Persaingan Dua Wanita


Makan malam yang diharapkan berlangsung hangat, nyatanya malah sebaliknya. Semua orang yang berada di sana hanya diam tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Hanya bunyi denting sendok dan garpu yang saling beradu. Makan mewah di depan mereka tampaknya berhasil menyita fokus masing-masing.

Sementara Kendall yang memang terbiasa dengan suasana tersebut tampaknya sangat menikmatinya. Dia tidak sadar jika ada tiga pasang mata yang mengamatinya diam-diam.

"Ekhem." Tiba-tiba Henry berdehem keras. Dia sengaja melakukan hal itu untuk menarik perhatian satu-satunya perempuan di sana. Sayangnya, Kendall hanya menanggapinya dengan lirikan sekilas sebelum kembali menyuapkan makanan terakhir.

"Setelah makan malam, semua kumpul di ruang atas. Ada yang ingin Daddy katakan."

Tom mengangguk paham dan diikuti yang lainnya. Hingga beberapa menit berikutnya, mereka sudah pindah di ruangan yang lebih nyaman. Semua duduk di sofa besar yang berhadapan langsung dengan Henry. Hanya Kendall yang duduk sedikit berjarak dari saudaranya.

"Apa yang ingin Daddy katakan?" tanya Tom tanpa basa-basi.

Henry menatap Tom sejenak, sebelum memberikan anggukan pelan. Putra sulungnya itu memang paling to the point. "Daddy hanya ingin tahu bagaimana perkembangan kalian?"

"Semua lancar, tidak ada kendala sama sekali. Bahkan produk yang baru launching minggu lalu mengalami permintaan yang melonjak, " jawab Tom, sebagai putra pertama.

"Cody?"

"Baik, Dad. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku bisa mengatasi semuanya dengan sangat baik."

Henry mengangguk puas. Dua putranya yang sudah terjun ke dunia bisnis memang sangat cekatan dan berkompeten. Dia sama sekali tidak meragukan keahlian mereka. "Kendall dan David, bagaimana kuliah kalian?"

David yang merasa Kendall belum mau menjawab, berinisiatif angkat bicara lebih dulu. "Baik, Dad. Semuanya lancar. Sesekali juga aku belajar langsung di perusahaan dengan Tom."

"Bagus. Kamu harus lebih banyak belajar pada Tom dan Cody agar lebih matang saat benar-benar mengurus bisnis sendiri."

David mengangguk dengan senyum lebar. Dia senang dengan kalimat yang tersirat sebuah pujian di dalamnya.

Lalu tatapan Henry beralih pada Kendall. Dia menatap putrinya dalam. Dia tahu Kendall tidak berniat membuka suara untuk menjawab pertanyaannya. Maka dari itu, Henry kembali melanjutkan ucapannya untuk sang putri. "Untuk Kendall, Daddy berencana memindahkan Kendall ke jurusan bisnis bersama David."

Merasa namanya disebut, Kendall langsung beraksi cepat dia menoleh, bahkan hampir meberikan pelototan kesal pada sang ayah.. "Saya tidak setuju," ujarnya lugas.

"Kenapa?"

"Saya sudah nyaman dengan jurusan yang saya pilih."

Henry menggeleng tegas. "Kendall, kamu adalah bagian dari Hidleston, sudah seharusnya kamu belajar mengenai bisnis. Cepat atau lambat kamu juga akan ikut terjun mengelola bisnis keluarga seperti saudaramu yang lain."

"Tetap saja saya menolak. Pertama, saya tidak berniat ikut mengelola perusahaan. Kedua, saya sudah nyaman dengan jurusan yang saya ambil. Lagi pula, apa Anda bisa mengatasi gosip miring di luar sana jika anak dari seorang pelayan ikut mengelola bisnis keluarga Hiddleston?"

Kendall tersenyum miring. Merasa senjata yang dikeluarkannya tidak bisa ditangkis oleh Henry.

Namun Henry dan keras kepalanya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Meski kali ini dia diam, bukan berarti dia menyerah. Ada segudang rencana lain untuk membuat Kendall patuh.

Sementara ketiga pria muda yang juga berada di sana turut menyimak dengan ekspresi rumit. Cody yang memang tidak menyukai Kendall dan menganggapnya saingan, semakin merasa posisinya terancam. Dia menatap Kendall dengan tatapan tak sukanya.

***

Sudah menjadi rutinitas bagi seorang Camilla yang melakukan perawatan setiap akhir pekan. Dia sengaja memilih salon kecantikan ternama di mana hanya orang-orang di kalangan atas yang sanggup masuk ke sana.

Jika dulu, mungkin Camilla hanya bisa berdiri di depan pintu dan menatap bangunan besar itu dengan tatapan iri. Dia tidak akan mampu menginjakkan kakinya masuk ke dalam, mengingat gajinya sebagai pelayan hanya bisa digunakan untuk salon-salon kecil di pinggir jalan.

Sekarang, jangankan melakukan perawatan di salon yang ternama, semua barang-barang yang Camilla kenakan dari ujung kaki sampai ujung kepala merupakan barang-barang branded yang merupakan edisi terbatas.

Selagi menunggu antrian, salon ini memiliki ruang tunggu sekaligus bersantai yang cukup nyaman. Camilla memanfaatkan waktunya untuk membaca majalah bisnis untuk mengeratahui perkembangan persaingan perusahaan besar di luar sana. Sekaligus memantau pergerakan Hiddleston Group.

"Wah, sepertinya saya datang di waktu yang salah."

Suara tersebut membuat Camilla mengalihkan fokusnya dari majalah. Dia mendongak dan mendapati seorang wanita telah berdiri lima langkah dari posisinya.

Mandy Hiddleston. Wanita yang menyandang Nyonya besar Hiddleston dan juga istri sah dari Henry. Mandy memang juga melakukan perawatan di salon yang sama dengan Camilla. Bahkan sebenarnya Camilla yang menyontek segala hal tentang Mandy, terutama di mana Mandy merawat wajah cantiknya.

"Kenapa salon seelit ini bisa ada lalat di dalam, ya?" Mandy menatap Camilla dengan sinis. Kedua tangannya bersidekap di depan dada, tak lupa dengan gaya angkuh. Seakan menegaskan di sini posisinya lebih tinggi.

Camilla tidak langsung tersulut meski dia tahu kalimat tersebut untuk dirinya. Dia berdiri dengan tenang dan maju dua langkah mendekat. "Halo, Mandy. Senang bertemu denganmu."

Mandy mendengus keras. Dia menganggap Camilla kurang ajar karena berani menyebut namanya secara langsung. Mandy terkekeh sinis, "Sepertinya ada yang melupakan asalnya sampai berani bertingkah kurang ajar."

"Apa maksudmu? Tidak penting dari mana asal kita, yang jelas sekarang kita berada di posisi yang sama, bahkan hampir sejajar," timpal Camilla dengan sombong."

Mandy memberikan tatapan tajam. "Jangan bermimpi. Sekali pelayan, maka kamu akan tetap jadi pelayan. Sekarang kamu hanya sedag beruntung, tapi keberuntungan itu tidak akan bertahan lama."

"Oh ya? Kenapa kamu sangat yakin sekali? Lagi pula, dari pada mengurusi keberuntunganku yang sepertinya tidak ada habisnya, lebih baik kamu mengkhawatirkan posisimu yang sebetar lagi akan bergeser."

Camilla tersenyum puas. Dia semakin maju ke depan, memperpendek jaraknya dengan Camilla. Dengan suara pelan, dia mendekatkan bibirnya ke telingan Mandy, "Terima kasih telah memberiku jalan menuju posisi ini, Nyonya Mandy," bisiknya dengan nada mengejek yang ketara.

Mandy mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya. Dia memberikan tatapan membunuh dan tajam pada Camilla." Dasar jalang tidak tahu diri."

Camilla tertawa pelan. "Terserah kamu mau mengumpatiku seperti apa. Aku sudah sangat kebal." Tawanya mereda, Camilla kembali mundur, mengambil tas kecil yang berada di meja sampingnya. Tatapannya seakan mengejek Mandy yang tampak menyedihkan di matanya. "Bersiaplah! Wanita yang kamu sebut jalang ini nantinya akan menjadi Nyonya besar Hiddleston," ujarnya sebelum meninggalkan Mandy dengan kemarahannya.

"Sialan!" 



Bersambung.  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top