9 - Belum ditemukan

Kau berjalan masuk kedalam area sekolah lebih jauh. Kau berjalan menuju kebun kaca yang merupakan tempat dimana kau pernah membersihkan tempat itu bersama Duri. Sekarang kebun kaca itu terlihat rapi dan bagus berkat bantuanmu.

Kau memperhatikan lagi pintu kebun kaca dengan seksama. Benar-benar tidak ada tanda-tanda bahwa pintu pernah dibuka paksa atau dibuka menggunakan kawat. Pintu ini hanya bisa dibuka oleh Duri dan Yuni yang memiliki kunci untuk membukanya.

Kau mengintip kedalam, kebun sepertinya belum lagi dihancurkan oleh pelaku. Terakhir kali kau melihat rekaman adalah tadi pagi dan tidak ada yang masuk kedalam kebun sama sekali.

Kau mendengus kesal, pelakunya malah diam saja disaat seperti ini. Kau tidak bisa membiarkan ini begitu saja atau semua rencanamu akan berakhir sia-sia.

"Permisi, apakah anda wali dari Duri?"

Seseorang memanggilmu dari belakang. Kau menoleh dan mendapati seorang guru perempuan paruh baya dengan kacamata mendekatimu.

"Ya, aku sudah mendengar masalahnya tadi malam. Aku datang kesini untuk menyelesaikan kesalahpahaman ini secepat mungkin." Kau mengatakan semuanya dengan jelas. "Saya mengerti," Jawabnya.

"Perihal tanaman baru dan bibit-bibit itu bukanlah salah Duri." Ucapmu memperjelas, membuka pembicaraan dengan guru didepanmu ini.

"Atas dasar apa anda yakin bahwa bukan Duri lah yang mengambil tanaman dan bibit-bibit itu?"

Kau melipat kedua tangan didepan dadamu selagi melihat guru itu dengan lumayan kesal. "Akulah yang menyuruh Duri untuk mengambil tanaman dan bibit-bibit itu. Karena kebun malam itu dihancurkan."

Wajah guru itu menjadi bingung. "Dihancurkan?"

"Ya, tapi aku dan Duri tidak tau siapa pelakunya. Aku dan Duri jadinya harus membereskan kembali semua isi kebun itu karena Duri takut ia akan menyusahkan teman seklubnya." Kau berjalan mendekati guru itu. "Dan aku ingin Ibu merahasiakan semua ini, setidaknya akulah yang akan menyelesaikan semua ini. Soal tanaman dan bibit-bibit yang dipakai untuk membereskan kebun akan kuganti semuanya."

Kau merogoh tasmu dan mengeluarkan amplop coklat. Kau menarik tangan guru itu itu dan meletakkan amplop tebal itu ditangannya. "Karena aku sudah mengganti semua kerugiannya maka jangan ada masalah lagi untuk Duri. Ibu memegang kunci gudang tanaman bukan? Bisakah Ibu beritahu kepada murid-murid lain bahwa itu bukanlah kesalahan Duri?"

Guru didepanmu merasa terkejut dengan tindakanmu ini. "Maksud anda. Saya disuruh berbohong pada murid-murid saya?"

Kau menjauh sedikit dan menggeleng-gelengkan kepala. "Bukan, bukan seperti itu. Aku ingin Ibu tidak memberi masalah lagi pada Duri. Tunjukkan pada murid lain bahwa sebenarnya dari awal tanaman dan bibit-bibit itu tidaklah hilang. Bukankah dengan begini masalah selesai? Atau sebenarnya anda ingin membawa masalah ini sampai ke ranah hukum dan membiarkan ketujuh bocah itu mengurus diri mereka sendiri dengan menghilangnya orang tua mereka?"

"Saya tidak akan melakukan hal sejauh itu." guru itu sudah mengerti dan menerima amplop coklat itu. "Saya akan segera menyelesaikan masalah ini."

"Kalau begitu, terima kasih." Kau menunduk sedikit sopan. Guru itu berbalik arah meninggalkanmu. Tapi ia sejenak berhenti, "Anda sangat perhatian pada mereka. Ketujuh anak kembar itu pasti senang memiliki anda." Kemudian dia melanjutkan berjalan meninggalkan dirimu sendirian disana.

Angin berhembus dan menampar wajahmu dengan halus. Kau memperbaiki rambutmu yang berterbangan selagi memperhatikan guru itu yang semakin menjauh.

Kau paham betul apa maksud dari guru tersebut. Selama ini ayah mereka yaitu paman Amato selalu membiarkan mereka. Kalau dari sudut pandang yang lain bisa dibilang ayahnya tidak peduli pada anak-anaknya.

Kau mendengus kesal. "Pasti alasannya adalah berdikari. Haha, sial."

***

Kau selesai membereskan rumah dan memasak makan malam. Kau merebahkan dirimu diatas sofa sambil menonton televisi. Acaranya menampilkan berita mengenai beberapa kerusakan yang dilakukan oleh beberapa pihak yang saat ini masih belum ditemukan.

Menurutmu polisi terlalu payah untuk mengatasi hal seperti ini. Mereka bahkan tidak bisa berlari sejauh 1 km setiap harinya dengan perut bundar mereka.

Palingan sebentar lagi berita itu akan dihilangkan begitu saja karena para polisi itu tidak sanggup untuk mencari pelakunya.

"Assalamualaikum."

Suara ketujuh kembar membuatmu menoleh. "Walaikumsalam, hari ini kalian pulang lewat dari biasanya. Ada apa?"

"Itu loh kak. Tadi disekolah ada ribut-ribut dikebun kaca karena tanaman dan bibit-bibit yang hilang tiba-tiba kembali. Seperti sulap saja." Blaze menjelaskan dengan semangat. Matanya berkilau karena terpukau dengan berita tersebut.

Kau hanya pura-pura tidak tau. "Oh begitu? Kalau begitu bagus bukan, Duri?" Kau melihat kearah Duri yang terkejut melihatmu. Tentu saja sepertinya dia sadar bahwa kau telah melakukan sesuatu sehingga hal itu bisa terjadi.

"Ah iya, untunglah." Dia tersenyum polos tapi canggung. Beberapa saudara yang lain tampak curiga dengan keadaan ini. Kau kembali melihat kearah televisi yang masih menampilkan berita. Kau tidak peduli jika mereka curiga ataupun sebagainya. Kau hanya harus menyelesaikan masalah mengenai pelaku yang belum keluar itu sekarang.

Sekarang kau harus mengganti rencana lain untuk menemukan siapa pelaku sebenarnya.

Semua anak kembar itu sudah membersihkan diri mereka dan mereka berkumpul tepat ditempat kau menonton televisi. Mereka tetap menonton meski kau masih memutar berita. Beberapa dari mereka ada yang membaca buku atau malah tidur.

Kau memperhatikan Ais yang tertidur dibawah dengan paha Blaze sebagai bantalnya. Dia terlihat nyenyak dan sepertinya tidak mudah untuk dibangunkan.

Kau beralih melihat tangan Ais yang tampak lecet dan luka-luka. Kau berpikir apakah sebegitu parahnya Ais dibully disekolahnya. Kalau iya maka kau akan segera menangani masalah Ais begitu masalah Duri kali ini benar-benar selesai.

Kau tanpa sadar mengambil tangan Ais yang masih tertidur. Berpikir hal apa yang dilakukan Ais sehingga tangan bisa lecet dan luka seperti itu. Mau bagaimanapun, dibully tidak akan membuat tangan lecet sedangkan tubuh yang lain baik-baik saja.

Ais tidak bangun juga meski kau sudah membolak-balik tangannya dan melihat seberapa jauh lecetnya tersebut.

"Um, kakak sedang apa?" Blaze mencidukmu sedang memegangi tangan Ais. Saudaranya yang lain juga langsung melihat kearahmu seolah kau melakukan sesuatu yang melanggar hukum.

Tidak, kau bukanlah seorang Pedo yang mengincar anak setahun lebih muda darimu.

"Ah yah, tangannya lecet. Blaze tolong ambilkan kotak P3K."

Blaze mengangguk mengerti dan segera pergi begitu memindahkan kepala Ais keatas bantal. Ais belum juga bangun, kau berpikir sepertinya dia berpura-pura tidur karena hal ini adalah hal yang tidak bisa dia atasi jika kau bertanya mengenai tangannya.

Dan juga tangannya sangat dingin. Bisa juga manusia memiliki tangan sedingin ini.

Kau menatap matanya yang masih saja bertahan untuk tidur.

Kau kemudian memikirkan sesuatu dan berbisik kecil ditelinga Ais, walaupun Ais masih tidak berniat untuk bangun.

To be continued...

A/n:

Ais dibully? Kau harus menyelesaikannya

Tenang saja, chapter selanjutnya adalah dimana pelakunya terbongkar.

Salam,
Ruru

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top