25. Rex apartemen.


Rex menggandeng tangan Xeena saat turun dari pesawat. Xeena terlihat bahagia karena telah kembali pulang ke London. Bahkan Xeena tak lagi memikirkan Raiden hingga Xeena tak menolak saat Rex menggandeng tangannya. Mereka sama-sama tersenyum dan melangkah beriringan. Beberapa mata menatap kebersamaan mereka dan mulai membicarakannya. Namun hal itu membuat Rex tersenyum dan kian erat menggenggam erat tangan Xeena.

"Benar, harusnya kita seperti ini. Berjalan bersama dengan penuh bahagia. Harusnya kau tetap di sisiku dan aku akan melindungimu selama hidupku." ucap Rex dalam hati saat melihat senyum Xeena yang terkembang.

Mereka menuju mobil dan melaju menuju apartemen. Xeena menatap gedung tinggi lalu menatap Rex yang masih menarik tangannya. Xeena tersenyum kecil mengingat kejadian saat pertama kali mereka bertemu. Siapa yang menyangka bahwa perkenalan itu akan menjadi sedekat ini. Bahkan Xeena tak menyangka hidupnya yang terombang ambing kini berubah drastis. Dalam sekejap Xeena mampu beralih kasta dan menjadi teman para pengusaha jajaran dunia.

Dalam satu lift yang sama. Rex tertawa saat mengingat semua kejadian yang lalu. Hal itu membuat Xeena salah tingkah.

"Hei, berhenti tertawa."

"Kau pasti berpikir aku pria yang sangat berengsek waktu itu."

"Benar sekali.?"

Rex mengangguk. "Kau datang dan langsung memelukku waktu itu. Aku cukup terkejut,"

Wajah Xeena bersemu merah. "Itu karena aku-, ya hanya itu yang bisa kulakukan agar tak tertangkap," ucap Xeena menggantung dan menutupi sesuatu yang ingin ia katakan begitu saja.

"Aku pikir kau sengaja mendekatiku."

"Kau pikir aku tertarik padamu? Aku bahkan mengalami hari yang sangat buruk waktu itu,"

Rex mengangguk. "Tak ada wanita yang tak mengenalku. Tapi kau benar-benar berbeda dari mereka. Membuatku sadar, bahwa tak semua gadis terpesona oleh ketampananku. Hahaha,"

"Astaga. Kau pasti sangat terkejut waktu itu."

Rex lagi-lagi mengangguk. "Ya, dan aku-" Rex tak melanjutkan kata-katanya karena pintu lift terbuka. "Ahk, apartemenku sebelah sana."

Xeena mengikuti Rex dan menatap Rex yang memasukkan pasword. "Kau tinggal disini sendiri? Wahhhh," Xeena kagum pada isi apartemen Rex saat pintu itu terbuka.

Rex tertawa. "Awalnya. Tapi kurasa kini tidak lagi karena aku akan tinggal bersamamu meski hanya beberapa hari."

Xeena sama sekali tak menggubris kata-kata Rex dan lebih memilih mengelilingi apartemen Rex. Membuat Rex tersenyum dengan tingkah Xeena yang terlihat sangat terpesona pada pemandangan laut yang tersaji dari balkon ruangan utama.

"Kemarilah. Akan kutujukkan kamarmu,"

Xeena mengangguk dan mengikuti Rex. Rex membuka pintu kamarnya lebar lalu memasukkan koper Xeena.

"Lemari coklat itu masih kosong. Kau bisa meletakkan pakaianmu di-"

"Wah, bukankah ini kamarmu?" potong Xeena membuat Rex tertawa kecil.

"Ya, dan kau adalah wanita pertama yang memasuki kamarku."

"Aku minta maaf soal itu," ucap Xeena dengan mengembungkan pipinya. Membuat Rex menjadi gemas dan mencubit kedua pipi Xeena.

"Maka tidurlah dengan nyaman. Aku akan menyiapkan makanan untukmu."

"Kau juga bisa memasak?" tanya Xeena antusias.

Rex menggulung kemeja panjangnya hingga ke siku. "Kau akan segera mencicipinya."

Rex keluar dari kamar dan meninggalkan Xeena sendirian. Xeena melirik kepergian Rex lalu tersenyum lebar.

"Baiklah, aku akan menyusulmu setelah mandi."

Rex hanya mengangkat sebelah tangannya tanpa menoleh. Hati Rex begitu senang hingga Rex tak ingin membiarkan Xeena tak nyaman. Rex ingin Xeena aman dan nyaman jika berada bersamanya. Dengan tersenyum Rex membuka kulkasnya lalu mengeluarkan beberapa bahan dan mengolahnya. Tak lama Xeena datang dan menatap Rex yang terlihat serius dengan masakannya.

"Wah, kau terlihat keren dengan celemek di tubuhmu."

Rex menatap Xeena sesaat. "Duduklah, aku akan menyiapkan makanannya."

Tanpa penolakan Xeena mengangguk dan menunggu makanan yang akan Rex berikan dengan menggosokkan kedua tangannya.

"Wahhh, kau benar-benar terlihat seperti chef."

Rex tertawa. "Aku tak tahu makanan kesukaanmu dan yang tersisa di kulkas tak banyak. Aku hanya membuat spageti untukmu."

Xeena sudah memasukkan sendok pertama ke dalam mulutnya. "Wahh, tak hanya tampilannya. Tapi rasanya juga benar-benar enak."

"Benarkah?"

Xeena mengangguk. Melahap semua makanan di depannya dalam waktu singkat.

"Hahaha, apa kau kelaparan?"

"Kenapa?"

"Karena kau sangat lahap."

"Ah, aku tak terbiasa makan dengan anggun layaknya gadis-gadis yang harus terlihat imut di depan pacarnya. Aku harus mengisi perutku dengan cepat lalu menyiapkan pekerjaanku yang-"

Xeena tak melanjutkan kata-katanya karena sadar ia telah lama tidak bekerja. Sejak adanya kontrak dengan Raiden, semua kebutuhan Xeena terpenuhi dengan sangat baik. Xeena tersenyum miris mengingat Raiden yang hanya memberikan segala perintah tanpa mempedulikan perasaannya. Rex yang melihat raut wajah Xeena berubah menjadi heran.

"Hahaha, aku senang dengan kejujuranmu. Kau tahu? Biasanya wanita selalu makan dengan pelan hingga aku lelah menunggu," ucap Rex sengaja mengalihkan perhatian Xeena agar Xeena tak lagi murung.

"Benarkah? Aku juga tak mengerti kenapa mereka harus susah-susah diet sedangkan di depan mereka tersaji makanan yang enak,"

Rex kian tersenyum. "Kau mau tambah?"

"Apakah masih ada?"

Rex mengangguk. Mengambilkan piring porsi ke dua untuk Xeena. "Selesaikan makanmu karena aku akan tidur di kantor malam ini."

"Tapi kenapa? Kau bisa tidur disini,"

"Apa kau akan nyaman jika kita tinggal satu apartemen?"

"Apa kau mengusirku?"

Rex tertawa. "Hahaha, baiklah. Aku akan tidur di sofa. Kuharap kau mengunci kamarnya agar aku tak menerkammu."

Xeena memiringkan mulutnya sedikit. "Apa itu peringatan?"

Lagi-lagi Rex tertawa. Ikut makan bersama Xeena hingga tak terasa malam telah datang. Xeena mulai masuk dalam kamar dan merebahkan diri dengan pelan. Menarik napas dalam dan termenung.

"Wangi ini, wangi Rex. Bukan Agera," ucap Xeena lirih.

Xeena menatap langit-langit kamar lalu beralih pada setiap sudut ruangan. Kamar rapi dengan wangi yang lembut itu membuat Xeena cukup nyaman. Xeena menarik selimutnya dan menutupi hidungnya sedikit.

"Aku rindu aroma Agera," ucap Xeena sangat lirih.

***

Pesawat Raiden baru saja mendarat di London. Raiden bergegas menuju rumahnya dengan perasaan waswas. Saat mobil yang ia tumpangi telah sampai di rumah mewahnya, Raiden dengan cepat turun lalu masuk dengan perasaan gusar. Naik kelantai atas dan membuka kamarnya dengan cepat.

"Na, kau-"

Raiden terpaku saat melihat kamar itu masih rapi. Tak ada sosok Xeena di sana, hingga wajah Raiden terlihat datar. Seorang pelayan datang dan membungkuk hormat.

"Tuan Riaden, Nona Xeena sama sekali belum pulang,"

"Apa?"

Raiden mencari ponselnya dan langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan Xeena. Belum selesai sambungan itu tersambung, tatapan Raiden terpaku pada televisi yang menyala. Tangan Raiden menggenggam erat ponsel di tangannya. Matanya sama sekali tak berkedip dan raut wajahnya berubah dingin. Di televisi itu, Raiden benar-benar melihat Rex menggandeng tangan Xeena dengan erat. Senyum hangat mereka membuat Raiden kian dingin.

"Si brengsek ini! Kenapa dia selalu mendekati istriku! Pelayan...! Siapkan mobilku karena aku ingin menjemput Istriku!"

Raiden masuk ke dalam kamarnya lalu menukar pakaiannya. Mengambil celana jeans pendek selutut lalu menarik sebuah kemeja hitam. Raiden berjalan sambil mengancingkan kemejanya dan menyambar sebuah jaket hoodie. Turun dengan cepat menuju mobilnya dan mulai menuju apartemen Rex.

Setengah jam berlalu, kini Raiden tengah berada di depan sebuah pintu apartemen kelas atas. Dengan gusar Raiden memencet tombol bel berulang-ulang. Hingga akhirnya pintu itu terbuka. Rex menatap sinis saat melihat Raiden berdiri di depan pintu apartemennya. Menatap Raiden dari atas hingga bawah dengan heran karena pakaian santai Raiden. Namun raut wajah dingin dan datar itu. Rex berani bertaruh bahwa Raiden khawatir setengah mati pada Xeena karena terlihat jelas di wajahnya.

"Maaf! Aku tak menerima tamu!" Rex hendak menutup pintu apartemennya dan di tahan oleh Raiden.

"Kembalikan Istriku, Acacio!" bentak Raiden keras.

"Apa maksudmu!"

"Kau yakin tak mengerti kata-kataku?! Atau kau pura-pura bodoh!"

"Istrim-"

"Xeena...!"

Belum selesai Rex menyanggah kata-kata Raiden, Raiden telah masuk dengan ke dalam apartemen Rex dengan paksa. Hal itu membuat Rex langsung berlari dan menarik kerah kemeja Raiden.

"Jangan membuat keributan!"

"Jangan ganggu Istriku! Bukankah sudah pernah aku ingatkan?! Menyingkir, aku mencari Istriku!"

"Enyah dari apartemenku! Enyah sekarang juga atau-"

"Atau apa!"

"Aku akan memanggil satpam lalu-"

"Apa kau tak tahu malu!"

"Apa!"

"Kenapa kau selalu mengusik kehidupanku!"

Raiden melepaskan tangan Rex kasar dan langsung menuju sebuah pintu yang tertutup. Dengan cepat Raiden meraih ganggang pintu itu dan mencoba membukanya. Namun satu hantaman keras mengenai pipinya.

"Sudah kukatakan! Enyah dari apartemenku!"

Raiden tersungkur. Bangun lalu membalas memukul Rex. "Biarkan aku membawa Istriku!"

Raiden dengan cepat membuka pintu itu dan terpaku saat melihat wajah Xeena yang terlelap. Dengan pelan Raiden melangkah mendekati Xeena. Rex hanya menatap dan memperhatikan reaksi Raiden. Raiden tersenyum tipis dan mencondongkan tubuhnya. Mengangkat tubuh Xeena ke dalam pelukannya.

"Kau tahu? Malam ini entah kenapa,  rasanya tubuhku panas bagai terbakar."
































================================

Part belum di revisi. Sadari jika banyak kata-kata yang salah.




Ok, see you in next time.

Ellina Exsli. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top