze mulai berkaca-kaca karena terharu. Mereka berdua lantas memeluk Ais. "Cup cup, Duri bakalan selalu nemenin Ais kok."
"Iya! Aku juga." Blaze mengelus kepala adik pertamanya itu. Ais terkekeh kecil. "Terima kasih."
Selesai dengan permintaan Ais. Amato lantas menoleh kearahmu. "Selanjutnya giliranmu."
"Gempa dan Halilintar. Aku tidak menyangka akan mendapatkan ikat kepala kalian berdua." Matamu melihat kedua orang itu--Gempa dan Halilintar yang memperhatikanmu. Penasaran dengan apa yang kau inginkan dari mereka. "Sebenarnya aku ingin kalian jadi babu selama seminggu tapi--"
Halilintar dan Gempa sweatdrop mendengarnya.
"Setelah mendengar permintaan Ais barusan. Mungkin aku akan mengganti permintaanku." Kau memasang pose berpikir lalu kembali menatap mereka berdua. "Begini, aku ingin kalian mengatakan dengan sebenarnya apa yang mengganjal dipikiran kalian selama satu tahun ini. Aku tahu, kalian selama itu sebenarnya ingin mengatakan sesuatu bukan?"
Gempa terdiam. Halilintar memalingkan wajah. Kini pandangan mereka semua beralih pada Gempa dan Halilintar. Mereka sepertinya juga ingin tahu.
"Gempa?"
Gempa tersadar dari lamunannya. Sejenak ia menunduk. "Sebenarnya sejak saat itu, aku ingin bertanya. Kemana kakak selama ini? Kenapa menghilang selama dua tahun dan baru kembali? Sebenarnya apa yang kakak lakukan? Dan juga mengenai masa lalu itu. Alasan kenapa kakak bisa bekerja di organisasi sejak dini? Aku ingin mengetahui hal itu semua tapi aku tahu, aku tidak berhak mengetahuinya."
"Aku juga." Kali ini Halilintar bersuara. "Apa yang ada dipikiranku sama dengan Gempa. Aku memang telah tahu masa lalumu tapi aku sama sekali tidak bisa mengerti alasan kau mengikuti keinginan ayahmu."
Kau meneguk minuman segar yang telah lama berada didepan mata lalu bersender di sofa. Kau menatap langit-langit seolah menerawang jauh ke masa lalu.
"Aku adalah anak bungsu. Kakakku cacat sehingga mustahil baginya keluar rumah karena ejekan teman sebaya. Suatu hari, aku mengetahui bahwa ayah dan ibu adalah mantan disebuah organisasi. Sejak kejadian terror saat itu, aku dilatih ayahku untuk bertempur dan membuat strategi. Jika anak-anak lain bermain permainan sesuai usia mereka, aku hanya diajari bermain catur oleh ayahku." Kau tertawa kecil saat mengingat masa lalu.
"Hingga hari itu, aku mendengar ayahku yang sedang menelepon. Ia memberikanku kepada organisasi untuk menebus semua kesalahannya. Kemudian dia berkata padaku, agar aku menjadi anak yang diinginkan dan mati agar mereka kecewa. Saat sedang berlibur ke villa dan disanalah kecelakaan itu terjadi. Mereka semua mati kecuali aku yang terlempar dari mobil. Paman Amato muncul dan menawariku agar ikut dalam organisasi."
Mereka semua sontak memelototi ayah mereka. Paman Amato hanya tertawa cengengesan sesekali menggaruk kepalanya.
"Tapi ternyata selama ini rencana ayah telah gagal. Kakakku masih hidup dan dia yang berencana untuk balas dendam. Aku dibuang dari organisasi karena mereka takut akan sisi lain diriku dan kakakku. Dan lalu, aku berencana untuk bunuh diri karena misiku telah gagal sepenuhnya. Tapi paman Amato malah menitipkan kalian padaku." Ia beralih menatap kalian lalu sebuah senyum tulus menghiasi wajahnya. "Dan aku disini, bersama kalian."
"Lalu? Kemana kakak selama dua tahun?" Blaze yang bertanya, mendapat sikutan keras dari adik pertamanya.
Kau berpikir lagi. "Aku mencari tahu siapa yang membunuh kedua orang tuaku. Ternyata mereka adalah partner ayahku dulu semasa bekerja diorganisasi namun ayahku membuat kesalahan dan dia melarikan diri. Mereka yang tidak terima akhirnya mencoba membunuh ayah. Jadi, selama dua tahun ini aku mencari mereka dan menanyakan kebenarannya."
"Berarti, kakak balas dendam?" Duri bertanya dengan polosnya. Mereka sedikit terpukau karena Duri mengerti apa yang dikatakan olehmu.
"Tidak Duri." Kau mengelus kepalanya pelan. "Mereka ternyata sudah mati saat aku menemukannya."
"Begitu."
"Hahaha baiklah sepertinya semua permintaan kalian telah terpenuhi disini. Omong-omong [name], umurmu sudah 21 tahun sekarang. Kau tidak ada calon?" Paman Amato menghentikan suasana dramatis namun dirinya malah membuat suasana semakin mencekam.
"Calon apa?" tanyamu.
"Calon pacar? Gebetan? Suami?"
"Enggak ada," balasmu datar. Untuk apa paman Amato malah menanyaimu hal itu.
"Kalau Halilintar?" Halilintar sedikit tersentak saat ayahnya tiba-tiba memanggil namanya. "Enggak ada pacar gitu?"
"Enggak ada," balasnya cuek tak kalah darimu.
"Kalian enggak ada yang punya pacar?" Amato melihat ke semua anaknya. Anaknya dengan kompak menggelengkan kepala. Amato akhirnya memegang kepala frustasi. "Kenapa anakku yang ganteng-ganteng ini jomblo semua?"
Author : apalagi kalau bukan karena [name] *ketawa jahat*
All elemental : tau aja lu thor
Ayah mereka menarik nafas kasar. "Enggak ada gebetan gitu? Orang yang ditaksir?"
"Hem? Kalau orang yang ditaksir sih ada," Taufan berucap. Lantas mereka semua melihat kearahmu. Kau yang ditatap hanya mengernyitkan dahi. "Apa?"
Sebelum dirimu mengerti sesuatu. "Kalian enggak bisa suka sama aku. Kita masih sedarah." Kau lantas memalingkan wajah menghadap televisi didepanmu. Berusaha tidak peduli dengan kekecewaan mereka.
"Ayah tahu kalian semua sayang sama [name]. Tapi dia sepupu kalian." Paman Amato menggeleng kecil. "Kalian enggak bisa berharap sama [name] apalagi orangnya nggak peka."
"Aku dengar itu."
Amato terkekeh.
"Jangan terlalu frustasi memikirkan itu. Jodoh sudah ada masing-masing." Kau merebahkan diri disofa.
Paman Amato tersenyum kecil. "Yah mereka sih tidak masalah. Yang jadi masalah justru [name] sih."
"Hm? Aku?"
"Haha, kita lihat saja nanti." Amato terkekeh, ia beranjak dari sana.
.
.
.
[Beberapa bulan kemudian]
"Mau main apa lagi?" Taufan bersorak dengan senang. Sudah banyak permainan dia masuki sejak beberapa jam mereka memasuki taman bermain ini.
"Istirahat dulu yuk, kita makan." Gempa memanggil, dengan sebuah tikar yang telah dibentang dan beberapa makanan diatasnya. Kami semua datang menghampiri. Mereka melahap makanan yang tersaji dengan penuh sukacita.
"Eh, itu kau [name]?"
Kau menoleh ke arah seseorang yang menyebutkan namamu. Disana, seorang laki-laki yang sebaya denganmu dengan beberapa teman laki-laki lainnya datang menghampirimu. Yap, mereka adalah teman sewaktu dirimu SMA.
"Lama tak berjumpa. Eh, mereka siapa?"
"Oh mereka adik sepupuku," balasmu. Kau malah benar-benar lupa dengan namanya.
"Begitu ya. Kau ingat aku bukan? Aku Rez, teman sebangkumu dulu." Akhirnya kau ingat. Sepertinya Rez telah banyak berubah. Dulu dia culun sekali, dengan kacamata dan karena itulah Rez dibully. Kau dulu yang menyingkirkan para pembully itu.
"Iya aku ingat."
"Kau tetap pendiam seperti dulu ya," ia terkekeh. "Ah, boleh aku minta nomor teleponmu?"
Halilintar mematahkan sumpitnya. Taufan mengigit biskuit dengan kasar. Gempa hampir melempar tutup bekal. Blaze menggeram marah. Ais mengigit boneka pausnya. Duri menjatuhkan minumannya dan Solar yang menutup bukunya. Sepertinya diantara kau dan Rez, tidak ada yang menyadari hal itu.
"Oh, bol--"
Ucapanmu terpotong oleh Taufan yang tiba-tiba memelukmu dari belakang lalu menahan tanganmu yang hendak mengeluarkan ponsel. "Duh kakak~ kok ngobrol terus sih?"
"Cepat makan sebelum kuenya dihinggapi lalat." Halilintar berkata dengan suara seram.
Amato dan bibi yang sedari tadi duduk disana pun terlihat maklum dengan tingkah anak-anaknya.
"Rez kita harus pergi nih, jam bioskopnya udah mau dimulai."
"Ah iya, kalau begitu jumpa lain kali [name]." Kemudian Rez dan teman-temannya pergi begitu saja. Membuat atmosfir yang tegang kembali mereda.
Amato hanya berpandangan dengan istrinya sebentar lalu kembali melakukan aktivitas makannya.
"Sudah kubilang bukan? Sepertinya akan susah untuk [name]."
.
.
.
FIN.
A/n:
Eak akhirnya selesai juga. Fiuh.
Dan aku juga gatau mau ngetik apa buat author note kali ini.
Oh oh aku mau ngasih tahu sesuatu deng.
Kemarin sore, di instagram. Aku sempat lagi scroll2 beranda.
Dan disana ada sebuah situs instagram buat info mengenai boboiboy gitu.
Dan disana kayak mereka ngasih rekomendasi-rekomendasi cerita wattpad yang kayaknya rekomendasi pembaca gitu ya(?)
Jadi aku slide dan ternyata disana ada punyaku >\\\<
Save them masuk tipi hiks hiks seneng dakuh.
Dan aku nemu dua orang yang rekomendasiin ini cerita.
Aku cuma nemu yang itu sih. Berkat itu, aku langsung kebut nyelesain cerita bonus save them deh. Gila jari pegal luar biasa. Nembus 3500+ kata loh. Diketik sehari penuh.
Makasih banyak banget buat kalian yang udah ngikutin cerita ini dari awal sampai tamat. Makasih juga buat yang udah ngevote, komen, simpan di perpustakaannya atau bahkan di reading listnya huhu..
Cerita ini nggak akan selesai tanpa ada dukungan dari kalian semua ♥♥
Ini adalah cerita pertamaku dalam sejarah yang ditulis sampai tamat. Sebelum-sebelumnya nggak ada wkwk selalu berhenti ditengah jalan.
Dan hebatnya, cerita yang awalnya buat iseng-iseng demi asupan pribadi malah banyak yang baca. Dan sama dimana dicerita ini aku sama sekali nggak serius bikinnya wkwk. Makanya ceritanya melilit bikin pusing.
Duh kebanyakan dah. Kasian jempol -'
Okey, babay all.
Kita berpisah dengan cerita ini. Semoga disini aku bisa bikin banyak cerita yang bakal menghibur kalian semua. Semua dukungan kalian adalah energi untukku.
See you~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top