THE IMPORTANT DECISION
Aku ingatkan sekali lagi untuk membaca Bellamia dan Daisy lebih dulu sebelum membaca Savara. Supaya makin kenal dengan mereka berdua yang sering muncul dalam cerita ini.
Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga kita bisa mengisi bulan Ramadan dengan kegiatan yang bermanfaat. Mindlessly scrolling, atau menghabiskan waktu dengan membaca cerita-cerita Wattpad, tidak termasuk bermanfaat, jadi bacalah cerita ini ketika istirahat sejenak dari beribadah dan berbuat baik kepada sesama.
####
Ponsel Vara berbunyi dan Vara bergerak untuk mengambilnya. Pesan dari Amia. Pagi ini, dia dan Amia akan menghadiri reuni SMA dan mereka akan berangkat bersama. Amia yang memaksa untuk pergi bersama dan Vara setuju. Dengan alasan sederhana, karena bahagia karena bisa bertemu sahabatnya. Kabar buruk datang pagi ini, Amia membawa Gavin bersamanya. Please, hanya karena seseorang menikah, bukan berarti pasangannya harus dibawa ke mana-mana, bukan? Bagaimana bisa mereka membicarakan topik-topik NSFM—not safe for male—kalau ada laki-laki yang ikut duduk di dalam mobil bersama mereka?
"Vara, ada tamu," panggil ibunya sambil mengetuk pintu kamar Vara sekali.
Baiklah. Setidaknya dia bisa pura-pura belum selesai siap-siap dan akan menggeret Amia ke kamar. Gavin biar menunggu di teras. Ada waktu beberapa menit untuk bercerita dengan Amia. Dengan cepat Vara berjalan menuju pintu depan.
"Dar ... win?" Vara mengerutkan kening melihat Darwin berdiri di teras rumahnya. Sudah berapa lama Vara tidak bertemu dengannya? Sejak pernikahan Amia? Selama ini Vara bahkan tidak ingat dia pernah kenalan dengan seseorang bernama Darwin.
"Kok kamu ... di sini...?"
"Kata Amia kamu perlu teman untuk ... apa namanya ... ketemu sama gebetanmu." Dengan terlalu mendetil Darwin menjelaskan untuk apa dirinya ada di depan pintu rumah Vara pagi-pagi begini.
"Hih! Mulutnya si Meong ... itu nggak bener. Gebetan apa juga," gerutu Vara. Bisa-bisanya Amia membocorkan hal tidak berguna seperti itu kepada orang lain.
"Berangkat sekarang?"
"Lho kamu ... mau ikut ... reuni?" Mata Vara menyipit, memastikan bahwa Darwin sadar dengan judul kegiatan Vara hari ini.
"Tugas yang diberikan Amia padaku pagi ini ... menjemputmu dan mengantarmu ke reuni. Amia tidak sempat ke sini."
"Aku bisa naik Uber sih...." Sudah bisa ditebak kalau Amia memang ingin menjodohkannya dengan Darwin. Seperti yang selama ini selalu dia katakan. Pembicaraan dengan Amia itu kalau tidak berputar pada masalah rumah tangga, pasti masalah Darwin. Dengan jelas Amia pernah mengatakan bahwa Darwin tertarik padanya. Hanya saja Vara tidak mengizinkan Amia memberikan nomor ponselnya kepada Darwin.
"Kejahatan kelas berat. Aku sudah datang ke sini, lalu kamu naik taksi?" Darwin tidak terima Vara mengusirnya dengan halus seperti itu.
Vara tertawa mendengarnya. "Ya aku kan nggak enak juga. Kamu bukan sopir antar jemput. Nanti lagi kalau Amia nyuruh kamu yang aneh-aneh begini, jangan mau."
"Oh, asal kamu tahu, aku rela jadi sopirmu seumur hidup."
Semua wanita di dunia akan melonjak kegirangan kalau punya sopir pribadi yang luar bisa seperti Darwin—laki-laki ini seperti baru saja keluar dari halaman iklan Calvin Klein.
"Aku ambil tas dulu." Vara berjalan kembali masuk ke rumah dan menyambar tasnya di kamar. Karena orang lain yang akan pergi bersamanya, tidak ada alasan untuk berlambat-lambat.
Saat Vara kembali ke depan, Darwin sudah berdiri di samping mobilnya.
"Aku belum pernah naik mobil mahal begini...." Vara memperhatikan mobil Darwin. Seharusnya Vara bisa memperkirakan kalau lingkaran keluarga Amia adalah lingkaran orang-orang berada.
"Bisa nyetir? Mau coba bawa?" Tanpa diduga, Darwin malah menawari Vara.
"Heh?" Vara melongo karena Darwin menawarkan dengan begitu ringan.
"That would be fun." Darwin meyakinkan. "Anggap saja aku temanmu yang kebetulan mampir dan menawarkan tumpangan. Wajahmu jangan seperti disuruh semobil dengan atasanmu begitu." Sedari tadi Darwin bisa membaca gestur tubuh Vara, yang keberatan dengan keberadaan Darwin di sini. Mirip staf yang terpaksa duduk bersama atasannya yang pemarah selama tiga jam perjalanan.
"Ah ... itu ... oke." Bagaimana mungkin dia bisa nyaman bersama orang baru yang tiba-tiba mendatangi rumahnya dengan alasan ingin mengantarnya ke lokasi reuni? Tapi Vara setuju untuk duduk di belakang kemudi. Dengan begitu, paling tidak, dia ada kesibukan.
"Bukannya ini terlalu besar buat di sini?" Vara bertanya saat kesulitan membuat SUV sport buatan Jerman milik Darwin berbelok di mulut jalan di komplek rumahnya.
"Mobil ini bisa dipakai saat aku punya banyak anak nanti. Kalau sekarang jarang kupakai." Alasannya membeli mobil ini karena mempertimbangkan keinginannya untuk menikah dalam tahun-tahun ini. Mobil yang lapang memungkinkan untuk menaruh baby carseat, booster seat, stroller atau prams.
"Jadi pagi ini spesial dia keluar kandang?"
"Karena pergi sama wanita cantik, aku harus membuat dia harus terpesona. Ya, kan? Kalau bukan padaku, ya paling tidak dengan mobilku."
Vara tertawa menyetujui. "Apa wanita memang gampang terpesona pada materi? Atau akus aja?" Kaki Vara menginjak pedal rem saat berhenti sebelum zebra cross.
"Aku pernah baca ... penelitian dari University of Wales. Ada dua orang laki-laki ... katakan sama-sama ganteng. Satu naik Bentley, satu naik Ford Fiesta. Wanita-wanita yang disurvei, nonton dua orang ini." Darwin berusaha mengingatnya. "Enam puluh persen dari wanita vote laki-laki yang naik Bentley."
"Mungkin aku termasuk enam puluh persen itu kalau disurvei. Jadi ada berapa wanita yang sudah terpukau sama mobilmu ini?" Vara penasaran dengan hal ini. Laki-laki keren dengan mobil bagus mungkin mudah membawa wanita berkencan dengannya. Walaupun tidak naksir, tapi lumayan bisa selfie dengan mobil bagusnya.
"Cuma kamu. Aku belum pernah pamer sebelum ini."
"Oh ... jadi ini jurus kamu merayu wanita?" Sudah kepada berapa wanita Darwin memberikan jawaban yang sama, cuma kamu?
"Just buy it." Darwin tertawa karena triknya terbaca.
"Tadinya aku males banget mau dateng ke acara ini...." Vara menggumam. Tidak tahu bagaimana rasanya melihat Mahir lagi setelah sekian lama tidak saling berkomunikasi. Karena Vara sengaja mengabaikan. "Tapi kalau bisa merasakan naik mobil bagus begini, kurasa aku nggak rugi."
Vara sempat bertemu dengan Mahir di bioskop bulan lalu, saat Vara membeli popcorn di sana. Melihat Vara datang sendirian ke bioskop—tak ubahnya seperti kondangan sendirian, datang sendiri ke bioskop sepertinya juga dianggap menyedihkan—Mahir menawarkan untuk mengenalkan Vara dengan temannya. Itu membuat Vara kesal sekali. Kesannya seperti Mahir tidak pernah melihat Vara sebagai orang yang mungkin tepat untuk dirinya sendiri. Tidak pernah dan tidak akan pernah.
***
Darwin duduk bersama Gavin, mengamati Amia dan Vara yang sedang tertawa bersama dua orang gadis lain yang baru saja datang. Ada teman Vara yang punya restoran seafood—kepiting saus padangnya juara—dan mereka mengadakan acara reuni di sini. Tadi malam Amia meneleponnya dan mengusulkan untuk menemani Vara datang ke sini. Amia sudah mengatur semuanya. Yang harus dia lakukan adalah datang ke rumah Vara sesuai alamat dari Amia dan memberi kejutan pada Vara, yang untungnya bersikap dewasa dengan tidak jual mahal dan mengusirnya.
Tentu saja Darwin tidak menolak ide Amia. Selama hampir satu tahun Darwin sering bertanya mengenai Vara kepada Amia. Karena laki-laki sejati tidak pernah ragu-ragu mengambil langkah. Bayangkan, ada laki-laki yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menemukan wanita yang tepat untuknya, lalu saat sudah di depan mata, laki-laki tersebut malah bimbang dan hanya diam saja? Hilanglah kesempatannya dan sesungguhnya dia termasuk ke dalam golongan laki-laki yang merugi.
Kondisi terakhir Vara, bahwa gadis itu menyukai laki-laki yang belum—atau tidak—memiliki perasaan yang sama, sudah dipahami Darwin. Dari cerita Amia, tentu saja. Sejak tadi Darwin penasaran untuk tahu yang mana laki-laki yang bernama Mahir.
Hidup adalah tentang membuat keputusan. Selama hidup, seseorang mungkin membuat keputusan ribuan kali. Dari yang sederhana, seperti memutuskan untuk memakai celana warna hitam atau abu-abu untuk ke kantor dan memutuskan untuk sarapan bubur atau roti. Sampai membuat keputusan sulit seperti memutuskan masuk ke jurusan apa saat kuliah, memutuskan untuk melamar beasiswa dan pergi ke Amerika, memutuskan untuk bekerja di pabrik pembuat gliserin di sebuah plant milik perusahaan consumer goods di Cincinnati, menjadi co-founder saat temannya memulai start-up di sana, menjual bagian kepemilikannya dan menyimpan uangnya, lalu keluar dari pabrik gliserin untuk kembali ke negara ini dan mulai membangun usaha sendiri.
Sekarang Darwin memutuskan untuk memulai langkah pertama dalam mendapatkan Vara. Pasangan atau pacar mungkin tidak dimasukkan dalam kategori keputusan besar atau penting yang dibuat oleh manusia, tapi siapa tahu nantinya pacar akan menjadi pasangan hidup. Menjadi istri. Menjadi suami. Jelas ini tidak bisa diputuskan sembarangan.
####
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top