CHANGE YOUR MIRROR!

Jika teman-teman menyukai cerita ini, atau ceritaku yang lain, mohon dukung saya dengan membeli satu atau dua atau lebih bukuku. Hanya dengan begitu aku akan bisa tetap menulis di sini, atau tempat lain, blogku misalnya, yang bisa dibaca gratis. Hasil penjualan buku akan kugunakan sebaik-baiknya untuk modal menulis cerita baru lagi. Aku akan bisa membeli buku-buku untuk riset pustaka, melakukan riset lain dan sebagainya yang diperlukan untuk menulis buku.

Sudah saatnya kita berhenti berpikir bahwa menulis itu nggak memerlukan modal uang. Atau menulis hanya pelu modal imajinasi. Salah besar.Ada biaya yang kukeluarkan untuk meriset cerita ini. Semua hanya mungkin jika teman-teman membeli salah satu atau salah dua bukuku.

Penulis bukan orang kaya. Penulis adalah orang biasa. Jadi, pembelian satu buku akan sangat berarti bagiku. E-book bukuku tersedia di Google Playstore. Buku cetak bisa beli di toko buku. tokoku di Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia. Lebih lanjut silakan chat denganku di WhatsApp 0895603879876. Kecuali Geek Play Love dan The Danish Boss, aku jual mulai 10 Agustus nanti.

Thank you very much :)

***

Saved by the bell.

Ponsel Vara berbunyi dan Vara punya alasan untuk melepaskan diri.

Vara menerima panggilan sambil melirik Darwin yang kini sibuk membolak-balik novel yang tadi dibawakan Vara. "Halo...."

"Sibuk, Var?" Suara Mahir terdengar di telinga Vara.

Vara tidak menjawab. Setelah hatinya jungkir-balik karena bertatapan dengan Darwin sesaat tadi, suara Mahir terasa hambar sekali di telinganya.

"Ada waktu malam ini? Besok aku mau berangkat ke Makassar, aku relocating ke sana.  Kalau kamu ada waktu ... aku mau ngomongin semua yang terjadi di antara kita."

"Sekarang? Di mana?" Ah, ternyata ini alasan Mahir rajin mengajaknya ketemu. Karena tidak ingin pergi sambil membawa beban?

"Kamu di mana? Biar kujemput."

"Rumah Sakit Islam."

"Siapa yang sakit?"

"Temen."

"Oh, ya sudah kalau kamu sudah mau selesai WhatsApp aku saja."

"Sekarang aja. Biar nggak kemalaman." Vara memutuskan.

"Mau menemuinya?" tanya Darwin begitu Vara mengakhiri panggilan.

Vara kembali merasakan Darwin memandangnya dengan tatapan mata yang sama. Penuh cinta. Mungkin dia berhalusinasi, Vara ingin mengetuk kepalanya sendiri.

"Temenku...."

"Namanya Mahir," potong Darwin. "Kalau aku memintamu untuk tidak menemuinya, apa kamu akan tetap pergi?"

Mendengar pertanyaan Darwin, Vara mematung di tempatnya berdiri.

"Jangan temui dia lagi." Kali ini Darwin mengatakan dengan tegas.

"Kenapa aku nggak boleh menemuinya?" Tidak ada orang yang bisa memerintahnya tanpa ada alasan yang masuk akal.

"Aku pernah berada di posisinya, Savara. Sama sepertinya. Aku melihat gadis yang kucintai menikah dengan laki-laki lain. Melupakan seseorang yang tidak bisa kita miliki sangat berat. Berat sekali. Aku perlu waktu lama untuk berdamai dengan semua itu."

Suara peluit tanda pertandingan dimulai lagi, setelah jeda paruh waktu, terdengar di ruang rawat Darwin.

"Kenapa kamu harus menyia-nyiakan waktu, untuk menunggu seseorang menyelesaikan semua masalahnya? Bagaimana kalau dia tidak bisa? Dia mungkin punya pikiran bodoh, dia masih berharap kepada Amia, terus memendam pikiran siapa tahu suatu saat nanti aku punya kesempatan lagi?"

Vara memandang ujung kakinya sendiri.

"Kamu tidak akan bisa berbuat banyak untuk mengubah perasaannya. Atau kalau bisa, itu akan perlu waktu lama .... Cintanya terus hidup selama dia masih bernapas, berjalan, bicara, bahkan cintanya masih ada saat dia bersama wanita lain."

"Aku juga, Darwin, aku masih menyukainya." Kondisi yang sama juga berlaku untuk Vara dan Darwin harus tahu. Perasaannya terhadap Mahir juga masih hidup walaupun dia memberi kesempatan kepada Darwin untuk mendekatinya.

"Kamu akan bisa menghilangkan perasaan itu, Savara. Aku akan memberi tahu bagaimana aku melakukannya." Bukan karena Darwin menginginkan Vara menyukainya, tapi lebih karena dia ingin Vara mengakhiri penderitaan atas kasih tak sampai yang menyiksa.

"Namanya Elaisa. Satu-satunya gadis yang pernah kucintai. Sepenuh jiawaku. Berkat dia, aku tahu apa itu cinta. Kalau dalam film, aku adalah tokoh utama dalam kisah berjudul Love Story of Darwin and Elaisa. Dan seperti yang kita ketahui, tidak ada cerita cinta yang berakhir bahagia.

"Bahkan pasangan bahagia seperti ayah dan ibuku suatu saat akan terpisah. Oleh kematian. Tetap akan ada air mata. Tapi itu masalah lain, bukan masalah yang ada di depan kita sekarang."

Vara tertarik dengan masa lalu Darwin dan memutuskan untuk memasang telinga.

"Setelah melihat Elaisa menikah, ada sekuel kisah Love Story of Darwin and Elaisa. Unrequited Love Story of Darwin. Bagiku, itu cerita yang sangat membosankan. Kalau tidak ingin terus membuang waktu, aku harus membuat keputusan untuk mengakhiri cerita tidak berguna itu. Aku tidak ingin bertambah tua dengan melewatkan kesempatan untuk mengenal cinta yang lain, karena aku masih terus meratapi cinta yang sudah hilang.

"Setiap aku ingat Elaisa, aku akan mengatakan kepada diriku sendiri 'Now. It's. Truly. Over!' Berulang kali sampai hati dan otakku percaya bahwa hubunganku dan Elaisa sudah betul-betul berakhir. Aku meyakinkan diriku sendiri untuk berhenti, yang saat itu masih saja ingin berharap.

"Aku pernah menghitung, aku melakukannya 51 kali sehari. Sesering itu aku teringat kepadanya dan sesering itu aku berharap semuanya berbeda. Bagiku, perlu waktu dua tahun untuk membuat 51 kali sehari itu menjadi nol kali sehari."

Mata Vara melirik televisi yang dimatikan oleh Darwin dengan remote di tangannya.

"Sampai seseorang memutuskan dan berusaha untuk mengakhirinya, tidak ada yang bisa membantunya. Bahkan waktu dan orang baru juga tidak akan banyak membantu."

Vara terdiam. Film-film atau cerita novel tentang kasih tak sampai terrdengar menarik karena di akhir cerita, para tokoh utamanya bersatu. Dalam rentang durasi 1,5 jam atau 200 sekian halaman, setelah melewati segala macam ujian, penonton atau pembaca melihat dua tokoh utama bahagia pada akhirnya. Dalam kasus Vara dengan Mahir, Mahir dengan Amia, atau Darwin dengan mantan pacarnya, cerita ini membosankan karena tidak ada harapan untuk akhir yang menyenangkan.

"Apa kamu pikir Mahir bisa melupakan cintanya kepada Amia secepat ini? Lalu tiba-tiba dia mencintaimu? Jangan bodoh. Mungkin dia cuma perlu hiburan." Darwin tertawa pelan. "Karena aku melakukannya, Vara. Aku menerima ajakan dari seorang gadis untuk pacaran dengannya. Karena, aku ingin membuktikan kepada semua orang, bahwa meskipun orang yang kucintai mencampakkanku, masih ada orang lain yang menginginkanku."

Memang Vara setengah berharap Mahir mengajaknya bertemu untuk membicarakan kemungkinan hubungan baru mereka. Tetapi apa yang dikatakan Darwin mirip dengan apa yang pernah dipikirkan Vara. Bahwa Mahir hanya mencari pengganti Amia.

"Kamu mau memilih untuk mengakhiri ceritamu yang menyedihkan itu atau terus menghidupkannya, itu terserah kamu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau kamu memang ingin berharap akan ada kesempatan untukmu dan dia. Kesempatan itu memang masih ada, karena berbeda dengan Elaisa, Mahir belum menikah."

***

Vara memandang pesan yang baru saja dikirimnya kepada Mahir, merasa tidak enak karena membatalkan janji dengan tiba-tiba. Setelah bicara dengan Darwin tadi, Vara kembali ingin memikirkan ulang mengenai segala hal di antara dirinya dan Mahir. Termasuk mengevaluasi pertemanan mereka.

Nggak papa, Var. Tadi cuma mau ketemu aja. Soalnya selama ini kita berteman lalu tiba-tiba lama banget kita nggak ngobrol. Kita tetep temenan kan sampai skrg?

Kalimat terakhir di pesan Mahir membuat Vara terdiam. Darwin memang benar. Vara berharap masih punya kesempatan. Tetapi Mahir hanya akan selalu menganggapnya teman.

Vara menutup wajahnya dengan bantal. Seorang laki-laki dan wanita sering bertemu, sering ngobrol, dan merasa nyambung. Si laki-laki punya kriteria khusus mengenai wanita yang membuatnya jatuh cinta. Si wanita tidak pernah memenuhi kriteria tersebut tetapi dianggap cukup layak sebagai teman ngopi, ngobrol, dan membicarakan wanita lain yang disukai laki-laki itu. Orang menamai fenomena itu dengan friendzone.

Tahukalau tidak mungkin saling mencintaimemang menyakitkan, tetapi lebihmenyakitkan lagi, kalausalah satu pihak masih bersikerasingin berteman. KesalahanVara selama ini, dia menganggap menyediakan waktu dan telinga untukmendengarkan Mahir,akan membuatnya keluar zona teman. Sesuatu yang tidak akan pernah terjadi.


####

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top