LOVE TAKES TIME, BUT HOW MUCH?
Ada give away yang bisa diikuti di Instagram ikavihara hingga 25 November nanti.
****
Bagi Vara, pertanyaan Darwin terdengar seperti orang putus asa. Padahal setahu Vara, Darwin adalah orang yang tidak mudah menyerah. Melihat Darwin seperti tidak bisa berbuat banyak seperti ini, membuat hati Vara seperti diremas. Bagaimana mungkin dia—seseorang yang bukan apa-apa ini—bisa membuat laki-laki sekuat Darwin merasa lemah?
"Tolong beri aku sedikit waktu, Darwin ... aku pasti bisa membalas perasaanmu...." Vara menjawab pelan sembari meyakinkan dirinya sendiri.
"Tentu saja. Aku sudah pernah mengatakan padamu, aku akan memberikan apa saja yang kamu perlukan. Apa saja." Darwin tidak keberatan untuk menunggu sebentar lagi.
Vara menggerakkan tangannya, melingkarkannya di punggung Darwin, balas memeluk Darwin. Dia mencoba menenangkan pikirannya dalam pelukan Darwin. Selama ini hatinya gundah, merasa ada yang salah dengan dirinya karena tidak bisa juga mencintai Darwin. Darwin benar, kadang-kadang Vara merasa tertekan dan tidak nyaman, menyalahkan dirinya sendiri yang telah menyetujui untuk pacaran dengan Darwin padahal tidak mencintainya.
"Masuklah." Darwin melepaskan pelukannya.
Vara mengangguk dan berbalik. Menutup pintu pagar rumahnya dan berdiri di sana, menunggu sampai mobil Darwin hilang dari hadapannya. Matanya mengikuti gerak mobil Darwin. Laki-laki yang mencintainya. Love takes time. But how much?
Amia mengatakan dia jatuh cinta kepada Gavin setelah kencan pertama mereka. Produk perjodohan, seperti kakaknya, Safrina, mengatakan dia jatuh cinta kepada Adil enam bulan setelah mereka memutuskan untuk masuk tahap saling mengenal. Tidak akan perlu waktu lama untuk jatuh cinta. Vara mencoba percaya.
***
Vara tersenyum sendiri dan berjalan meninggalkan Erik—yang mengizinkannya tidak ikut makan-makan bersama orang IBM—untuk naik ke lantai tiga. Ponselnya yang sedang diisi ulang baterainya ada di sana. Seminggu ini Vara bermarkas di lantai satu, bersama beberapa orang perwakilan unit dari departemennya untuk belajar software baru dari IBM. Pintu lift terbuka dan Vara bergegas masuk. Salah satu temannya, Liza, buru-buru masuk menyusul Vara. Lift bergerak naik setelah Liza menempelkan kartu pengenal pegawai pada mesin pemindai di sebelah kanan pintu. Begitu keluar dari lift, Vara langsung menuju mejanya dan memeriksa ponsel. Yang pertama harus dia lakukan adalah mengetik SMS kepada ibunya, memberi tahu bahwa malam ini dia akan pulang terlambat.
Setelah mendudukkan pantat di kursi, tangan Vara bergerak memeriksa Instagram. Amia mengunggah foto sarapan sehatnya. Safrina mengunggah foto anak-anak TK menari. Daisy mengunggah digital flyer pengumuman seminar internasional di kampusnya.
"Beautiful face. Beautiful heart." Vara membaca kalimat di bawah foto yang diunggah Darwin. Foto Vara. Darwin memotretnya dari samping. Sepertinya foto ini diambil saat terakhir kali mereka bertemu di rumah Vara, sebelum Darwin berangkat ke Kuala Lumpur. Dalam foto tersebut, Vara tampak bahagia dengan popcorn di pelukannya.
Apa yang perlu dikeluhkan mengenai Darwin, satu-satunya laki-laki yang mau mampir ke bioskop hanya untuk membelikan popcorn? Sampai kapan pun akan sulit mendapatkan laki-laki yang rela melakukan hal-hal merepotkan seperti itu untuknya. Hanya demi membuatnya bahagia. Mata Vara mengamati baik-baik foto tersebut. Senyum gadis yang ada di foto itu tampak lebar sekali. Saat itu, Vara ingat, seluruh tubuhnya tertawa mendengar cerita Darwin mengenai pegawai-pegawai Zogo.
Gadis dalam foto tersebut seperti bukan dirinya. Apa seperti itu dirinya jika dilihat menggunakan mata Darwin? Cantik luar dan dalam, seperti yang ditulis Darwin pada keterangan gambar? Vara mengetik komentar di sana. Lima buah gambar hati.
***
Darwin melangkah pelan keluar dari gedung terminal. Malam ini dia tidak harus menunggu bagasi. Bawaannya tidak banyak dan semua bisa masuk kabin. Urusan pekerjaan di Kuala Lumpur sudah beres dan juga, dia sudah sedikit bersenang-senang tadi malam. Otaknya sedikit lebih segar saat menginjakkan kaki di negara ini lagi. Mungkin begitu sampai rumah, dia bisa langsung mengerjakan materi untuk bicara di TEDIndia bulan depan.
Okay, tidak hanya otaknya. Sepertinya hatinya juga akan segar. Sambil tersenyum Darwin menyipitkan mata, memastikan dia tidak salah lihat. Benar sekali. Ada Vara berdiri di sana. Iya, betul. Itu Savara. Matanya ikut segar melihat Vara tersenyum dengan sangat cantik untuknya. Hanya kepadanya.
Darwin mempercepat langkahnya. Tidak ada hal lain yang ingin dilakukan Darwin kecuali mencium bibir Vara di sini sekarang juga. Tetapi Darwin menahan diri, Vara mungkin tidak nyaman menunjukkan kemesraan di muka umum begini.
"I am home." Darwin langsung memeluk erat orang yang paling menyita isi kepalanya dan menempelkan pipinya di kepala Vara. Melepaskan kerinduannya selama beberapa saat. Wangi ini disukainya. Harum rambut Vara.
Ini baru namanya pulang. Bukan kembali ke rumah kosong, tetapi kembali kepada seseorang dengan senyum terbaik yang pernah dilihatnya.
"Kamu ke sini sendiri? Menjemputku?" Mendadak Darwin merasa menjadi orang paling beruntung di dunia. Berapa banyak laki-laki beruntung di bandara ini, yang kedatangannya ditunggu oleh wanita yang mereka cintai? Darwin ingin bersulang bersama mereka saat ini juga.
"Bukan. Orang itu." Dengan acak Vara menunjuk seorang bapak.
"Yang manis sedikit kenapa jawabnya. Iya, Sayang, aku jemput kamu. Pacarnya baru datang juga. Diajak manja-manja, mesra-mesra. Kok sudah langsung jutek." Darwin tidak melepaskan tangannya dari pinggang Vara.
"Aku nggak jutek. Memang begini dari lahir. Lagian kamu juga nanyanya ada-ada aja. Kalau nggak jemput kamu terus aku jemput siapa?" Sebenarnya Vara sudah berusaha mengatur suaranya agar sedikit lembut, tapi yang keluar tetap seperti ini. Terdengar jutek.
"Kan memastikan. Daripada aku telanjur berharap." Darwin mencium kening Vara dengan penuh rasa syukur lalu merangkul pundak Vara dan berjalan bersama menuju lapangan parkir. Sekali lagi, Tuhan tidak pernah menyalahi janjinya untuk menambah nikmat jika hamba-Nya mau bersyukur. Ada Vara di sini menunggunya, sudah membuat semua penatnya lenyap seketika.
"Thank you, Beautiful. Kejutan yang menyenangkan." Tangan kanan Darwin menyeret kopernya. Tangan kirinya masih sibuk merangkul Vara.
Vara mengangguk. Malam ini dia ingin menebus kesalahannya saat tidak berpisah baik-baik dengan Darwin malam itu. Malam sebelum Darwin berangkat ke Kuala Lumpur. Dia juga ingin memberi perhatian kepada Darwin, supaya bisa membuat Darwin lebih bahagia. Meski hanya sedikit. Darwin sudah melakukan banyak hal untuk membuatnya bahagia dan Vara ingin membalasnya.
Darwin memasukkan kopernya ke bagasi sempit Tiny Mouse. Bagasi yang tidak cukup digunakan untuk menyembunyikan mayat manusia dewasa itu. Tetapi sebaiknya dia tidak berkomentar atau Vara akan menelantarkannya di lapangan parkir.
"Gimana Kuala Lumpur?" Vara menyalakan radio untuk mengusir keheningan yang melingkupi saat mobil Vara sudah bergerak masuk ke tol bandara.
Jawabannya sudah jelas. Lebih menyenangkan di negeri ini. Bersama Vara.
"Biasa saja." Darwin memberi tahu lalu bersenandung pelan mengikuti lagu yang terdengar dari radio.
"Kamu tahu lagu ini?" Vara menoleh ke arah Darwin.
"Tahu. Kenapa? Norak ya? Aku tahu lagu ini alay, tapi anak-anak sering memutarnya di kantor, jadi aku agak hafal."
Vara tertawa kecil, melirik Darwin, yang melanjutkan menyanyi mengikuti suara Ed Sheeran. Darwin tampak lega saat mobil Vara keluar dari tol bandara. Sama sekali Darwin tidak terlihat lelah. Sejak tadi bersenandung dan tetap selalu bisa membuat Vara tersenyum dan tertawa. Sisa perjalanan dihabiskan dengan menyanyi mengikuti lagu-lagu yang diputar di radio. Suara Darwin yang sudah jelek, semakin dibuat-buat. Memang Darwin hebat dalam segala hal, tapi sepertinya tidak beruntung dalam bidang tarik suara.
"Tisu di mana?" tanya Darwin.
"Hmm...?" Vara mengerjapkan matanya.
"Tisu," ulang Darwin.
"Di belakang." Sedikit mencondongkan dan mengulurkan tangannya, Vara mengambil kotak tisu lalu memberikan kepada Darwin.
"Di sini kamu." Darwin menunjuk sudut kanan bibirnya sendiri.
"Kenapa?" Vara mencabut tisu dan mengusap bibirnya, sesuai tempat yang ditunjukkan Darwin.
"Kamu terpesona menatapku, sampe ngeces."
"Mana ada?" Vara melempar gumpalan tisu ke wajah Darwin, berusaha menutupi rasa malunya karena tertangkap basah mengamati dan mengagumi wajah Darwin.
"Akui saja aku memang ganteng." Darwin tertawa.
"Hih, ganteng dari mana?" Vara pura-pura tidak setuju, walaupun dalam hati dia mengakui memang Darwin lebih tampan malam ini. Wajahnya bersih. Rambut hitamnya terlihat lebih rapi. Dipotong pendek. Padahal Vara menyukai rambut Darwin yang agak panjang, seperti rambut Darwin saat awal mereka bertemu dulu.
"Kita sampai di rumah dengan selamat." Mobil Vara berhenti di depan rumah Darwin.
Darwin tidak bisa berhenti bersyukur karena malam ini Vara berubah banyak sekali. Mau datang jauh-jauh ke bandara, untuk menemuinya. Dia tidak perlu menahan rindu sampai besok. Benar-benar anugerah yang luar biasa.
####
Jika teman-teman menyukai cerita yang kutulis dan bisa dibaca gratis di sini, teman-teman bisa mendukungku dengan cara membeli salah satu bukuku: Geek Play Love(Dinar/Jasmine), The Danish Boss(Kana/Fritdjof), My Bittersweet Marriage(Afnan/Hessa), When Love Is Not ENough(Lilja/Linus), Midsommar(Mikkel/Liliana), Bellamia(Gavin/Amia) dan Daisy(Daisy/Adrien). Harga mulai dari Rp 25.000,-
Tersedia di: Toko buku, Shopee Ika Vihara(Bebas ongkir), Google Playstore
Atau WhatsApp aku di 0895603879876 juga boleh message di Instagram (at)ikavihara.
Terima kasih untuk tidak membeli buku/e-book bajakan. Sebab untuk riset dan sebagainya aku memerlukan dana dan hanya dari hasil penjualan buku asli aku bisa menyediakan cerita lain yang bisa dibaca gratis.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top