18 - Pengorbanan
Kau mengambil sebuah batu dan memukul-mukuli borgol tersebut. Saat borgol tersebut hancur, kau menendang pintu gudang dan terbuka.
Debu-debu berterbangan begitu pintu terbuka, belum lagi isi gudang yang terlihat gelap.
Kau masuk kedalam sambil menutup mulutmu menggunakan sapu tangan. Disana kau menemukan sesuatu yang mengalihkan pandanganmu. Sesuatu yang berwarna biru terang.
Kau menariknya dengan seluruh tenagamu dan benda itu berhasil kau dapatkan. Tapi tumpukan-tumpukan kotak diatasnya jatuh dan menimpamu. Kau segera menyingkirkannya dan menarik benda biru tadi.
Dan benda itu adalah skateboard yang selama ini dicari-cari oleh Taufan.
Skateboardnya masih utuh dan kau membersihkannya dari debu agar terlihat bagus.
"Untunglah," gumammu senang.
Tiba-tiba pintu gudang ditutup dan suara borgol berbunyi. Orang-orang yang berada diluar sana terdengar tertawa.
Kau berlari menuju pintu dan mengetuk-ngetuk pintu. "Hei! Buka pintunya!"
Orang-orang diluar sana makin tertawa terbahak-bahak. "Inilah akibatnya jika kau mempermainkan kami, nona."
"Mempermainkan? Apa maksud kalian?" Kau mengernyit heran. Sejak kapan kau mempermainkan orang-orang yang kau saja tidak tau mereka siapa.
"Kau membayar kami untuk menghancurkan mereka tapi kau sendiri selalu menghancurkan rencana kami. Saat kami gagal, kau ancam dan terror kami." Orang itu mengatakan sesuatu yang makin membuatmu bingung.
"Apa-apaan? Apa maksud kalian hah?" Kau berteriak dengan kencang dari dalam. Kau masih berusaha mendobrak pintu gudang tapi tetap saja tidak berhasil.
"Rasakanlah kesengsaraan kami semua, nona."
Setelah ia mengatakan itu. Mereka melempar sesuatu didepan pintu dan tercium bau terbakar. Muncul api dari sela-sela pintu gudang dan kemudian pintu itu terbakar.
Api makin membesar hingga kau mundur bersama skateboard milik Taufan. Tapi sayangnya dibelakangmu sudah tidak ada jalan lagi. Kau hanya terdiam sambil melihat api yang makin melahap seisi gudang.
Kayu, kotak, kardus, isi gudang ini semuanya adalah barang-barang yang sangat mudah terbakar. Dalam lima menit, gudang ini akan terbakar habis bersama dirimu didalamnya.
Kau memeluk skateboard Taufan dengan erat. Setidaknya kau ingin menyelamatkan skateboard Taufan agar ia senang. Padahal sudah ada Blaze, Duri dan Ais yang mengakuimu tapi malah terjadi hal seperti ini.
Kau tidak ingin mati disini.
"TOLOOOONG!!" Kau berteriak dengan kencang sebelum kau akhirnya terbatuk-batuk karena kebanyakan menghirup asap.
"Uhuk! Masih belum... belum selesai."
Pintu gudang yang terbakar menjadi terbuka. Tapi jalan-jalan didepanmu ini terhalang oleh banyaknya kayu dan barang-barang lainnya yang terbakar. Tidak ada jalan untukmu keluar dari sana.
"Hei! Bertahanlah!!"
Kau mendengar suara familiar. Saat kau menoleh melihat kearah pintu, diluar sana terdapat Halilintar dan Taufan yang terlihat kebingungan untuk masuk.
"Jangan masuk!! Disini berbahaya!" Kau memperingati mereka dari dalam. Padahal dirimu sendiri dalam bahaya, tapi kau tetap saja berkata seegois itu.
Kau memeluk erat skateboard itu dan kemudian berjalan maju. Api terlalu panas dan besar untuk dilewati, tapi pasti ada jalan agar dirimu bisa keluar dari sini. Sekecil apapun jalan itu, kau harus melewatinya tidak peduli apapun.
Tapi kemudian kau mendapati Halilintar menerobos masuk dan langsung menarikmu. Kalian berdua bergegas pergi dari sana dan menghindari semua kobaran api yang ada. Tapi tetap saja, walaupun sedikit, tubuhmu terkena panasnya.
Saat hampir sedikit lagi kau keluar dari sana bersama Halilintar. Kau melihat sebuah kayu yang terbakar, jatuh kearah kalian berdua.
Kau sadar bahwa sangat tidak sempat untuk menghindar. Segera kau mendorong Halilintar bersamaan dengan melempar skateboard tersebut kearahnya. Dirimu yang tidak sempat lari akhirnya tertimpa kayu.
"Tidak!" Taufan yang awalnya berada diluar kini masuk dan membantumu. Dengan tangan kosong, dia mendorong kayu yang terbakar itu hingga kau terbebas.
Segera dia menggendongmu cepat bersamaan dengan Halilintar yang memungut skateboard milik Taufan.
Kalian semua berhasil keluar dan segera gudang itu rubuh karena api berhasil melahap segalanya.
Kau merasakan rasa sakit dipunggungmu. Punggungmu rasanya masih terbakar meskipun kayu itu telah disingkirkan dan kau berhasil keluar dari sana. Kau meringis kecil, Taufan yang melihatmu langsung memasang wajah takut.
Kau tersenyum kecil pada Taufan sambil mengelap air matanya. "Tenanglah, skateboard kesayanganmu sudah kembali."
Tapi Taufan menggeleng, "Bukan, kau... kau harusnya mengkhawatirkan dirimu sendiri." Air mata Taufan mengalir dipipinya. Wajahnya benar-benar terlihat sedih.
"Tidak apa, aku masih hidup. Apa yang kau.. khawatirkan?" Matamu mulai sayu-sayu dan memaksa untuk tertutup. Kesadaranmu perlahan-lahan menghilang.
"Maafkan aku."
Itu juga kalimat yang diucapkan oleh Taufan sebelum dia akhirnya menghilang lagi. "Jangan pergi lagi," gumammu.
Dan kesadaranmu pun menghilang.
***
Kau terbangun dan berusaha bergerak. Jari-jari tanganmu berusaha kau gerakkan lebih dulu. Setelah itu, matamu perlahan-lahan terbuka dan mengerjap berkali-kali agar beradaptasi dengan cahaya.
Yang pertama kali kau lihat adalah langit-langit yang terlihat asing. Kemudian kau merasakan sesuatu yang aneh berada dimulutmu. Kau menyadari bahwa sekarang kau berada di rumah sakit.
Tangan kananmu terasa berat, kau menoleh dan mendapati ada Taufan disana sedang tertidur sambil memegangi tanganmu. Atau lebih tepatnya menjadikan tanganmu bantal tidurnya. Bisa kau lihat disampingnya terdapat skateboard yang waktu itu kau selamatkan.
Tangan kirimu bergerak mengelus rambutnya yang tanpa topi. Topinya jatuh dan berada dikakimu sekarang, karena itulah kau tau bahwa ia adalah Taufan.
Rambutnya terasa lembut, pasti mereka merawat rambut mereka dengan baik. Kau tiba-tiba mencubit pipi Taufan karena merasa lucu dengan wajah tidurnya. Merasa sakit dengan cubitanmu, ia terbangun dan terkejut melihatmu.
Kau melihat kearahnya dengan biasa saja, "pagi."
Wajah Taufan langsung berubah lagi menjadi senang atau malah menahan tangis. "Huwaaaa!! Akhirnya kau bangun." Dia malah menangis dengan keras.
"Hei! Hei! Kenapa menangis?" Kau berusaha menenangkannya sebelum perawat masuk dan memarahinya karena terlalu ribut. Taufan segera berhenti dan mengelap matanya yang basah.
"Kau tak sadarkan diri selama 5 hari tau, kupikir kau mati." Suaranya masih terdengar merengek. Kau sedikit terkejut karena mengetahui dirimu tak sadarkan diri selama 5 hari. Pasti banyak yang kau lewatkan selama hari-hari itu.
Kemudian pintu terbuka dan muncul yang lainnya. Blaze dan Duri yang melihatmu sudah bangun langsung berlari kearahmu. "Kakak!" Duri dan Blaze melompat untuk memelukmu. Mereka benar-benar seperti anak kecil, kau memaklumi tindakan mereka.
"Hei! Hei! Aku juga mau peluk." Taufan merengek kesal melihat kedua adiknya yang telah lebih dulu memelukmu. Kau melihatnya dengan tatapan penuh arti, "Panggil aku kakak dulu."
Taufan pertama terdiam dulu. Setelah itu ia melihatmu, "Ka.. kakak!"
Kau tertawa kecil melihat wajahnya. "Okay, kemarilah." Kau menjulurkan kedua tanganmu dan Taufan tanpa basa-basi langsung memelukmu.
"Ih, Taufan bau."
"Hee, aku tidak mandi 5 hari karena menunggu kakak sadar loh." ucapan Taufan membuatmu tertawa. "Pantas saja."
Kau merasa senang hari ini, entah karena kau berhasil selamat atau para saudara kembar yang menyayangimu. Yang pasti, kau memiliki alasan untuk tetap hidup didunia ini.
Entah itu kesepakatan atau kekeluargaan.
To be continued...
A/n:
Akhirnya masalah Taufan selesai.
Selanjutnya masalah siapa ya?
Salam,
Ruru
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top