SOMEDAY I'D WAKE UP NEXT TO YOU
"Selama ini kita sudah disetir sama media. Sama iklan-iklan obat pemutih dan lainnya. Jadi di kepala kita, cantik itu kurus kering, tinggi, wajahnya tirus, kulitnya putih pucat, rambut panjang kayak kuntilanak ... tapi itu semua keliatan bagus karena kita lihatnya di TV. Macam Kardashian itu? Aesthetically perfect doang."
Tepat sekali. Vara merasa kulitnya tidak putih seperti Amia dan wanita-wanita cantik yang lain. Kulitnya memang kuning langsat, tapi pada tone yang paling gelap.
"Mungkin waktu pertama ketemu kamu, Darwin suka karena kamu cantik, Var. Tapi percayalah, yang bikin laki-laki bertahan di samping kita bukan semata-mata karena itu. Semakin mengenal kamu, Darwin semakin tahu bahwa kamu menarik, cerdas, percaya diri, luar biasa, senyummu manis, matamu berbinar-binar seperti bintang di langit malam, kamu perhatian dan tulus...."
"Stop, Am! Kamu kedengeran kayak lagi gombalin aku. Serem banget." Vara menghentikan Amia yang terdengar seperti sedang merayunya.
"Sialan! Aku ini cuma bantu kamu membuka mata! Dasar, nggak tahu terima kasih! Kasihlah aku kesempatan buat jadi sahabat yang baik." Amia protes dan Vara mengabaikan.
"Ada telepon." Vara malah sibuk memandang layar ponselnya.
"Darwin?"
Bukan Darwin yang meneleponnya. "Mahir."
"Dia suka nelepon kamu?" Ada kecurigaan dalam suara Amia. "Paling dia nggak punya teman di sana. Kesepian malem-malem gini. Udah jam sebelas, kan, di sana? Nggak usah diterima. Dia cuma bosan. Kalau kamu kasih perhatian, dia akan terbiasa. Nyariin kamu terus kalau sedang bosan. Suatu hari nanti dia bosan juga sama kamu, dan akan ada orang lain lagi yang dijadikan hiburan saat bosan."
Vara mengangguk setuju. Sejak dulu juga Mahir memanfaatkannya. Mata Vara tertumbuk kepada jam di dinding kamarnya. Memang sudah hampir tengah malam di tempat Mahir. Siapa lagi yang diharapkan mau menemani ngobrol selarut ini? Kecuali Vara. Dulu.
***
Sebelum mematikan ponselnya, Vara mendapati ada dua pesan masuk.
Dari Mahir dan Darwin. Vara tidak paham bagaimana bisa kedua laki-laki itu seperti janjian sebelum mengirim pesan padanya.
Udah tidur, Var? HP-mu sibuk. Pengen ngobrol. Sepi di sini.
Apa yang dikatakan Amia tadi benar. Mahir hanya kesepian.
Mengabaikan pesan tersebut, Vara membaca pesan masuk dari Darwin.
I have a dream and I wish it would come true. Good night.
Pesan Darwin lebih menarik untuk dibalas daripada pesan dari laki-laki kesepian. Darwin memang paling bisa memancing minatnya untuk membalas.
Impian apa?
Hanya perlu 30 detik untuk Darwin membalas lagi.
Someday I'd wake up next to you.
"Gombal!" Vara mematikan ponselnya. Tetapi tetap saja, dia tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Akui saja, wahai para gadis. Kita semua suka digombali laki-laki dengan manis dan lucu seperti itu. Mau pacar atau bukan, wanita senang kalau digombali. Paling tidak, akan tersipu-sipu atau salah tingkah. Untungnya Darwin tidak melihat wajah Vara yang sudah mulai memerah saat ini.
Vara memejamkan mata. Hari esok masih panjang. Dan dia masih harus latihan lari.
***
"Tumben nggak bawa mobil, Var?" Tania berdiri di sampingnya di depan lobi, saat jam pulang kantor. "Dijemput?"
Dijemput. Seumur hidupnya, baru kali ini dia dijemput oleh laki-laki selain ayahnya. Sebagai orang yang tidak pernah mau dianggap tidak mandiri, selama ini Vara memilih membawa mobil sendiri kalau Darwin mengajaknya ketemu. Tetapi tadi malam, setelah latihan lari dia merasa lelah sekali, akhirnya dia menyetujui tawaran Darwin untuk diantar dan dijemput.
"Iya nih. Lagi males bawa mobil." Vara mengaduk tasnya, mencari ponselnya yang berbunyi. Telepon dari orang yang ditunggu-tunggu tapi tidak kunjung datang, padahal sudah menyuruh Vara siap sejak sepuluh menit yang lalu.
"Halo." Vara menempelkan ponsel di telinga, sambil memegang dua tasnya dengan satu tangan. "Lama banget sih."
"Masuknya lewat mana, Savara? Ini aku di depan masjid besar."
"Itu kelewatan. Sudah pakai GPS masih kesasar ya kamu?"
"Putar baliknya jauh. Macet."
"Aku nggak mau tahu. Kamu mundur atau gimana. Aku nggak mau jalan kaki ke depan." Vara memutuskan sambungan. Benar-benar Darwin ini. Berapa lama dia hidup di kota ini? Mencari pintu masuk saja tidak bisa.
Hari ini berlalu tanpa ada sesuatu yang istimewa. Tidak ada yang spesial di kantor selain kejutan ulang tahun untuk Erik—atasan Vara.
"Dijemput pacar?" Tania masih ingin tahu setelah Vara menyimpan ponselnya.
"Iya." Menjawab begini jauh lebih mudah. Suasana hatinya sedang kurang baik karena Darwin membuatnya berdiri lebih dari 15 menit dan dia sedang tidak ingin mengobrol.
"Kamu sama Amia punya resep apa sih, Var?" Tania mengamati ketika Vara mengangkat tangan, memberitahu Darwin, yang mobilnya berjalan pelan, agar menuju tempatnya berdiri.
"Resep?" Vara menoleh sebentar ke arah temannya, sementara itu mobil Darwin berhenti dan Darwin keluar.
"Bisa punya pacar seperti itu." Tania berbisik di telinga Vara. "Eh, dia yang ada di koran itu kan, Var? Kenal di mana? Dia punya temen satu lagi, kan, Var?"
Vara tertawa dan menyerahkan satu tas di tangannya kepada Darwin, yang segera memproses untuk ditaruh di kursi belakang. Sampai hari ini Darwin bukan pacarnya. Tetapi kenapa membanggakan sekali saat orang lain menganggap Darwin adalah pacarnya? Dengan begitu Vara merasa sangat hebat, karena laki-laki yang bisa mendapatkan wanita mana saja yang diinginkan, memilihnya.
"Savara." Darwin menyentuh lengan Vara.
"Aku duluan ya, Tania." Sambil menahan senyum Vara mengikuti Darwin yang membantunya masuk ke dalam mobil.
Ini sama sekali bukan dirinya. Hanya karena dia ingin tampak punya pacar yang perhatian, lalu dia melonggarkan prinsipnya untuk mandiri. Dia bukan wanita yang memerlkukan laki-laki untuk membawakan barang-barangnya atau membuka pintu mobil untuknya. Selama ini Vara bertekad untuk memperlihatkan kepada semua laki-laki bahwa dia sangat mampu melakukan apa saja sendiri. Tetapi dia menunjukkan yang sebaliknya kepada Darwin sore ini.
"Savara?" Panggil Darwin lagi.
"Huh? Kamu ngomong apa?" Vara berusaha fokus pada Darwin.
"What happens inside the beautiful head of yours?"
"Nggak ada apa-apa." Vara menggelengkan kepala, tidak ingin menceritakan isi pikirannya.
***
Latihan lari dengan Darwin sore ini juga biasa saja. Vara duduk di lantai di rumah Darwin setelah menyelesaikan latihan. Tiga putaran berhasil diselesaikan Vara malam ini. Dengan handuk kecil, Vara menghapus keringat di pelipisnya. Setiap malam, tidurnya semakin nyenyak karena tubuhnya sangat lelah, dan di pagi hari, dia bangun dengan kondisi lebih segar. Mungkin ini selama ini memang dirinya kurang olahraga.
Darwin membawakan air minum untuk Vara, duduk di depan Vara dan memperhatikan Vara mengambil napas. Dada Vara turun naik seirama dengan napasnya. Anak-anak rambutnya berantakan, basah di tepi wajah. Kulit wajahnya yang halus berkeringat. Rambutnya diikat ekor kuda, memperlihatkan lehernya yang jenjang dengan jelas. Kulit lehernya, yang mulus dan mengilap, karena keringat, menggoda sekali, dan membuat Darwin ingin menggigitnya.
Malam ini Vara kurang ajar sekali seksinya dengan long bra top warna merah. Sepertinya merah adalah warna kesukaan Vara, karena gadis itu memiliki banyak benda berwarna merah. Dengan jelas Darwin bisa mengenali setiap bagian tubuh Vara, dari tulang selangka sampai perut Vara. Black running capri membalut kaki panjangnya. Kakinya saja cantik. Pahanya kencang dan terlihat kuat. Tanda-tanda bahwa Vara akan kuat juga di tempat tidur, menurut Darwin, percaya atau tidak.
"Darwin! Kamu denger nggak?" Vara kesal melihat Darwin tidak menghiraukannya.
"Apa? Kamu ngomong apa?" Siapa yang tidak kehilangan konsentrasi kalau sedang memperhatikan keringat yang perlahan turun menuju belahan dada Vara?
"Aku mau numpang mandi di sini. Boleh nggak? " Vara mengulangi dengan jengkel.
"Boleh. Aku keluar dulu beli makan. Kamu mau makan apa?"
Darwin memerlukan udara segar untuk menurunkan libidonya. Tubuh Vara yang berkeringat, basah, dan mengilat—membuat kulitnya bercahaya—semakin menambah level keseksian di mata Darwin. Kalau mungkin, Darwin ingin membersihkan keringat itu dari badan Vara, dengan jarinya. Atau Darwin tidak keberatan membantunya mandi sekalian.
####
Jika teman-teman menyukai cerita yang kutulis dan bisa dibaca gratis di sini, teman-teman bisa mendukungku dengan cara membeli salah satu bukuku: Geek Play Love(Dinar/Jasmine), The Danish Boss(Kana/Fritdjof), My Bittersweet Marriage(Afnan/Hessa), When Love Is Not ENough(Lilja/Linus), Midsommar(Mikkel/Liliana), Bellamia(Gavin/Amia) dan Daisy(Daisy/Adrien). Harga mulai dari Rp 25.000,-
Tersedia di: Toko buku, Shopee Ika Vihara(Bebas ongkir), Google Playstore
Atau WhatsApp aku di 0895603879876 juga boleh message di Instagram (at)ikavihara.
Terima kasih untuk tidak membeli buku/e-book bajakan.
####
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top