7 - Salah Paham

PARA boboiboy kembar sepertinya sudah pulang sekolah. Kau memperhatikan mereka semua yang masuk tapi tidak melihat Duri.

"Dimana Duri?" Tanyamu penasaran.

"Tadi dia pergi ke kebun." Blaze hanya menjawab apa yang dia tau.

Kau berpikir, Duri mungkin saja terlalu penasaran siapa pelakunya dan memutuskan untuk melihat. Tentu saja kau mengetahui bahwa hari ini bukan jadwal Duri untuk ikut klub berkebun. Siapa lagi yang memberitahu kalau bukan paman Amato yang menelepon setiap hari mengenai anaknya.

Kau sedari tadi selalu melihat rekaman di handphonemu dan tidak menemukan adanya pelaku yang datang lagi untuk menghancurkan kebun.

Kau membuka handphonemu sekali lagi untuk melihat Duri. Disana kau melihat Duri dan sepertinya beberapa orang sedang berbincang.

Tapi lama-kelamaan suasana disana tiba-tiba berubah. Duri tampak mundur-mundur bersamaan dengan beberapa orang yang tampak marah. Duri tampak membela diri, sayangnya didalam rekaman ini kau tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

Kemudian salah satu dari mereka mendorong Duri hingga jatuh ketanah.

Kau tiba-tiba berdiri dan membanting handphonemu begitu saja. Semua yang ada didalam rumah terkejut dengan kelakuanmu yang tiba-tiba sekali itu.

"Ada apa kak?" Blaze tampak khawatir. Kemudian kau menarik tangan Blaze. "Ayo ikut aku."

"Eh? Kemana kak?" Blaze tampak terkejut tapi tetap mengikutimu berlari.

"Ada sesuatu, nanti kau ikuti saja kata-kataku." Kau tampak serius, Blaze hanya menurutimu saja.

Yang lain hanya terdiam didalam rumah, melongo bingung dengan apa yang terjadi terhadapmu. Tapi mereka tidak berniat untuk bertanya atau menghentikanmu.

Kau membawa Blaze kesekolah dan berhenti ketika sampai didepan kebun kaca.

"Sebenarnya ada apa kak?" Blaze tampak bingung.

"Begini dengarkan aku. Duri sedang diganggu didalam sana."

"Duri diganggu!!?" Blaze berteriak. Dengan cepat kau menutup mulutnya dengan tanganmu.

"Sstt! Dengar baik-baik. Masuk kedalam sana seolah-olah tidak ada yang terjadi. Kau jemput Duri disana dan jangan buat macam-macam, mengerti?" Blaze mengangguk mengerti dan kau segera mendorong Blaze masuk kedalam kebun kaca.

"Duri!"

Sontak semua yang ada didalam kebun kaca menoleh pada Blaze yang berjalan masuk. Blaze mengikuti kata-katamu, berjalan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Meskipun sekarang tangannya mengepal ingin meninju orang-orang yang menganggu Duri.

"Eh kak? Kenapa ada disini?" Duri berlari mendekati Blaze. Blaze tersenyum riang sambil mengelus kepala adiknya itu. "Seharusnya aku yang tanya begitu kan? Ini sudah sore, ayo kita pulang."

"Tapi bukankah kak Blaze tadi sudah pulang?" Duri tampak bingung, kau jadi kesal karena ia tidak menyadari hal ini.

Blaze menggaruk pipinya yang tidak gatal, "Um, entahlah. Aku hanya merasa kau diganggu serangga?" Blaze melihat kearah orang lain yang ada didalam kebun kaca itu sambil tersenyum penuh arti.

Orang-orang itu tersentak kaget tetapi tetap pura-pura tidak tau. Mereka memutuskan untuk pergi dari kebun kaca itu tanpa sepatah katapun. Meninggalkan Blaze dan Duri saja disana.

Kau yang tadinya berada didepan pintu langsung loncat kedalam semak-semak disamping pintu begitu mereka keluar. Setelah itu Blaze dan Duri menyusul keluar, barulah kau keluar dari sana.

"Eh? Kenapa disini?" Duri terkejut melihatmu muncul dari semak-semak.

Kau memasang wajah muram. "Dasar tidak peka. Kau kan tau aku memasang kamera pengawas disini. Aku melihatmu diganggu oleh mereka sehingga aku langsung datang kesini bersama Blaze." Kau keluar dari sana dan membersihkan pakaianmu yang dipenuhi daun-daun.

"Tapi kenapa membawa kak Blaze?" Duri tampak takut-takut. Seharusnya kau tidak membiarkan yang lain tau kalau Duri sedang terlibat masalah.

Kau membuang nafas lelah. "Kalau aku yang masuk, bisa-bisa mereka mencurigai aku karena memasang kamera pengawas." Kau berpikir kenapa Duri tidak bisa memikirkan sendiri alasannya.

"Ayo pulang." Kau berjalan duluan sehingga mereka berdua mengikutimu dari belakang.

"Kau kenapa tidak memberitahu kami?" Blaze tampak khawatir sekaligus penasaran pasal adiknya ini. "Habisnya Duri tidak mau merepotkan kalian." Duri menunduk sedih, padahal umur mereka semua tapi sifat merekapun masih kekanak-kanakan.

"Kenapa mereka menganggumu tadi?" Kau ikut bertanya karena penasaran.

"Tidak, itu tadi teman seklubku." Ucapan Duri membuatmu terkejut. "Lalu kenapa?"

"Duri dituduh yang mencuri semua bibit dan tanaman baru didalam lemari penyimpanan." Setelah Duri mengatakan itu barulah kau sadar akan kelalaianmu. Seharusnya kau tau bahwa semua bibit dan tanaman baru yang kau tanam itu adalah punya sekolah.

Kau langsung menghantam dahimu kedinding sehingga membuat Duri dan Blaze terkejut. "Kakak gapapa?" Blaze mendekatimu dan melihat apa yang terjadi.

Kau menggeleng dan mengatakan baik-baik saja tapi darah yang mengucur dari luka didahimu itu membuat mereka tak percaya sedikitpun. Duri menyerahkan sebuah plester berwarna hijau dengan gambar-gambar lucu. Benar-benar tipikal anak kecil.

"Terima kasih." Kau menerimanya dan memasangnya didahimu sendiri. Kau mengelap darahnya dengan lengan bajumu. Tapi tenang saja karena darah itu mudah hilang saat dicuci.

Kau menatap Duri. "Tenang saja. Akan kuselesaikan kesalahpahaman itu."

***

Kalian sampai dirumah dan kau segera pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri. Meloncat kesemak-semak dapat membuat tubuhmu gatal dan kau tau seharusnya kau tidak melakukan hal itu.

Selesai dengan bersih dan kau melihat sebuah kursi kosong dengan makanan dimeja. Sebuah tempat yang sepertinya ditempatkan untukmu karena mereka semua sudah duduk masing-masing disana.

Kau ikut duduk nimbrung disana, duduk disebelah Blaze dan Halilintar. Kau masih mendapat tatapan tidak suka terutama dari Solar. Anak bungsu satu itu sepertinya akan sulit untuk ditaklukan.

Kau memakan makanan yang sudah disiapkan oleh Gempa. Rasanya tidak terlalu buruk untuk anak laki-laki berumur 17 tahun. Tapi kau merasakan sesuatu yang aneh dimakananmu. Tapi sepertinya mereka baik-baik saja.

Kau kesal dan akhirnya menusuk garpumu diatas meja, dan menyangkut dengan sempurna. Mereka semua melihat kearahmu dengan terkejut.

"Kau pikir makan makanan dengan banyak campuran garam dan gula itu tidak akan disadari, Taufan?" Saat kau berbicara begitu. Tiba-tiba mereka semua berbalik melihat Taufan. Taufan sepertinya terkejut karena dia ketahuan.

Kau berdiri dari sana. "Kalau kau tidak suka denganku. Mari kita bertanding dengan adil satu lawan satu, kalau kau pakai cara kotor begini, kau bahkan lebih hina dari serangga penganggu." Kau pergi dari dapur dengan kesal.

Makanan tadi hanya kau cicipi sesendok saja. Kau jadi tidak selera makan gara-gara dijahili seperti itu. Bukannya kesal karena Taufan tidak menyukaimu tetapi kau jadi teringat dengan paman Amato. Jujur saja, dijahili itu sangat tidak enak.

Kau pergi kekamar dan mengunci pintu. Kau juga mematikan lampu dan loncat keatas kasurmu. Jendelamu masih terbuka sejak tadi sore dan belum kau tutup. Gordennya berterbangan dan menampilkan bulan penuh diatas langit sedang bersinar dengan terang.

Tampak tenang dan damai, tidak seperti pikiranmu yang hancur berantakan.

Kau menutup matamu, mengabaikan semua suara atau gangguan lain. Sambil memeluk bantalmu yang hangat, kau berjalan menuju alam mimpi.

To be continued...

A/n:

Kenapa jadi salahpaham? Kau harus menyelesaikan itu segera.

Dan Taufan, segitu sangat membencimu kah sampai menjahilimu seperti itu?

Kuncinya sabar bukan?

Salam,
Ruru

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top