𝔬𝔠𝔱𝔬𝔟𝔢𝔯

Bulan Oktober membuat hampir seluruh isi sekolah disibukkan dengan berbagai aktivitas seperti merencanakan acara untuk akhir bulan, menghias sekolah, mendapatkan dana, dan berbagai macam hal lainnya. Membuat kau, yang tidak termasuk di dalamnya -dan tidak tertarik- hanya dapat duduk malas di belakang sambil memperhatikan mereka berceloteh.

"Hei, kau serius tidak mau membantu? Memberikan ide atau apa sehingga tidak perlu ribet membawa makanan." Saotome menghampirimu dengan setumpuk kertas di tangan yang berisikan ide-ide dari murid lain. Agar pembagian tugas berjalan adil, siapa pun yang tidak ikut serta dalam diskusi diwajibkan untuk menyumbangkan sesuatu, entah makanan atau dekorasi.

Kau menggeleng dan tersenyum masam, "kau tahu, aku malas berdebat dengan mereka," ucapmu sambil menunjuk Yahaba dan beberapa orang lain dengan dagu. 

Saotome langsung mencibir, "lalu, kau sudah tahu akan pergi dengan siapa nantinya?"

"Hah?" 

Satu decakan lolos dari mulut sahabatmu, "'kan sudah kubilang jangan terlalu tidak peduli dengan acara sekolah," tukasnya membuat kau meringis. Merutuki acara-acara yang membuatmu terpaksa mengeluarkan tenaga tambahan dan harus banyak berinteraksi.

Melihat reaksimu yang datar, Saotome merotasikan mata dan mulai menjelaskan. "Malam halloween nanti kau diwajibkan membawa teman lawan jenis," kekehnya, mengetahui hal itu akan mengusikmu. "Kau sudah merencanakan siapa yang akan kau ajak?"

"Kau mau pergi denganku?" 

"Aku sudah berjanji akan pergi dengan anak voli kelas tiga."

Kau tersenyum kecil, "kalau kau batalkan tidak masalah 'kan?" kekehmu, membuat satu tumpukan kertas tadi mendarat di atas kepala. "Sialan, jangan seenaknya," decak Saotome, "atau kau mau mengisi undian? OSIS sudah menyiapkan kalau-kalau ada anak sepertimu yang tidak laku."

"Aku akan mencari jalan keluarnya sendiri, terima kasih atas tawarannya," ucapmu sambil tersenyum seraya bangkit dan berjalan keluar. 

"Kau tidak sekalian membawa tas?" canda Saotome, kau hanya melambai dan berlalu. Pelajaran terakhir selama satu minggu ini hanya diisi dengan persiapan rencana untuk acara sehingga murid diperbolehkan keluar masuk kelas secara bebas selama tidak pulang atau keluar dari area sekolah. 

Kedua kakimu membelah kerumunan siswa yang berada di koridor, tengah mencoba melihat dekorasi-dekorasi. Kau menundukkan kepala lalu memasukkan kedua tangan ke dalam kantung jaket dan mempercepat langkah menuju lingkar luar bangunan utama. 

"Yo!" 

Suara itu membuatmu mendongak, mendapati kapten voli tengah berdiri di samping tangga di lantai dasar. "Kau mau?" dia menyodorkan roti susu kesukaannya yang langsung kau tolak dengan satu gelengan.

"Kau bolos lagi?"

Kau mencibir, "Oikawa-san sendiri? Sedang menghitung hiasan untuk tangga?"

Oikawa langsung terkekeh, "menjadi orang tampan memiliki keunggulannya sendiri. Kau tahu aku tidak perlu memb-"

"Aku mengerti senpai," kau tersenyum masam, tahu dengan baik kalimat selanjutnya hanya akan berupa pujian yang membanggakan dirinya sendiri. "Jadi, kau mau pergi ke mana?"

Oikawa mengendikkan bahu dan mengikuti langkahmu, "aku ikut denganmu saja."

"Aku tidak memiliki tujuan."

Kedua sudut bibir Oikawa langsung membentuk kurva, "kalau begitu, mau menemaniku latihan?" 

Bukan tawaran yang buruk, kau sendiri awalnya memang berniat menonton Oikawa latihan. Melihatnya yang fokus pada bola voli dan lapangan seolah kedua hal tersebut adalah kunci kebahagiannya cukup membuatmu terhibur. Ditambah dengan senyum lebar di wajah setelah dia sukses melakukan pukulan dengan baik.

Dia tahu apa yang diinginkannya dan berusaha keras untuk mendapatkannya.

Semua itu membuat waktu berjalan dengan cepat, bel telah berbunyi sejak beberapa puluh menit yang lalu tetapi kau enggan beranjak dari sana hingga Iwaizumi yang datang masuk dan membuat Oikawa berhenti. 

"Kau tidak mau kembali?" tanya Oikawa sambil menghampirimu lalu mengucapkan terima kasih atas air yang kau berikan. 

"Sudah satu jam sejak bel pulang," timpal Iwaizumi dari belakang. "Tidak perlu menunggu sampah sampah ini pulang, dia mungkin akan tetap di sini sampai malam." Perkataan itu membuat Oikawa langsung melayangkan protesnya pada Iwaizumi.

Kau terkekeh pelan, "sampai besok kalau begitu." Kau dapat melihat Iwaizumi menyikut perut Oikawa, membuatnya meringis dan menatap Iwaizumi tajam. Mengabaikan tingkah absurd mereka, kau berbalik dan berlalu meninggalkan gedung olahraga menuju kelas.

Begitu kau keluar dari gedung sekolah, langit di atas mulai menggelap dan matahari perlahan-lahan turun dengan semburat oranye menghiasi langit. Pemandangan yang indah.

"Oikawa-san? Kau belum pulang?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja begitu matamu menangkap sesosok pria dengan jersey sekolah berdiri di samping pagar sambil menatap langit.

Oikawa semula tampak terkejut, tetapi dalam beberapa detik dia langsung mengendalikan ekspresinya dan tersenyum. "Kebetulan aku mendapat urusan sedikit lalu aku melihatmu keluar dari gedung sekolah."

Kau hanya mengangguk dan berjalan bersisian dengan pria itu. "Kau tidak pulang dengan Iwaizumi-san?"

"Dia sudah pergi duluan," kekehnya.

"Rumahmu ke arah sana 'kan?" Kau menunjuk arah yang bersebrangan dengan tujuanmu, "kalau begitu sampai jumpa." Sebelum pergi kau mengulas satu senyum.

"Hei," ucap Oikawa sambil menggigit bibir, membuatmu kembali berbalik. Menatapnya dengan penasaran, tetapi Oikawa tidak kunjung mengeluarkan suara, dia menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Kau sudah memiliki teman untuk pergi ke acara halloween?"

"Eh, belum. Oikawa-san sudah dapat pasangan?" Dia langsung menggeleng, membuatmu tertawa pelan. "Kalau begitu kau mau perg-"

Oikawa dengan cepat menutup mulutmu, tidak bisa menutupi ekspresi kaget bercampur panik di wajah. "Aku yang harusnya bertanya. Kau mau pergi denganku?"

Kau kembali tertawa dan mengangguk. "Oke."

***
31st October 20XX

Kau menatap pantulan dirimu dalam balutan kain berwarna keabuan yang dililit di tubuh dipadukan rok kain berwarna abu senada yang lebih tua sehingga tampilanmu menyerupai mumi. Merasa kurang riasan di wajah, kau menambahkan warna ungu tua pucat di bibir. Sudah cukup. Kau menarik napas dan mengangguk, meyakini diri sendiri kalau dirimu tidak seburuk itu.

Tak berselang lama ponsel di atas nakasmu berbunyi, terpampang nama Oikawa di layar. Tanpa mengangkatnya, kau langsung berlari ke bawah dan membuka pintu. Di depan sana Oikawa sudah berdiri memakai tuxedo hitam dengan bercak-bercak darah di kemeja putihnya, rambut yang ditata rapih serta riasan darah di sisi-sisi bibirnya. Berkat penampilan itu, kau bisa melihat dahinya secara lebih jelas.

Menyadari kehadiranmu, dia menoleh dan terpaku selama beberapa saat sebelum berdeham dan memalingkan wajah, "kau tampak sangat cantik." 

Kau tersenyum kecil, berusaha menutupi semburat di pipi. "kau memilih sesuatu yang cocok denganmu. Vampir?" Godamu sambil mendekat dan menutup pagar sementara Oikawa menawarkan diri untuk membawakan plastik yang berisikan kue.

Oikawa mendecak kesal, "aku cocok dengan semua hal. Tetapi, dengan kostum ini kita serasi 'kan? Sama-sama berperan sebagai makhluk yang abadi." Tanpa perlu kau ucapkan secara lisan, semua orang tahu jika seluruh anggotah voli terlebih Oikawa memiliki wajah rupawan seandainya dia bisa menutup mulut. Kau memilih mengabaikan celotehannya dan berjalan lebih dahulu. 

"Kau membuat apa?" Dia melongokkan kepala ke dalam kantung, tetapi kotak berwarna yang menutupinya membuat Oikawa sama sekali tidak dapat menebak. 

"Tiramisu Pumpkin, kau suka pumpkin?" 

Oikawa mengendikkan bahu, "tidak terlalu. Tetapi kalau kau yang membuatnya, aku pasti menyukainya." Kau hanya membalasnya dengan satu anggukan kepala, "hei, sebelum sampai," Oikawa mengangkat tanganmu dan menyerahkan sekuntum bunga lalu tersenyum kecil. "Bunga kosmos ini untukmu." 


Ahmanet
(m.) salah satu tokoh di film mummy, terinspirasi dari kostumnya mina twice♡

Cosmos

(m.) hope, peace, beauty, and joy




side note-;
aku ngebayangin oik itu tipe yang flirty ke orang, tapi kalau ke gebetannya sendiri dia malah malu" makanya iwa makin gregetan😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top