17. Ternyata dia?

Alysia tertawa dengan jawaban Raiden yang ambigu. "Raiden, tak ada persahabatan yang tulus tanpa cinta antara pria dan wanita. Lebih baik kau cepat menyadarinya sebelum semua terlambat, Mr. Calisto!"

Raiden menatap tak suka dengan perkataan Alysia. "Tidak. Aku tak mencintainya, Alysia! Aku-"

Alysia tertawa. "Aku tak mengatakan kau mencintai Xeena, Raiden. Lagi pula, dia adalah istrimu. Bukankah sudah seharusnya kau mencintainya?"

Raiden tetap bersikukuh pada pendapatnya. "Tidak Alysia. Tak ada cinta lagi dalam hidupku. Aku tak mungkin mencintai gadis seperti dia. Gadis lurus tanpa body dan keras kepala bagai batu!" lanjut Raiden dalam hati.

"Benarkah? Benarkah, kau tak mencintainya?" tanya Alysia menggoda.

Raiden mengangguk.
"Ya, baiklah. Aku percaya," jawab Alysia sambil melangkah meninggalkan Raiden.

Raiden menatap punggung Alysia yang kian menjauh. Lalu mengikuti langkah Alysia dari belakang. "Alysia, Alysia, kau mau kemana?"

"Makan, aku lapar." jawab Alysia sambil terus berjalan dan memasuki cafe Italia yang tak jauh dari mereka.

Alysia membuka pintu cafe dan mengedarkan pandangannya. Menoleh kebelakang sesaat dan tersenyum tipis saat mengetahui Raiden mengikuti langkahnya. "Mari kita buktikan, apakah kau benar-benar tak goyah dengan kehadiran Xenna," ucap Alysia pelan.

Alysia tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Xeena. Xeena bangun dan melambaikan tangannya. Membuat Alysia melangkah menghampiri meja Xeena. Xeena tersenyum lebar dan langsung memberi pelukan hangat pada Alysia. Membuat Rex yang tadinya diam melihat kini ikut bangun dan tersenyum pada Alysia.

"Xeena, aku tak menyangka bisa bertemu denganmu di Paris," ucap Alysia jujur.

"Aku juga tak menyangka, Alysia. Sedang apa kau di Paris?" tanya Xeena penasaran.

"Yah, hanya sedikit bersenang-senang dan melepaskan semua beban." jawab Alysia seadanya.

Xeena tersenyum dan melepaskan pelukannya. "Kau terlihat sedikit kurus, dan duduklah bersama kami. Jika kau tak keberatan."

Alysia tersenyum lebar dan mengangguk. "Hahaha, benarkah? Kau sangat teliti Mrs. Calisto." Xenna tertegun dengan panggilan yang Alysia berikan, ia tersenyum kikuk. "Dan aku memang sedang mencari teman untuk makan. Tapi benarkah aku boleh duduk disini? Apakah aku tak mengganggu kalian?" Alysia melirik Rex sesaat.

Xeena menggeleng dan menatap Rex. "Rex, apa kau keberatan jika Alysia duduk bersama kita?"

Rex menggeleng. "Sama sekali tidak. Silahkan duduk," Rex menatap Alysia sopan.

Alysia mengangguk. "Terimakasih," Alysia memutuskan duduk bersama Xeena dan Rex.

"Ya ampun, sampai lupa. Rex, kenalkan, dia Alysia Savana. Dia yang mengatur semua dekorasi dan gaun tentang pernihakanku. Dan Alysia, kenalkan. Dia temanku, Rex Benedict Acacio." Xeena menatap Alysia dan Rex bergantian.

"Teman?" selidik Alysia ingin tahu dan Xeena mengangguk.

Rex tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Aku Rex, dan senang bisa bertemu denganmu, Alysia."

Alysia ikut menjabat tangan Rex. "Alysia Savana. Dan kau kah pria itu? Pria dari negara Italia yang jadi bahan berbincangan dunia bisnis?"

Rex tersenyum tipis. "Kau berlebihan, Alysia. Tapi itu memang aku." jawab Rex pelan.

Alysia bukan tak tahu siapa pria yang tengah bersama Xeena. Pria tampan kaya yang juga terkenal baik. Pria yang merintis usahanya sendiri hingga menjadi terkenal dan jadi topik utama perbincangan bisnis dunia. Rex Benedict Acacio, pewaris sah Acacio Corp yang merupakan perusahaan besar nomer 5 di dunia. Alysia bahkan sangat tahu bahwa persaingan antara perusahaan Raiden dan Rex bukanlah hal asing dimata para pebisnis. Perusahan Calisto dan Acacio, merupakan dua perusahaan besar yang selalu bersaing secara sehat.

"Oh ayolah, siapa yang tak mengenalmu? Perusahaan Acacio cukup berpengaruh untuk pasar saham dunia. Tentu setelah perusahaan AXG Corp, Estast Corp, Emperior Group, Calisto Group dan perusahaan Acacio." Alysia menyebutkan deretan nama perusahaan yang begitu berpengaruh untuk dunia.

Rex tersenyum. "Kau cukup tahu tentang pasar saham dunia, Alysia. Tak kusangka kau begitu tahu banyak perusahaan."

Alysia tertawa kecil. "Tidak juga, kebetulan aku seorang Ceo yang sangat memperhatikan harga saham yang tengah naik maupun turun."

Raiden yang dari tadi menatap keakraban Alysia dengan Xeena dan Rex hanya bisa diam terpaku di ambang pintu cafe. Hingga akhirnya Raiden memutuskan melangkah dan mendekati meja tersebut. Tanpa banyak kata, Raiden langsung duduk di samping Alysia. Membuat Rex menatap datar, sedangkan Xeena hanya melirik Raiden sesaat.

Seorang pramusaji datang dengan membawa makanan yang Xeena da. Rex pesan. Xeena memutuskan menunggu pesanan Alysia datang agar mereka makan bersama. Tak lama pesanan Alysia pun datang. Keheningan kembali tercipta saat Raiden dengan perhatiannya menarik pering Alysia dan memotongkan steak di piring Alysia.

Rex yang melihat sikap hangat Raiden menaikkan satu alisnya. Saat ada istrinya disampingnya, Raiden memilih memotongkan steak Alysia dan mendekatkan segelas air putih untuk Alysia. Xeena yang melihat itu semua tertegun. Bagaimana tidak? Saat bersamanya, Raiden berubah menjadi manusia dingin layaknya gunung es yang tak pernah mencair. Bahkan Xeena tak pernah mendapatkan semua perhatian Raiden seperti Alysia yang mendapatkan semuanya.

"Apa yang kupikirkan? Aku hanya istri kontraknya. Dan tak seharusnya aku protes akan sikapnya pada gadis lain. Tapi dia benar-benar menjadi orang yang berbeda saat bersama Alysia." Xeena masih menatap Raiden yang memotongkan steak di piring Alysia.

"Apa yang kau lakukan Raiden? Aku bisa sendiri." ucap Alysia menyela kegiatan Raiden karena merasa tak enak pada pandangan Xeena dan Rex.

Raiden hanya diam dan tak bergeming. Tetap memotongkan steak Alysia dengan wajah datar yang sesekali menatap Xeena dan Rex

Rex tersenyum tipis dengan sikap Raiden. "Kalian terlihat sangat dekat, bukan kah begitu, Na?" Rex menatap Xeena dan menyentuh pundak Xeeba halus.

Xeena tergagap dan mengangguk. "Y-ya, tentu saja. Itu terlihat bagus," ucap Xeena kelu.

Alysia menatap gerah pada Raiden yang datang dan merusak suasana. Lalu beralih pada Xeena yang melahap makanan di depannya dengan lahap.

"Apa kau kelaparan?" tanya Rex sambil tertawa kecil.

Xeena hanya tersenyum dengan makanan penuh di mulutnya. "Ah, aku rindu makan dengan bebas seperti ini."

Rex tersenyum dan mengambil sebuah tisu. Mengelap sudut bibir Xeena dengan lembut. Raiden yang melihat itu menatap tajam pada Xeena yang sama sekali tak menggubrisnya. Raut wajah Raiden kian dingin saat Xeena terlihat begitu akrab dengan Rex. Bahkan Rex menyuapkan makanan di piringnya ke mulut Xeena. Hal tersebut benar-benar membuat Raiden ingin menggebrak meja di depannya.

Alysia yang memperhatikan sikap lembut Rex pada Xeena cukup tertegun. Bahkan Alysia sangat mudah menebak bahwa Rex menaruh hati pada Xeena. Lalu sahabatnya, sangat jelas terlihat di mata Alysia bahwa bibit-bibit cinta itu mulai tumbuh di hati Raiden. Meski Raiden berusaha menyangkalnya, namun semua terlihat jelas di mata Alysia.

"Apa kalian sering bertemu diluar?" pertanyaan Alysia membuat Rex dan juga Xenna menatapnya heran. "Ah, maksudku apa kalian sudah berteman cukup lama? Dari yang aku lihat kalian cukup akrab, bukankah begitu Raiden?"

Raiden yang mendengar pertanyaan namun seperti cemooh itu mengerutkan alisnya tidak suka dan menatap sahabat baiknya penuh ketidak sukaan.

"Bukan urusanku, aku tidak perduli!" jawan Raiden dingin yang mampu membuat kekehan keluar dari mulut Alysia.

"Tenanglah Na, kau hanya perlu bersabar dan kau akan mendapatkan buah yang sangat matang," ucap Alysia ambigu kepada Xeena. Xeena mengerutkan keningnya dan mengedipkan matanya tidak mengerti sementara itu Raiden memutar matanya jengah dengan ucapan Alysia.

"Kau sudah kenyang?" tanya Rex mencoba mengalihkan pembicaraan itu.

Xeena mengangguk. "Sangat kenyang."

"Na, aku tak menyangka kau makan selahap itu," Alysia tertawa kecil melihat Xeena yang tengah mengelus perutnya, sikap yang sangat di benci Raiden saat ada yang makan bersamanya.

Xeena tertawa kecil. "Biasanya aku makan lebih lahap dari itu, Alysia. Tentu jika bersama Violette dan Nathan." pikiran Xeena melayang mengingat wajah sahabatnya.

"Violette dan Nathan?" tanya Rex dan Alysia bersamaan.

"He'em, mereka anak keluarga Chasiel" jawab Xeena menjelaskan.

Alysia mengangguk mengerti. Sedangkan Rex memperhatikan Raiden yang hanya diam dan menatap dingin Xeena.

"Hei, Alysia. Temanku Violette juga akan menikah, bagaimana jika aku promosikan dirimu pada temanku. Aku sangat yakin temanku akan menyukai desain dan dekorasimu." Xeena terlihat begitu semangat mengatakan itu semua membuat Alysia berbinar senang dan setuju.

"Benarkah? Aku akan sangat berterimakasih jika mereka mau memakai jasaku." jawab Alysia antusias.

Xeena mengangguk. "Tentu saja, aku akan mempromosikannya pada temanku."

Sebuah suara dari dering telepon genggam membuat percakapan mereka terhenti. Xeena menatap layar ponselnya dan itu membuat tatapan Raiden kian dingin. Xeena mendesah pelan sebelum akhirnya mengangkat teleponnya.

"Ya, Paman." jawab Xeena langsung saat telepon itu mulai tersambung.

"Nona Xeena, maaf jika menganggu tapi Tuan besar ingin Nona pulang."

"Aku masih ingin menikmati suasana luar, Paman."

"Tapi Nona, jika Nona tak segera pulang, maka Tuan besar akan-"

"Lagi? Benar-benar menyebalkan."

"Nona,"

"Baiklah, aku segera pulang. Katakan pada Tuan Gilhive bahwa aku akan segera kembali,"

Raiden dapat menerka siapa yang tengah menelepon istrinya. Tatapan Raiden sedikit reda saat melihat Xeena berpikir keras sambil menatap handphone di tangannya.

"Siapa, Na? Kenapa kau tampak berpikir keras," Rex menatap Xeena sesaat karena ingin tahu.

"Rex, sepertinya kita harus pulang," ucap Xeena pelan.

Rex menoleh. "Paman ingin kau pulang? Baiklah, mari kita pulang." Rex mengelus rambut Xeena sesaat.

Xeena menatap Alysia dan tersenyum tak enak. "Alysia, aku sangat ingin berada disini lama denganmu, tapi aku harus pulang sekarang."

Alysia mengangguk mengerti. "Pulanglah, Na. Aku paham, kita bisa makan bersama lagi lain kali di London,"

Xeena mengangguk dan bangun dari tempat duduknya. "Aku pulang dulu,"

Rex ikut bangun dan menyalami Alysia. "Aku juga harus pulang. Alysia, senang bertemu denganmu."

Alysia hanya tersenyum dan mengangguk. Raiden ikut berdiri hingga membuat Xeena dan Rex menatap heran.

"Aku juga harus pulang," ucap Raiden dingin.

Alysia tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya tidak lupa ia menggoda Raiden dengan tatapan nakalnya, tatapan yang selalu Alysia berikan di saat Raiden tertangkap basah oleh wanita itu. Pada akhirnya Raiden memang tidak bisa menutupi perasaannya kepada Alysia, wanita ini benar-benar tahu sudut hatinya yang bahkan selalu ia sangkal.

Raiden mengelus pelan puncak kepala Alysia. Raiden membungkuk dan cup! Sebuah kecupan ringan dan pelukan hangat mendarat di kening Alysia. Xeena yang melihat itu semua kembali terpaku. Menatap nanar pada Raiden dan Alysia secara bersamaan.

"Berhentilah melakukan hal kekanakan seperti itu untuk membalasku, Raiden!" seru Alysia tidak suka dengan perlakuan laki-laki di depannya ini. Ia mengangkat kakinya dan menginjak kaki Raiden keras.

Raiden hanya menggeram sebentar dan menatap Alysia dengan senyum lembut sesaatnya. Namun meski hanya sesaat Xeena dapat melihat hal itu.

"Sampai bertemu di London, jaga dirimu baik-baik. Aku melihat kesedihan yang dahulu kembali lagi kepadamu," ucap Raiden lembut. Alysia tertegun dan tersenyum kikuk dengan penuturan Raiden. Ia melepaskan kontak mata mereka dan beralih kepada Xeena dan Rex yang masih setia menatap mereka.

"Xeena, maafkan aku. Kau tidak perlu cemburu seperti itu. Raiden adalah kakak dan juga adik untukku," ucap Alysia menggoda.

Wajah Xeena memerah dan gugup, "Ti-tidak, aku tidak cemburu. Ba-baiklah aku pergi dulu, jaga dirimu." ucap Xeena dan berlalu dari hadapan mereka semua. Rex membungkuk hormat kepada Alysia dan mengejar Xeena yang telah keluar terlebih dahulu.

"Kejarlah, kau tidak akan tahu apa yang akan terjadi nantinya. Aku harap kau bahagia dan jangan biarkan siapapun merebut kebahagiaanmu itu!" nasehat Alysia yang diangguki Raiden. Ia membalik tubuhnya dan mengejar Xeena dan Rex yang telah lebih dahulu pergi.

Xeena mencoba mengingat semua perhatian serta kelembutan yang Raiden berikan kepada Alysia, hatinya serasa remuk tanpa sebab yang pasti. Rex yang melihat itu menyentuh tangan Xeena mencoba menenangkan. Namun Xeena menarik kembali tangannya dan tersenyum kikuk.

Sementara itu Raiden yang berada di mobil berbeda mengingat semua ucapan Alysia dan perlahan menyentuh dadanya yang terasa sedikit sesak. Melihat keakraban Xeena dan Rex membuat hatinya terasa terbakar tidak karuan, namun melihat mata Alysia yang terlihat sendu membuatnya kembali kemasa itu, masa dimana Alysia memilih pergi dan menghilang dari kehidupannya tanpa penjelasan dan hanya via e-mail yang menjadi penghubung mereka. Raiden menggelengkan kepalanya dan menatap pintu besar yang terbuka saat mobil milik Rex dan dirinya memasuki perkarangan rumah Xeena. Raiden menghela napasnya Lelah.

Ketiga orang itu turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah besar milik Xeena. Xeena melangkah beriringan dengan Raiden yang menyela di antara dirinya dan Rex.

"Aku tidak ingin membuat Daddymu salah paham," ucap Raiden dingin setelah menggenggam tangan Xeena membuat wanita itu menundukkan wajahnya kelu akan kenyataan yang di beberkan laki-laki itu.

Michael Gilhive menyambut kedatangan mereka bertiga dengan senyum bahagianya, namun tidak untuk Xeena. Ia mendengus kesal.
"Rex, kau kembali mampir?" tanya Michael ramah.

Rex membungkuk dan tesenyum lebar. "Tentu saja, Paman. Aku harus mengantarkan Xeena dengan baik meski suaminya menjemputnya." jawab Rex dengan nada sinis pada Raiden.

"Hahaha, bukankah dia pria yang baik untuk Aozora?" tanya Michael lagi.

Rex menanggapi perkataan Michael dengan senyum hambar. "Tentu saja, Paman. Bahkan sangat baik hingga membuatku tak berhenti mengkhawatirkan Xeena."

"Tunggu," sela Xeena cepat. Semua diam menatap Xeena yang mulai bingung.

Xeena mengernyitkan keningnya dan menyadari satu hal yang salah sejak tadi. Rex. Bagaimana bisa Rex memasuki rumahnya dengan mudah tanpa penghalang dari para pengawal. Xeena menatap Rex dengan pandangan menyelidiki dan menatap Raiden yang masih berwajah dingin.

"Ka-kalian saling mengenal?" Xeena menunjuk Ayahnya dan Rex bergantian.

Xeena mundur sedikit dan menjauh dari Rex. "Si-siapa kau sebenarnya Rex? Bagaimana bisa kau mengenal keluargaku dan juga terlihat akrab dengan Daddyku?" todong Xeena dengan wajah merah menahan amarah.
Xeena terlalu takut, jika selama ini Rex yang selalu baik kepadanya ternyata pada akhirnya hanya suruhan Daddynya.

"Apa Rex belum memberitahumu?" tanya Michael bingung.

Xeena menggeleng, namun postur tubuhnya menyiratkan keingintahuan.

"Aozora, Rex adalah laki-laki yang Daddy pilihkan untuk dirimu dulu. ia adalah pria yang Daddy jodohkan saat usiamu baru menginjak 16 tahun. Rex, seharusnya menjadi suamimu jika saja perjodohan itu masih berlangsung." jelas Michael dengan sangat jelas.






===================================

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top