PROLOG

Enjoy my story!

***


Kendall berdiri di jendela kamar mewahnya, menatap keindahan kota yang terhampar di bawah. Suara kota yang gaduh dan cahaya lampu yang berkelap-kelip membangkitkan rasa penasaran. Dia merasa terisolasi, seperti putri dalam menara yang tinggi.

Ayahnya, Henry Hiddleston, seorang pengusaha kaya raya, memiliki kekuasaan dan pengaruh yang luas. Puluhan pengawal setia menjaganya siang dan malam. Harta yang tidak akan pernah habis lebih dari tujuh turunan. Setiap hari, Kendall tidak pernah luput dari kemewahan.

Tapi, di balik kemewahan dan keamanan itu, Kendall merasa terkurung. Ibunya, Camellia Pablo, selalu menuntutnya untuk menjadi yang terbaik, mengalahkan dua saudaranya yang lain. "Kendall, kamu harus bisa menarik perhatian ayahmu. Jadilah putri yang selalu dibanggakannya," ujarnya dengan suara dingin dan tegas.

Kendall merasa beban yang berat menindas bahunya. Dia ingin bebas mengekspresikan diri, mengejar impian, dan membuat pilihan sendiri. Tapi, siapa yang akan memahami? Setiap hari, tidak pernah luput perdebatan antara Kendall dan Camellia.

Camellia, wanita ambisius dan perfeksionis, tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya saat ini. Dia ingin menjadi Nyonya utama dan pemilik hati Henry. Ambisi yang berdampak pada Kendall, menjadi boneka sang ibu untuk memuluskan rencananya.

Kendall tahu dari mana ambisi itu muncul. Tidak lain karena sebelumnya Camellia hanya seorang pelayan di keluarga besar Hiddleston. Mengabdikan diri sejak belia hingga perlahan  muncul keinginan menjadi bagian dari mereka. Memiliki kehidupan yang mewah dan keluarga yang bahagia. Hingga tanpa sadar hatinya malah jatuh pada Hanry, pewaris utama keluarga Hiddleston. Lelaki perkasa dan tampan yang sayangnya telah memiliki tunangan.

Meski begitu, Camellia tidak pernah menyerah. Perasaannya malah semakin berani dan terus berkembang sampai lelaki itu akhirnya menikah dan memiliki seorang anak. Hingga pada suatu malam, salah satu ambisinya berhasil.

"Saya tidak bisa menikahimu secara legal. Tapi tenang saja. Saya tetap akan bertanggung jawab atas anak dalam kandunganmu."

Camellia menatap Hanry dengan tatapan sendu. Ada rasa kecewa yang merayap di dadanya. Padahal dia berharap lelaki itu juga mau bertanggung jawab akan dirinya. "Baiklah. Tapi aku juga memiliki beberapa syarat."

"Apa?"

"Perlakukan aku dengan lebih baik," katanya Camellia dengan penuh makna.

Kembali pada Kendall. Dia merasa lelah dengan peran yang dibebankan kepadanya. Dia ingin menjadi dirinya sendiri, bukan boneka yang dikendalikan. Tapi, bagaimana cara melawan ibunya yang kuat dan berpengaruh?

Tiba-tiba, suara Camellia terdengar dari belakang. "Kendall, apa yang kamu lakukan? Kamu harus tidur. Besok ada acara penting."

Kendall menghela napas dalam-dalam. Dia tidak berniat menoleh, tetap bertahan dengan posisinya. "Aku tidak bisa tidur, Ibu. Aku sedang memikirkan hidupku."

Camellia mendekati Kendall, berdiri sejajar dengan sang putri. "Hidupmu sudah ditentukan, Kendall. Kamu harus menerima nasibmu."

Selalu kalimat itu yang Camellia ucapkan. Seakan kalimat itu adalah alarm yang akan terus mengingatkan Kendall pada setiap langkah yang harus diambilnya. Tidak boleh ada celah, kesalahan, atau apa pun yang bisa merusak citranya. Camellia akan selalu menuntutnya dengan kesempurnaan hingga Hanry akan merasa bangga dengannya.

Kendall merasa emosi yang memuncak. "Aku ingin menentukan hidupku sendiri, Ibu!"

Camellia menatap Kendall dengan dingin. "Kamu tidak tahu apa yang kamu inginkan, Kendall. Akulah yang tahu apa yang terbaik untukmu."

Kendall merasa putus asa. Dia tidak tahu bagaimana cara melawan ibunya. Camellia memperketat genggaman tangannya pada bahu Kendall. "Satu yang harus kamu pahami, Kendall," kata Camellia dengan suara dingin. "Kamu adalah kunci untuk mencapai kekuasaan dan kekayaan yang sebenarnya. Jangan sia-siakan kesempatan ini."

Kendall merasa terjebak. Dia tidak ingin menjadi alat untuk ambisi ibunya. Dia ingin hidup sederhana, jauh dari kemewahan dan intrik yang hanya menyiksanya setiap detik. Namun, untuk saat ini dia tidak berdaya. Melawan ibunya, berarti dia juga harus menghadapi sang ayah yang semakin mustahil dilakukannya.

"Tapi, Ibu, aku tidak ingin hidup seperti ini," kata Kendall, suaranya lemah. "Aku ingin bebas."

Camellia tertawa dingin. "Kebahagiaan tidak datang dari kebebasan, Kendall. Kebahagiaan datang dari kekuasaan dan kekayaan."

Kendall merasa frustrasi. Dia tidak bisa memahami mengapa ibunya tidak mengerti keinginannya. Dia ingin melepaskan diri dari genggaman ibunya. "Aku tidak ingin kekuasaan dan kekayaan, Ibu," kata Kendall dengan suara keras. "Aku ingin hidupku sendiri."

Camellia menatap Kendall dengan marah. "Jangan membangkang ibu! Kamu harus tahu, jika semua ini Ibu lakukan demi kita. Agar kamu juga mendapatkan posisi yang pantas seperti saudaramu yang lain."

Kali ini Kendall memilih diam. Perdebatan ini bukan yang pertama kali mereka lakukan. Meski demikian, tetap saja Kendall akan mengakhirinya dengan bibir yang dibungkam kebisuan. Mungkin, Kendall harus meminta bantuan dari pihak lain untuk mencapai keinginannya.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top