RELATIONSHIPS SHOULD BE BASED ON LOVE
Selamat membaca dan jangan lupa membaca ceritaku yang lain juga.
Love,
Vihara
####
Vara membuka mata dan merogoh tasnya saat ponselnya berbunyi. Setelah tahu siapa yang menelepon, Vara memasukkan kembali ponsel tersebut ke dalam tas.
"Orang itu?" Darwin melirik ke arah Vara. "Kenapa tidak diterima teleponnya? Tidak nyaman karena ada aku? Kelihatannya ada kemajuan hubungan kalian."
"Nggak ada apa-apa di antara kami!" Vara menegaskan. Lebih kepada dirinya sendiri.
"C'mon! Hanya ada tiga alasan laki-laki menghubungi wanita. Satu, karena urusan pekerjaan. Dua, karena dia perlu bantuan darurat. Tiga, karena dia hanya ingin mendengar suaramu. Kamu tidak ada urusan pekerjaan dengannya, kan?" Setahu Darwin, laki-laki itu bukan teman sekantor Vara.
"Alasan kedua kalau gitu." Vara mengangkat bahu.
"Apa kamu petugas kebakaran? 911?
Vara diam dan meremas-remas tangannya sendiri. There are people who are the hardcore romantic and idealists, as they believe that relationship should only be based on love. Salah satunya Vara. Model hubungan yang dijelaskan Amia tadi siang tidak bisa terbayang dalam benaknya. Sebaiknya Vara mencoba dulu untuk mengenal Darwin lebih dekat dan cinta akan datang suatu saat nanti. Dengan sendirinya. Mengikut kata orang, cinta ada karena biasa. Apa bisa seperti itu?
Penjelasan panjang dari Amia siang tadi bukan dari sisi romantis, tapi dari segi realistis. Amia seperti mengatakan, "Jangan tergesa-gesa bilang tidak mau. Zaman sekarang susah menemukan laki-laki baik yang masih single dan mau serius dengan kita."
Dan laki-laki baik yang masih single dan mau dengannya—menurut Amia—sudah benar-benar ada di samping Vara sekarang. Kata orang, walaupun kita tidak mencintainya, laki-laki baik akan memperlakukan kita dengan baik dan hormat.
Hari ini, dua bulan berlalu sejak kejadian di tempat parkir setelah reuni. Siang itu, Vara akhirnya memilih untuk masuk ke mobil Darwin. Bukan karena dia ingin memberi kesempatan kepada Darwin, tapi karena dia malu menghadapi Mahir setelah dia mengatakan perasaannya.
Hingga saat ini Vara masih belum punya keputusan apakah dia akan memberi kesempatan kepada Darwin atau menunggu Mahir menjawab pernyataan cintanya.
***
Vara mengamati ponselnya setelah panggilan Darwin berakhir. Selama seminggu ini, tidak pernah absen, setiap hari Darwin pasti meneleponnya. Setidaknya satu kali. Tidak, Vara tidak keberatan. Mengobrol dengan Darwin tidak pernah membosankan. Bahkan laki-laki itu selalu bisa membuatnya tertawa.
Tangan Vara bergerak membuka pesan masuk di WhatsAppnya.
Habis pulang kantor ada waktu nggak?
Seperti tidak mau kalah dengan Darwin, dua hari ini Mahir juga berusaha mengajaknya bertemu. Vara menarik napas. Kalau ada sebuah jurus yang bisa membuat kita memahami pikiran laki-laki dengan cepat dan tepat, akan ada banyak gadis yang tidak keberatan bertapa di bawah air terjun untuk mendapatkannya. Termasuk Vara.
Nanti aku sibuk.
Vara masih berusaha menghindari Mahir. Karena tidak sanggup menerima penolakan yang akan keluar dari mulut laki-laki itu. Apa lagi yang harus dibicarakan di antara mereka berdua, setelah Vara nekat menyatakan perasaan? Berharap ada keajaiban, Mahir tiba-tiba menyukainya? Jika iya, Vara yakin itu tidak lebih dari sekadar pikiran kalau-tidak-dapat-Amia-dapat-sahabatnya-pun-tidak-apa-apa.
Kesadaran bahwa dirinya ditolak sudah ada dari dulu, sejak Vara tahu Mahir menyukai Amia, dan Vara tidak perlu penegasan.
Vara meletakkan ponselnya di samping telepon di meja kerjanya. Matanya kembali menatap layar komputer. Kalau menyangkut urusan cinta, optimis memang penting, tapi berpikir realistis juga tidak kalah penting. Mungkin Mahir bisa melupakan Amia. Pasti laki-laki itu akan melupakan Amia, karena sudah tidak mungkin lagi baginya untuk mendapatkan Amia. Meski begitu, bukan berarti Mahir akan menyukai Vara. Kalau Mahir menggunakan Amia sebagai patokan untuk memilih pasangan di masa depan, Vara tidak akan bisa memenuhi kriteria itu. Karena dia bukan Amia.
Komputernya berdenting pelan, Vara menggerakkan mouse dan membuka pesan masuk dari HRD. Pikiran Vara tetap ke mana-mana meski mencoba fokus membaca.
Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam cerita cintanya, Vara tahu betul tentang ini. Kemungkinan dirinya menyukai Darwin sepertinya jauh lebih besar dibandingkan kemungkinan Mahir menyukai dirinya. Nasihat Amia begitu juga, kan? Mengubah hati sendiri lebih mungkin dilakukan daripada mengubah hati orang lain.
***
"Hei." Vara masuk ke ruangan tempat Darwin sedang berbaring. Telepon dari Darwin sore tadi sekaligus mengabarkan bahwa Darwin masuk rumah sakit. Kena tifus.
Darwin yang sedang menonton televisi menoleh ke pintu. Tersenyum lebar saat melihat Vara, membuat Vara tertegun sejenak. Ini benar terjadi? Ada laki-laki yang terlihat sangat bahagia hanya karena melihatnya? Ketika Vara membalas senyumnya, raut wajah Darwin bersinar lebih cerah lagi.
Vara duduk di tempat tidur kosong di sebelah kanan tempat tidur Darwin. "Bolos ngantor hari ini?" Kalau diingat-ingat, Vara bahkan tidak tahu Darwin bekerja di mana.
"No." Darwin menggeleng.
"Emang udah nggak masuk sejak pagi?" Info dari Darwin mengatakan dia masuk rawat inap selepas jam makan siang.
"Aku tidak bekerja, Vara."
"Kamu masih belum dapat kerja? Kata Amia kamu baru balik dari luar?"
"Bukan. Sudah tinggal di sini sejak tiga tahun yang lalu. Kadang-kadang ke luar."
"Enak banget. Nggak kerja kok kamu bisa jalan-jalan? Aku kerja bertahun-tahun cuma mampu jalan ke Singapore sama ke Thailand." Hidup ini sungguh tidak adil.
"Aku pedagang." Darwin tertawa.
"Dagang ke luar negeri? Kamu bandar heroin antar negara?"
"Hati-hati kalau bicara. Nanti aku dicokok polisi. Aku jualan jasa. Service."
"Apa aku yang terlalu bego ya?" gumam Vara.
"Kamu pernah dengar sesuatu bernama Zogo?" Darwin bertanya sambil mengecilkan volume suara televisinya.
"Yang jualan baju itu?" Vara menjawab sambil berpikir keras.
"Itu Sogo, Vara. Kamu cantik tapi seperti Sule bercandanya."
"Sembarangan." Vara tertawa pelan.
"Itu platform untuk sales dan customer service." Banyak orang bisa membuat produk, tapi kesulitan menentukan ke mana harus menjual, kepada siapa, bagaimana caranya dan lain sebagainya. Service Zogo membantu proses prospecting, segmentation, identifikasi potential buyer dan loyal customer, sampai forecasting menggunakan teknologi. Kondisi penjualan bisa diketahui setiap saat oleh marketing manager atau stakeholder yang memerlukan. Paling tidak, sales person tahu angka-angka yang berhubungan dengan penjualan hanya dengan single click di ponselnya. Tidak keluar menuju pasar dengan tangan kosong.
"Software itu kamu yang bikin sendiri?"
"Aku tidak bisa. Jadi dibantu programer."
"Aku cuma tahu software Century. Yang kupakai setiap hari di kantor." Urusan Vara sehari-hari hanya sebatas finance management software. "Kenapa kamu nggak pilih kerja kantoran aja? Biasanya orang kuliah itu tujuannya kan biar dapat kerja bagus." Vara sedikit heran dengan pilihan pekerjaan Darwin.
"Aku pernah kerja di Cicinnati, di salah satu perusahaan consumer goods terbesar di dunia, bagian quality control."
"Yang di Amerika sana? Kenapa kamu berhenti dan kembali di sini?" Ternyata memang benar ada orang-orang seperti Darwin di lingkungan pergaulannya, yang selama ini Vara kira hanya ada di televisi, yang meninggalkan pekerjaan di perusahaan besar dengan begitu entengnya. Apa tidak rugi? Membayangkan bagaimana interviunya saja Vara sudah bergidik sendiri.
"Orangtuaku sudah semakin tua. Kalau tinggal di sana, aku tidak bisa sering ketemu dengan mereka. Lebih baik di sini. Sesibuk apa pun, sebulan sekali bisa pulang ke rumah. Bawa Mama jalan-jalan, antar Papa ke dokter. Juga, membantu orang-orang yang butuh pekerjaan di sini."
"Pacar kamu?" Vara lebih tertarik dengan ini daripada niat mulia Darwin. Mungkin Darwin punya pacar di Amerika dan di sini dia jomblo lokal. Dan itu membuat Darwin ingin 'berteman' dengannya. Iya pakai tanda kutip. Karena Vara tidak yakin bahwa Darwin meminta Amia mengenalkan mereka hanya untuk berteman.
"Kenapa dengan pacarku?" Darwin mengerutkan kening.
"Dia nggak keberatan kamu resign?"
"Ah, aku tidak punya pacar waktu itu. Untungnya. Siapa yang mau bersama laki-laki yang terancam hidup susah?" Hidupnya saat itu serba tidak pasti. Belum tentu niatnya untuk berwirausaha berhasil. Single lebih baik untuknya.
"Kalau sekarang banyak yang antre ya? Kamu orang kaya sekarang." Menurut pengamatan Vara, hidup Darwin sudah tidak susah lagi. Bahkan taraf hidupnya sangat baik, kalau mobilnya bagus begitu.
"Tidak juga. Karena pekerjaanku tidak jelas, tidak seperti pekerjaan cowok yang kamu suka dan...
"Selalu saja ke situ ujungnya," potong Vara. Menyebalkan sekali mendengar Darwin menyindirnya. Hampir setiap ngobrol, ada satu sindiran mengenai Mahir yang keluar dari bibir Darwin. "Kamu nggak perlu membandingkan dirimu dengan dia. Atau siapa pun."
####
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top