SIGNED, SEALED, DELIVERED

Vara mendecakkan lidah saat bunyi ponsel mengganggu konsentrasinya membaca. Sambil mengingat bacaannya sampai pada halaman berapa, Vara meraih ponselnya.

Apa kamu bisa menjaga rahasia?

Ada sebaris WhatsApp dari Darwin.

Apa?

Pesan-pesan dari Darwin selalu menarik minatnya untuk membalas.

Ada gadis yang kusukai. Savara Amaran.

Hanya itu balasan dari Darwin.

Apa rahasianya???

Sudah bukan rahasia lagi kalau Darwin menyukai Vara. Bahkan Darwin sendiri mengakui.

She doesn't have big boobs though.

Vara melotot melihat balasan Darwin dan menunduk memeriksa dadanya. Apa memang tidak sebesar yang diinginkan laki-laki? Urgh, Darwin ini benar-benar. Sambil menahan marah Vara mengetik balasan.

Butthole!

Balasan Darwin datang cepat sekali. Tiga baris pesan.

Hahaha. Apa kamu berharap digombali? OK, here we go.

Are you a thief? Because you stole my heart.

Gimana dgn yang itu?

"Cheesy," gumam Vara lalu membalas.

Aku lebih suka yang pertama.

Cepat-cepat Vara membaca lagi balasan dari Darwin.

I like your boobs too.

"Dasar gila!" Vara tertawa walaupun merasa candaan Darwin tidak normal.

Kalau laki-laki lain yang menggodanya seperti ini, Vara akan menghitung sebagai pelecehan seksual. Kalau orang masih ingat, Vara pernah memberi pelajaran kepada Adam, salah satu pegawai di kantornya, karena melecehkannya. Dengan lisan dan menyentuhnya langsung. Tetapi menghadapi kalimat Darwin, Vara malah bisa tertawa. Karena tahu yang dikatakan Darwin hanya sebatas bercanda. Vara meraih post-it di meja dan menuliskan sesuatu di sana.

***

Darwin membiarkan suara TV mengusir keheningan di rumahnya. Rumah yang cicilannya akan lunas lima tahun lagi. Sengaja Darwin memilih mencicil rumah daripada setiap bulan membayar sewa. Paling tidak, saat menikah nanti, dia sudah tidak pusing lagi memikirkan tempat tinggal. Memilih rumah bersama dengan pasangan mungkin terdengar romantis. Tetapi kalau menunggu Darwin punya pasangan, harga tanah dan bangunan sudah naik. Juga bunga KPR. Jadi lebih baik pasangannya menerima rumah ini dengan senang hati. Rumah ini tidak buruk. Sekarang masih terdiri dari dua kamar tidur, dapur, dan ruangan luas, di antaranya yang disekat sendiri oleh Darwin untuk membuat ruang tamu dan ruang tengah. Di belakang masih ada tanah yang luas kalau dia ingin menambah bangunan dan punya uang. Rumahnya dekat dengan fasilitas pendidikan dasar, rumah sakit, tempat ibadah, juga pasar.

Darwin tidur-tiduran di sofa sambil membuka Instagram. Satu-satunya media sosial yang rajin diikutinya. Lebih tepatnya, disuruh Ferdi untuk punya akun, karena—menurut Ferdi—orang ingin tahu seperti apa hidup founder Zogo.

Mata Darwin terpaku pada foto paling atas. Diunggah sepuluh detik yang lalu.

***

"Kenapa kamu kecilkan kausmu?" Darwin melihat Vara masuk ke mobilnya, mengenakan kaus yang ukurannya sudah disesuaikan ukuran dengan tubuh Vara. Kaus putih yang dibagikan kepada semua peserta lari 5K.

"Kenapa memangnya? Biar keren dong." Vara menaruh tasnya di kursi belakang dan memasang sabuk pengaman. "Dan hari ini aku harus dapat medali. Jadi dobel keren."

"Itu terlalu seksi." Darwin melajukan mobilnya di jalanan komplek rumah Vara.

"Aku nggak tahu kalau kamu adalah pacar yang suka ngatur."

Darwin menurunkan kaca mobil dan menyapa satpam di depan gerbang komplek. "Kamu tidak suka?" Mumpung jam tujuh pagi begini jalanan masih lengang sekali, Darwin mempercepat laju mobilnya.

"Tahu gitu aku nggak mau pacaran sama kamu." Gerobak bubur ayam tertangkap matanya dan menggoda perutnya saat Vara membuang pandangannya ke jendela di samping kirinya. "Tapi belum terlambat untuk putus sekarang."

"Putus? Setelah pacaran dua hari kita putus? Sia-sia sekali usaha kerasku selama ini." Darwin tidak terima Vara mengakhiri hubungan mereka.

"Iya!" Vara menjawab singkat dan tegas.

"Oke. Kalau kamu mau begitu."

Dua malam yang lalu Vara mengunggah foto di Instagramnya dan menandai Darwin di sana. Sebuah post-it berwarna merah yang ditempel di wajah Vara lalu difoto, close up. Tulisan 'Signed, sealed, delivered. I am yours' dengan spidol hitam di post-it tersebut yang penting bagi Darwin. Meskipun tidak ada kata yang merujuk kepada nama Darwin dalam tulisan tangan Vara, tapi jelas pesan itu ditujukan untuknya. Savara mau menjadi kekasihnya. Malam itu Darwin sampai mencium layar ponselnya saking bahagianya.

"Savara...." Darwin memecah keheningan di antara mereka.

"Apa?" Vara menyahut, matanya masih memperhatikan gerobak bubur ayam lain. Besok dia harus sarapan bubur ayam, atau dia tidak akan bisa hidup dengan tenang.

"Apa kita bisa mencoba lagi? Aku masih menyukaimu."

Tawa keras Vara memenuhi mobil Darwin. Darwin benar-benar orang yang tidak kenal menyerah. "Asal kamu nggak sok ngatur."

Sebenarnya tadi Vara juga hanya bercanda. Tentu dia tidak sebodoh itu, sampai tega mencampakkan laki-laki kurang dari seminggu. Dia akan terlihat kejam sekali di mata dunia.

"Aku tidak bisa janji. I'm a controlling boyfriend."

"Berarti kamu bukan tipe laki-laki yang kuinginkan."

"Aku akan berusaha, tapi aku tidak janji."

"Kenapa begitu? Apa susahnya menahan mulut untuk nggak mengomentariku?"

"Kebiasaan. Kamu tahu pekerjaanku, kan? Setiap hari aku mengatur orang."

"Haha! Aku bukan pegawaimu."

Membuat keputusan ini—bersedia memberi judul pada hubungan mereka—tidak mudah. Malam itu, Vara memutuskan untuk mengiyakan ajakan Darwin untuk memberi label lain terhadap hubungan mereka. Membuat satu keputusan sama artinya dengan menutup satu pintu kesempatan yang lain. Memutuskan untuk menerima Darwin berarti Vara menutup kesempatan bagi dirinya sendiri untuk mengenal laki-laki lain, yang bisa jadi lebih baik daripada Darwin. Ini kali pertama Vara mengambil keputusan tanpa berpikir panjang dan lama. Vara hanya mengandalkan intuisinya. Bahwa kehadiran Darwin akan memberi pengaruh baik pada hidupnya.

Lagi pula, perkembangan ini tidak akan banyak berbeda dengan hubungan mereka sebelumnya. Ini masih sama seperti saat mereka berteman. Hanya saja ada tambahan aturan, seperti Vara tidak boleh lagi mendekati laki-laki lain atau menerima ajakan kencan dari orang lain. Selebihnya akan sama saja.

Vara tidak bisa meramalkan hubungan mereka akan bertahan berapa lama. Hubungan ini tidak akan bertahan lama kecuali mereka berdua sama-sama memiliki keinginan yang kuat untuk saling mempertahankan. Juga akan timpang, jika Darwin sangat menginginkannya, sedangkan Vara tidak terlalu. Ketimpangan ini bisa jadi makin lama makin pudar. Mungkin pula makin lama makin membesar.

Masalah keinginan-yang-kuat berperan penting. Vara percaya itu. Keinginan dan rasa suka berbanding lurus. Orang tahan berdiri menonton konser berjam-jam, ingin menonton sampai selesai, karena suka dengan lagu-lagunya atau penyanyinya. Orang tahan duduk selama dua jam di bioskop, ingin mengetahui ceritanya berakhir seperti apa, karena suka dengan jalan cerita filmnya atau bahkan hanya karena suka kepada aktornya. Orang tahan bekerja selama belasan tahun di tempat yang sama, ingin pensiun di sana, karena suka dengan apa yang dikerjakan atau lingkungan kerjanya. Orang bisa bertahan menikah puluhan tahun, ingin selamanya bersama, karena cinta kepada pasangannya.

Vara yakin Darwin bisa menjalani hubungan ini untuk jangka waktu yang lama,menginginkan untuk menikah bahkan, karena Darwin menyukainya. Sedangkan Vara belum menemukan adanya keinginan yang kuat dalam dirinya untuk bersama Darwin selamanya. Perasaan sukanya tidak dalam. Saat ini, asal punya pacar sudah cukup. Daripada dia harus sendirian menjalani hari-harinya setelah Amia sibuk dengan rumah tangganya.

Yang bisa dilakukan Vara adalah berharap dia bisa mengusahakan datangnya perasaan bernama cinta, seiring berjalannya waktu.

Katanya, mencintai seperti bernapas. Orang tidak perlu belajar bagaimana cara bernapas. Tidak dipaksa untuk bernapas. Mereka dengan sendirinya bisa. Awalnya manusia bernapas dengan bantuan oksigen dari pembuluh darah ibu saat di dalam kandungan, lalu lahir dan hidungnya bisa menangkap oksigen bebas untuk pertama kali, terus memperkuat pernapasan seiring dengan pertumbuhan dan banyak bergerak, sampai nanti napas manusia habis di akhir hayat.

Mencintai juga sama saja. Orang tidak perlu belajar untuk mencintai. Tidak perlu dipaksa untuk mencintai. Nanti, ketika dihadapkan kepada orang yang tepat, menghabiskan waktu bersamanya, serta mengenalnya lebih dalam, dengan sendirinya kita akan bisa. Perlahan-lahan, bertahap, seiring berjalannya waktu. Vara hanya berharap Darwin mau menunggu. Menunggu sampai Vara benar-benar bisa membalas perasaannya.

Ini hanya urusan membangun hubungan. Bukan perkara sulit, bukan? Selama ini Vara bisa membangun hubungan dengan siapa saja, dengan teman atau relasi. Dengan Darwin juga akan sama.

It is wise to pick a man who loves you more than you love him.

Adalah bunyi pesan Amia setelah melihat gambar post-it yang diunggah Vara malam itu. Pesan ini membuat Vara sedikit merasa bersalah. Hati kecilnya bilang ini tidak benar. Menerima cinta Darwin, sedangkan dirinya sendiri belum bisa memberikan hal yang sama, bukankah ini terdengar egois?

***

Jika teman-teman menyukai cerita yang kutulis dan bisa dibaca gratis di sini, teman-teman bisa mendukungku dengan cara membeli salah satu bukuku: Geek Play Love(Dinar/Jasmine), The Danish Boss(Kana/Fritdjof), My Bittersweet Marriage(Afnan/Hessa), When Love Is Not ENough(Lilja/Linus), Midsommar(Mikkel/Liliana), Bellamia(Gavin/Amia) dan Daisy(Daisy/Adrien). Harga mulai dari Rp 25.000,-

Tersedia di: Toko buku, Shopee Ika Vihara(Bebas ongkir), Google Playstore

Atau WhatsApp aku di 0895603879876 juga boleh message di Instagram (at)ikavihara.

Terima kasih untuk tidak membeli buku/e-book bajakan. Sebab untuk riset dan sebagainya aku memerlukan dana dan hanya dari hasil penjualan buku asli aku bisa menyediakan cerita lain yang bisa dibaca gratis.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top