1 - Surat Petak

【 1 Mei 2024 】

Tatkala cahaya matahari naik menuju permukaan dan menyinari bumi. Seluruh makhluk di dalamnya pun segera bangkit untuk memulai hari.

Namun, sebagian lagi masih terlelap di tempat tidur. Meski suara nada dering jam tempat tidur terus-menerus berbunyi. Tak ada se-inci pun jarimu bergerak untuk bangkit dari kasur berwarna coklat tua itu.

Suara derap langkah kaki mengusik telinga. Dan suara teriakan menyahut setelahnya, "Kak! Bangun! Kakak mau tidur sampai kapan?"

Sosok itu menggedor-gedor pintu kamar dengan kuat. Sampai-sampai terdengar seperti gempa bumi.

Kamu akhirnya bangkit--dengan terpaksa--dari mimpi panjang. Berjalan gontai menuju pintu kamar layaknya zombie.

Begitu membuka pintu kamar. Sosok pemuda yang menggedor pintu tersebut, terpekik kaget.

"Astagfirullah! Kaget. Kak, kamu kenapa jelek banget pagi ini?" ujar Blaze sambil memegangi dadanya yang kembang kempis.

"Begadang, ya?" Pemuda lain dengan kacamatanya menatap ke arahmu. Namun, kondisinya sama saja sepertimu. Kantung mata setebal harapan orang tua.

"Aku cuma tidak bisa tidur semalam. Ya udahlah, mau mandi dulu." Kamu masuk lagi ke dalam kamar untuk mandi. Blaze berteriak lagi.

"Jangan tidur di kamar mandi lagi ya, kak!"

"Dasar, memangnya aku anak kecil?" batinmu.

Kamu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Setelah beberapa menit berlalu untuk membasuh diri. Kamu sudah keluar dengan tubuh yang terasa lebih segar.

Kamu mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut. Setelah itu mengikat rambut coklat panjangmu. Begitu saja, akhirnya kamu berjalan keluar kamar dan menghampiri yang lain di meja makan.

"Selamat pagi," sapamu. Semua langsung membalas sapaan pagimu.

"Pagi."

Kamu menggeser kursi dan duduk di sana. Gempa menyodorkan sarapan pagi ini, nasi dan sup hangat.

"Aneh, aku tidak pernah tahu sarapan dengan nasi dan sup," batinmu lagi.

Tidak berkomentar banyak. Kamu dan mereka semua pun menikmati sarapan pagi ini dengan damai.

Umur kalian semua sudah dewasa. Tidak ada alasan lagi untuk banyak bertingkah.

Halilintar akan segera wisuda setelah menyelesaikan skripsi akhirnya. Seperti yang diduga, lelaki itu cumlaude dengan nilai yang sempurna. Sementara adik-adik kembarnya masih dalam perjalanan kuliah mereka. Tentu saja, semester akhir penuh jeritan kesengsaraan.

Sedangkan dirimu tidak berniat mengambil matkul apapun. Jadi daripada berkuliah, kamu memilih untuk tetap bekerja sebagai pegawai part time di salah satu restoran.

Kamu pernah ditanya alasan kenapa kamu menolak kuliah. Padahal bisa saja waktu itu kamu masuk kuliah dengan biaya dari paman Amato. Kamu pun menjawabnya dengan tengil.

"Kalau aku masuk, pasti kemungkinan besar akan dapat beasiswa dan terpilih ke pertukaran pelajar ke luar negeri. Itu bukan ide buruk sih."

Dan tentu saja, paman Amato mendapat banyak tatapan tidak suka dari anaknya.

Keberadaan dirimu disini adalah sesuatu yang sudah diinginkan sejak dulu. Meski kamu berkali-kali berlari dari pintu. Ujungnya kamu akan kembali memasuki pintu itu. Dan yang kamu temukan adalah sambutan hangat dari mereka bertujuh.

Karena itulah sosokmu disini sangat dijaga.

Sebenarnya, kamu sudah curiga dari awal. Tidak. Sebenarnya sebelum pulang pun, kamu sudah tahu dengan jelas bahwa kamu masuk ke dalam sebuah sangkar burung.

Dan tidak mungkin bagimu untuk keluar dan terbang bebas.

Ada yang salah.

Jika benar ini adalah balas budi. Tak dirasa rantai besi ini terus mengekang dirimu.

Ada yang salah.

Keberadaanmu bagai rasa sakit dan juga obat penyembuh.

Ada yang salah.

Kamu rasa, ada yang salah disini.

.

.

.

【 30 April 2024 】

"Terima kasih banyak!"

Kamu dapat melihat para karyawan mulai beres-beres setelah pelanggan terakhir itu melangkahkan kakinya keluar dari restoran.

"Aku pulang dulu."

"Ya, sampai jumpa esok."

Kamu membalas lambaian tangan dari partner kerjamu, setelah kamu menyingkap celemek ke ruang ganti milikmu.

Kamu mengipasi tubuhmu dengan tangan secara refleks karena rasa panas. Dengan segera keluar terburu-buru melalui pintu belakang sambil menggendong sebuah tas kecil dan ponsel.

Kamu mengecek jam di ponsel. Sambil mendorong pintu dan turun tangga beberapa langkah. Kamu tak menyadari ada orang di depanmu dan menabrak tubuhnya.

"Oh, maaf!" Kamu mendongak. Menemukan rupanya seseorang yang kamu kenal. "Gempa?"

Gempa tersenyum saja. "Baru pulang kerja?"

"Iya." Kamu mengecek jam di ponsel lagi. "Agak malam. Omong-omong, kamu darimana, Gempa?"

"Oh, aku juga baru selesai matkul malam ini."

Kamu mengangguk. Melihat raut wajahnya yang penuh senyum itu.

"Bohong."

"Gitu, yaudah pulang bareng aja," ajakmu.

"Tentu."

Kamu berjalan beriringan dengan Gempa. Tak terasa setelah beberapa tahun kamu meninggalkan mereka dan tinggal bersama kembali. Mereka sudah tumbuh lebih tinggi lagi selama kamu tidak ada.

Tubuh Gempa yang tinggi dan tegap. Pakaian kasual yang rapih berwarna dominan cokelat kesukaannya. Ditambah suaranya yang lembut dan gerakannya yang gentle itu. Ternyata, Gempa telah menjadi sosok lelaki.

Gempa sudah bukan anak kecil yang akan merengek di bawah kepalamu lagi. Justru Gempa yang akan melindungimu dari apapun.

Berjalan dalam sunyi. Kalian berdua hanya mendengar suara orang-orang di jalan raya. Dan juga deru mesin yang lalu lalang.

"Malam-malam begini, kota pun masih terlihat hidup," celetukmu.

Gempa melihat ke arah yang sama denganmu. "Benar, kehidupan terus berjalan meski diselimuti malam."

Kamu menoleh ke manik hazel Gempa. Saat mata kalian rupanya saling bersitatap. Gempa memberikan senyum ramah lagi.

"Senyummu."

Gempa berhenti, mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

Kamu menghela napas. Lalu menunjuk pipi Gempa, sampai lelaki itu kaget karena jari telunjukmu bersentuhan dengan kulit pipinya.

"Senyumnya yang ikhlas. Baru kerasa indahnya," ketusmu.

Kamu melengos jalan lebih cepat. Sementara Gempa yang baru tersadar pun langsung mengejar untuk menyusulmu yang sudah melangkah jauh.

Dikala berjalan diantara orang-orang. Seorang laki-laki paruh baya dengan warna kulit pucat, menabrak bahumu tanpa sengaja.

"Hei!" tukas Gempa.

"Oh, maaf." Kamu melihat orang tersebut sambil memegangi bahu kananmu yang terkena tabrakan.

Kamu akui, tabrakan tersebut cukup keras. Ada denyut sakit kala tanganmu menyentuh bekas tabrakan bahu itu.

Selagi kamu terfokus pada rasa sakit. Tanpa disadari Gempa telah menarik tangan orang tersebut, bahkan memberinya tatapan tajam.

"Gempa?"

"Minta maaf."

Hal sepele membuat Gempa tampak marah. Kamu bertanya-tanya tentang apa yang jadi penyebabnya.

Bukannya takut atau gemetar. Lelaki paruh baya itu justru memberikan senyum remeh.

"Kue manis tidak cocok dengan kopi yang pahit," gumam orang itu.

Kamu membelalakkan mata saat menemukan lelaki itu justru mengeluarkan pisau kecil dari saku kirinya. Kamu dengan cepat berlari dan menahan tangan kirinya.

Namun belum sempat itu terjadi. Ternyata kakinya justru sudah lebih dulu menendang ke arahmu sebelum tanganmu mencapai tangan kiri orang itu.

"Akh!"

"Kak!"

Pisau itu hanya menggores pipi kanan Gempa sepanjang 3 centi. Namun cukup untuk membuat darah keluar dari sana.

Kerumunan orang-orang di sekitar langsung berteriak histeris. Dan lelaki itu langsung melarikan diri, menghilang di dalam kerumunan.

Kamu meraih Gempa yang berlutut memegangi wajahnya. Darah memenuhi tangan kanannya. Tapi daripada itu, Gempa justru lebih terlihat khawatir dan melihat ke arahmu dengan manik hazel yang bergetar.

"Kakak gapapa?"

.

.

.

"Baguslah kalau kalian baik-baik saja."

Kamu dapat melihat Gempa tengah diobati dengan pelan oleh Duri. Bahkan Halilintar menahan diri untuk tidak mengoceh.

"Kakak sendiri gapapa?" Taufan menghampiri. Kamu menggeleng pelan.

"Untungnya gapapa," katamu.

"Seram juga ya, tiba-tiba ada kejadian begitu," celetuk Ais di balik boneka paus raksasanya. Bahkan yang dapat kamu lihat hanya manik biru mudanya yang menatap lurus ke arah Gempa.

Kamu terkekeh menanggapi celetukan itu. "Kebetulan saja."

"Pastikan itu tidak terbuka lagi," ingat Halilintar. Gempa mengangguk saja.

"Udah, tidur sana." Halilintar mengusir seluruh adik-adiknya dari sana. Wajar saja, sudah jam sebelas malam. Mereka tidak boleh begadang meski sudah dewasa.

Tanganmu yang sedang bersandar di sofa, tiba-tiba ditarik oleh Halilintar. Kamu menoleh dengan tatapan bertanya-tanya.

Di  balik tatapan manik ruby yang penuh makna itu, tidak kamu temukan jawaban. Lelaki itu akhirnya melepasmu. "Kau gapapa?"

Mendengar itu, kamu justru terkekeh. "Santai, ga kenapa-kenapa kok."

Helaan napas yang berat itu seolah menahan kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut. Halilintar memutar tubuh, perlahan meninggalkan dirimu.

"Tidurlah, selamat malam."

"Malam juga, Halilintar."

Begitu melihat tampaknya Halilintar sudah kembali ke kamarnya. Kamu juga mulai beranjak berdiri dari sofa dan berjalan ke kamarmu sendiri.

Kamu tutup dan kunci pintu kamarmu. Namun dalam keadaan lampu kamar yang masih menyinari, kamu membuka pakaian yang kamu pakai dan mengeluarkan selembar surat petak berukuran 5 centi.

Sebelum membuka isi surat tersebut. Lebih dahulu kamu menutup jendelamu yang terbuka. Juga menarik gorden untuk menutupi.

Perlahan saat kamu buka kertas kecil itu. Kamu temukan tulisan tangan berukir rapi dengan tinta yang terasa mahal.

Berisi sebuah pesan penting yang dapat kamu pahami maksud dan tujuannya.

"Begitu," gumammu.

Kamu meraih korek api yang tak jauh dari meja, dan membakar surat kecil itu hingga menjadi abu.

Kamu buang pula abu itu ke luar jendela. Membiarkan tiap inci abu terbawa angin dan hilang tak bersisa.

Jendela dan gorden kembali kamu tutup, kunci dengan rapat.

Pikiranmu berlabuh pada masa saat kamu mendapatkan surat serupa. Surat penting yang berbeda tugas.

Kalau dulu yang kamu dapatkan adalah surat tugas untuk menjaga ketujuh sepupumu. Kali ini, adalah hal yang amat sangat berbeda.

"Hm, selamat malam, diriku."

Dan ketika kamu mematikan lampu kamar malam itu. Kamu sadar bahwa hidupmu akan mulai berbeda tatkala kamu temukan cahaya kecil berwarna merah di sudut kamar.

.

.

.

***tbc***

A/n:

Selamat datang semuanya di Save Them season 2!

Terima kasih buat rasa excited kalian menyambut season 2 yang baru muncul ini. Untuk konsep, sama seperti season 1. Akan tetapi, konflik sudah berbeda.

Berbeda jalan.

Terima kasih juga buat para followers baru. Terima kasih sudah penasaran pada buku-buku saya. Saya tahu masih kurang dalam kepenulisan, tapi semoga kalian suka.

Dari Chapter 1. Ada yang bisa menebak bagaimana jalan cerita nantinya? Hm hm.

Kita lihat saja nanti.

Bagi yang bertanya-tanya soal jadwal update.

Seperti yg saya beritahu sebelumnya di chap penting. Saya akan publish ketika chapter ini mencapai 50 vote dan 100 komen.

Kalau begitu, sampai jumpa di chapter selanjutnya ketika target terpenuhi.

Oh dan saya punya grup whatsapp untuk reader. Jika berkenan, boleh join, link nya ada di bio akun saya. Thank you.

See you.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top