20. Aku datang.
Raiden menatap tubuh Xeena yang tengah tertidur pulas. Senyum lembut tersungging di bibir Raiden. Namun perlahan senyum itu berubah datar dengan tatapan dingin.
"Bukankah hidupmu sudah cukup sulit? Kau melaluinya dengan baik hingga aku tak ingin menghancurkannya. Namun jika kau sulit untuk kukendalikan, maka aku harus menghancurkan jalanmu yang lain agar kau tahu jalanmu hanya diriku. Hanya aku!"
Raiden merebahkan tubuhnya di samping tubuh Xeena. Memejamkan matanya perlahan hingga pagi menjemput dengan pelukan Xeena yang erat di tubuhnya. Tidak, Raiden bahkan membuka matanya lebih cepat dari waktu bangunnya karena napasnya yang terasa sesak. Raiden membuka mata dengan melihat kaki Xeena yang telah melingkar di kakinya. Tangan Xeena memeluk tubuhnya erat dengan gumaman pelan dan air liur yang terasa lengket.
"Astaga, Xeena ...!" geram Raiden menahan teriakan paginya. "Ya ampun, dia sangat menjijikkan." Raiden mencoba mendorong tubuh Xeena pelan.
"Mommy, aku rindu. Peluk aku erat karena aku butuh Mommy," gumam Xeena pelan dengan mengeratkan pelukannya di tubuh Raiden.
Raiden terdiam. Namun dengan pelan ia tetap mendorong tubuh Xeena.
"Jangan lepaskan. Aku masih ingin memelukmu."
"..." Raiden mendesah. Melihat Xeena yang masih memeluk tubuhnya.
Dering ponsel Raiden membuat Xeena mengerjapkan matanya. Raiden meraih telepon genggamnya dan berusaha mendorong tubuh Xeena. Hal yang Xeena lakukan pertama kali adalah berteriak lalu menendang tubuh Raiden.
"Apa yang kau lakukan!" teriak Raiden marah.
Xeena menutupi tubuhnya. "Harusnya aku yang-"
"Kau memelukku erat lalu membuat bajuku basah dengan air liurmu yang menjijikkan. Sekarang kau juga menendang tubuhku? Aku bersumpah, tak akan ada pria yang sanggup tidur denganmu!" sela Raiden dingin dan melangkah menjauh.
Xeena tertegun lalu mengusap wajahnya. "Ahk, kenapa aku menendangnya."
Raiden mengangkat teleponnya setelah membuka baju yang ia kenakan. "Ada apa?"
"..."
"Bagus. Lakukan secepatnya. Aku ingin semua data tentang perusahaan Mertuaku. Dan semua tentang Xeena,"
"..."
"Masukkan orang kita ke perusahaan Gilhive. Lakukan dengan pelan dan jangan sampai ketahuan."
"..."
"Bagus. Halangi semua jalan agar perusahaan Gilhive dalam genggaman kita." Raiden tersenyum tipis dan menutup telepon genggamnya.
Xeena keluar dari kamar mandi lalu menatap Raiden yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya. Xeena hanya berlalu lalu meraih ponselnya yang berdering. Xeena tersenyum saat melihat wajah Nathan yang terlihat lelah dengan kantung mata yang terlihat jelas.
"Na...!" Nathan langsung berteriak saat Xeena menerima video call darinya. "Kau harus menjemputku."
Xeena terpaku, "Apa?"
Nathan terlihat sedikit cemberut. "Kau bilang, kau ingin aku aku menjemputmu kemarin. Kau lihat? Aku langsung terbang setelah menyelesaikan semua pekerjaanku. Aku menagih janjimu," Nathan menaik turunkan alisnya.
Xeena tertawa membuat Raiden menoleh ingin tahu. "Kau serius? Kau menjemputku?"
"Kau tak lihat? Aku bahkan belum mengganti pakaian kerjaku."
Xeena mengangguk. "Bagaimana dengan Violette? Apa dia ikut bersamamu?"
Nathan menggeleng. "Dia terlihat sibuk dengan tunangannya. Dan aku akan menjemputmu lalu kita akan jalan-jalan mengelilingi Paris."
Xeena lagi-lagi tersenyum. "Tunggu disana. Aku akan menjemputmu."
Xeena mematikan video call yang tengah terhubung dan menatap Raiden yang tak berkedip menatapnya. "Apa?"
"Siapa?"
"Nathan," jawab Xeena singkat. Xeena menyisir rambutnya dan mulai bersiap.
"Jangan pergi,"
"Aku harus pergi," jawab Xeena tanpa melihat Raiden.
"Aku tak mengijinkanmu menemuinya!"
"Apa aku butuh ijinmu?"
"Kau Istriku, Xeena."
"Aku tahu! Kau tak perlu menjelaskan itu!"
"Dan kau tetap pergi? Apa kau tak tahu siapa suamimu ini? Jangan membuat keadaan rumit dengan gosip-gosip murahan, Xeena!"
"Aku tak peduli." jawab Xeena lagi.
"Kau lupa perjanjian kita? Kau harus menuruti semua kemauanku."
Xeena mendesah. "Agera,"
"Turuti kata-kataku atau kau akan menyesal."
Xeena menatap Raiden kesal. "Lakukan sesukamu. Dari awal aku tak inginkan Paris, kau bersikukuh pada kedinginanmu dan aku pun akan sama."
Raiden menatap tajam. Lagi. Kau terlalu sulit untuk kukendalikan. Setelah aku berhasil mencari tahu semua tentang keluargamu, kau akan tunduk di bawah perintahku, Xeena.
Xeena menunggu Raiden menyela kata-katanya, namun nyatanya Raiden hanya menatapnya dalam. "Tak mampu berkata-kata?" Xeena tersenyum penuh kemenangan lalu berjalan keluar kamar.
Raiden berdecih. "Kita lihat berapa lama lagi kau bisa bersikap seperti ini padaku." Raiden meraih mantelnya lalu menyusul Xeena. "Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi lalu membuatku kerepotan dengan semua gosip murahan? Aku tak akan membiarkan itu terjadi."
Xeena melangkah keluar rumah dengan wajah bahagia. Tanpa ia sadari Raiden mengikuti langkahnya. Michael hanya bisa tersenyum melihat itu semua. Namun saat Erian datang, wajah Michael menjadi sedikit tegas.
"Apa yang kau dapatkan?"
Erian menunduk. "Tuan Raiden memasukkan mata-mata di perusahaan Gilhive, dan terjadi sedikit keanehan."
Michael menatap Erian. "Keanehan?"
"Tuan Raiden menutup semua jalan dana yang akan masuk ke perusahaan Gilhive. Terlihat seperti Tuan Raiden ingin perusahaan kecil Gilhive hancur."
Michael diam sejenak untuk berpikir. Senyum sinis terukir di bibirnya. "Jika itu maunya berarti ada sesuatu yang tak kuketahui dari mereka berdua. Kirimkan orang kita ke seluruh anak perusahaan Calisto, termasuk rumah utamanya. Aku ingin lihat apakah Anakku mendapatkan hal yang sewajarnya di keluarganya."
"Tuan, ini-"
"Kau benar Erian. Jika Aozora tak mendapatkan hak-nya dan hatinya tersakiti, maka aku akan menariknya dalam pengawasanku. Pewaris sah AXG Corp akan mendapatkan semua hal yang ia inginkan. Karena dia adalah Anakku."
"Tuan, Nona Xeena tak tahu tentang rencana kita yang-"
"Erian, aku tahu apa yang aku lakukan. Cukup kirimkan semua orang kita di keluarga Calisto. Dan jika sedikit saja mereka menyakiti Anakku, maka mereka akan hancur."
Erian mengangguk dan undur diri. Ia tak akan membantah lagi karena tahu kerasnya Michael jika menyangkut soal Xeena. Dan Erian akan melakukan perintah Michael jika itu memang untuk kebaikan Xeena.
***
Xeena sampai di bandara Paris dengan menatap jam di pergelangan tangannya. Mencari sosok Nathan yang tak kunjung ia temukan. Hingga sebuah pelukan hangat dari belakang tubuhnya membuatnya menoleh.
"Xennaku, ughh, kenapa kau lama sekali?"
Xeena membalikkan badannya dan membalas pelukan Nathan. "kau benar-benar datang? Kau-"
"Apa yang kau lakukan di belakangku, Na?" Raiden tiba-tiba menarik baju Xeena dari belakang untuk melepaskan pelukan mereka. "Apa kau berselingkuh di depan mataku?"
Xeena mundur dan pelukannya dengan Nathan terlepas. Mengikuti bajunya yang membawa tubuhnya hingga menubruk tubuh Raiden. "Kau? Kenapa kau ada disini?"
"Astaga," ucap Nathan menatap Raiden yang mendekap tubuh Xeena.
"Kenapa? Kau Istriku, jadi tak masalah jika aku berada di sekitarmu."
Xeena menatap kesal. "Tapi kau menganggu kesenanganku."
"Aku tak peduli itu," bela Raiden sambil menatap Nathan yang diam memperhatikannya. "Dan kau? Kenapa menemui Istriku diam-diam?"
Nathan kian memperhatikan raut wajah Raiden yang berubah dingin dengan sangat cepat. "Aku? Tentu saja menjemputnya karena dia terlihat tak bahagia."
Wajah Raiden mengeras. "Tak ada yang akan pulang. Dia akan tetap bersamaku. Kau bisa pulang ke London sekarang."
"Apa yang kau kata-" Xeena mencoba memprotes kata-kata Raiden namun Raiden kian mengeratkan dekapannya.
"Apa kau tak tahu bahwa istrimu tak ingin berada di Paris lebih lama?"
Kini Xeena beralih menatap Nathan. Xeena melihat tatapan antara Nathan dan Raiden yang sama-sama tajam. Hal itu membuat Xeena merinding. "Ohh Tuhan, aku tahu Agera gay. Tapi Nathan? Ohh, tidak. Nathanku,"
"Apa yang kau ketahui tentang Istriku tidaklah benar. Kami sedang bersenang-senang." sanggah Raiden dingin.
"Benarkah? Xeenaku tak terlihat bahagia saat kutelepon kemarin. Kau yakin mengenal Istrimu, Tuan Calisto?"
Raiden kian menatap tajam Nathan. "Jangan lewati batasmu, Chasiel. Xenna istriku. Bukan istrimu!"
"Aku tak mengatakan dia istriku!"
"Lalu apa kau akan mengatakan bahwa dia sahabatmu?"
Nathan tersenyum miring. "Tentu saja."
Raiden berdecih. "Tak ada persahabatan yang tulus antara pria dan wanita. Aku tak sebodoh itu!"
"Apa yang kalian bicarakan?" sela Xeena diantara perbedebatan Raiden dan Nathan.
"Kau mengetahuinya dengan cepat. Baguslah. Jika begitu aku tak memerlukan ijinmu untuk membawanya pulang bersamaku." Nathan meraih tangan Xeena namun tangan Raiden menahan tangan Nathan sebelum tujuan Nathan tercapai.
"Ohh, astaga. Ada apa dengan mereka? Bisa-bisanya mereka saling berpegangan tangan di tengah keramaian." Xeena masih menatap tangan Raiden yang berada diatas tangan Nathan.
"Cukup! Aku tak bisa lagi menahannya. Ada banyak orang disini, dan kau membuat semua rumit. Kau membuatku marah!"
Xeena semakin salah paham dengan arah pembicaraan Raiden. Xeena menutup mulutnya tak percaya. "Apa ini? Tak bisa menahannya lagi? Marah? Maksudnya Agera cemburu jika Nathan lebih memilihku? Astaga Agera, yang benar saja. Mereka benar-benar menjijikkan." Xeena menatap ngeri pada dia pria di hadapannya.
Nathan tersenyum. "Jika begitu kau harus memilihnya."
Xeena Semakin terkejut. "Memilih? Antara aku dan Nathan? Tentu saja ia akan memilih Nathan."
Belum sempat Raiden menjawab kata-kata Nathan, sesuatu dalam sakunya bergetar. Membuat Raiden menjauh untuk mengangkat teleponnya. Melihat itu semua, Nathan tersenyum lalu menarik tangan Xeena.
"Baiklah, karena Mr. Gay tengah sibuk, kita akan jalan-jalan lalu pulang."
Xeena mengikuti langkah Nathan dan mulai menghilang di antara keramaian. Sedangkan Raiden terlihat serius saat suara di sebrang teleponnya membuatnya marah dalam sekejap.
"Aku tak akan pernah pulang!"
"Oh, jadi wanita jalang tak juga melepaskanmu?"
"Apa?"
"Ya, wanita miskin yang menjadi Istrimu demi mendapatkan semua kemewahan darimu."
Raiden diam. "Xeena tak seperti itu!" sangkal Raiden dingin karena tak setuju kata-kata Ibunya. Meski Raiden tahu bahwa Xeena menikah dengannya demi uang yang ia tawarkan.
"Kau tak mengetahui sifat perempuan, Anakku. Dia-"
"Jangan pernah menghinanya! Dan aku bukan anakmu! Dia Istriku! Jika kau menghinanya berarti kau juga menghinaku!"
"Raiden!"
"Diam! Jangan pernah berpikir bahwa aku akan menuruti semua perintahmu!"
"Mom-"
"Berhenti mengatakan itu! Sudah kukatakan, aku bukan anakmu dan aku tak akan memanggilmu Mommy!"
"Raiden, Mom-"
"Jangan pernah ikut campur urusanku!"
Raiden mematikan telepon genggamnya dan membalikkan badannya. Melebarkan matanya karena tak menemukan Xeena dan Nathan. Rahang Raiden kian mengeras saat menyadari bahwa Nathan telah membawa Xeena pergi.
"Kenapa semua orang menghalangi jalanku!" geram Raiden menahan amarah dengan mengenggam erat handphone di tangannya.
================================
See you in next chapter. Bonus pic Raiden.
Raiden Agera Calisto.
Salam hangat.
Ellina Exsli.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top