𝔫𝔬𝔳𝔢𝔪𝔟𝔢𝔯
Musim gugur mungkin menjadi salah satu musim kesukaanmu, memberikan kesempatan untuk memandangi daun-daun yang jatuh berguguran dan pada akhirnya memenuhi tanah. Menjadi karpet merah kecokelatan. Dan, perpustakaan yang terletak di sisi taman adalah lokasi paling strategis untuk melihat fenomena itu.
Tetapi, tanganmu terhenti di gagang pintu masuk sesaat setelah kedua netramu secara tidak sengaja menangkap sosok Oikawa yang lewat dengan terburu dari kantin menuju gedung olahraga dengan pakaian basah. Membuatnya tubuhnya tercetak jelas dibalik kaus olahraga. Menggigit bibir, kau berbelok ke kanan dan berjalan pelan menuju gedung olahraga.
Sudah beberapa minggu berlalu sejak acara halloween dan kalian tidak sempat bertukar kata selain seulas senyum atau lambaian tangan. Oikawa disibukkan dengan persiapannya menghadapi pertandingan interhigh dan kau mempersiapkan ujian, mengingat kau dapat bersekolah di sini karena beasiswa yang diberikan.
Sebelum menyusul Oikawa ke dalam gedung olahraga, kau memutuskan untuk berhenti di kantin dan membelikan beberapa makanan sehat yang bisa didapatkan.
Begitu kau sampai di gedung olahraga dan membuka pintu, hanya ada Oikawa seorang yang tengah berdiri di belakang net sambil berlatih. Mengurungkan niat untuk lekas masuk, kau memutuskan untuk memperhatikan dari pintu bagaimana Oikawa melempar bola ke atas dan melompat untuk memukulnya. Senyummu merekah begitu melihat bagaimana bola melewati net dengan sempurna.
Dan beberapa saat setelahnya kau mendengar suara debuman yang cukup keras, dengan tergesa kau menghampiri Oikawa yang terbaring. "Senpai, kau baik-baik saja?"
Begitu Oikawa membuka mata, kedua netra cokelat miliknya bertabrakkan denganmu selama beberapa waktu sebelum dia tersenyum, hendak melompat bangun sebelum kau menghentikannya dan mendorong dia untuk kembali tidur. "Istirahat saja dulu, kau sudah makan?"
Dia tidak langsung membuka suara, menimbang jawaban yang harus diberikan sebelum mengangguk.
Kau merotasikan mata melihatnya yang berbohong, "jangan bodoh senpai, kau mau ini? Kebetulan ada yang menawarkannya padaku."
Oikawa tertawa pelan, "terima kasih atas perhatiannya," dia menarik bibir membentuk seringai, "roti gandum dan yogurt? Bukankah di kantin ada roti lain?"
"Hanya itu yang tersisa," tukasmu, berusaha tampak tak acuh, tetapi Oikawa tidak membiarkan kesempatan yang ada di depannya lepas begitu saja. Dia menaikkan alisnya dan tersenyum menggoda, "jadi kau membelikan ini khusus untukku?"
"Tidak juga."
Oikawa terkekeh, "bagaimana persiapan ujianmu? Kau butuh bantuan untuk matematika?"
"Sejauh ini baik-baik saja," gumammu. Pertemuan pertama kalian dimulai pada saat kau menginjak kelas satu, ketika Saotome mengajakmu bergabung dengan Yahaba dan Watari dalam satu kelompok belajar. Dan dalam pertemuan kelima, Yahaba serta Watari yang saat itu menjadi anggota voli membawa bantuan (atau masalah di saat yang bersamaan menurut Yahaba) bernama Oikawa Tooru. Meski memiliki perangai yang buruk, pria itu cukup baik dalam menjelaskan.
Pertemuan itu lantas berlanjut selama beberapa kali sehingga lamban laun kalian menjadi cukup dekat untuk disebut teman. Oikawa kerap kali membantumu mengerjakan tugas dan kau terkadang menemaninya latihan atau membawakan makanan. Simbiosis mutualisme, kira-kira. Meski Saotome menanggapinya dengan berbeda.
"Kau bisa mengandalkanku untuk itu," dia menepuk kepalamu, "tidak perlu bergelut seorang diri dengan angka-angka."
Kau terkekeh pelan, mengucapkan ungkapan syukur tanpa suara. Setidaknya, Oikawa selama ini menjadi dukungan moral untukmu yang selalu khawatir sekalipun kau tidak pernah mengatakannya secara lantang. Membuatmu di sisi lain, berharap dapat membantunya meski hanya sedikit. "Kapan kau akan bertanding?"
Oikawa cukup terkejut dengan pertanyaanmu tetapi tak urung menjawab, "dua minggu lagi kurang lebih. Kau mau datang menonton?"
Tanpa ragu kau mengangguk.
"Lalu, ujianmu?"
Kau mengulas senyum tipis, menatapnya yakin. "Tenang saja, aku bisa menaklukkan itu. Lagipula, aku sudah tak datang tahun lalu."
***
Interhigh Qualifying Round
Miyagi Prefecture
Pertandingan sudah memasuki seperempat babak menuju final, kini Aoba Johsai akan bertanding dengan Date Tech yang dikenal sebagai tembok besi. Tetapi melihat jalannya pertandingan sejauh ini kau tidak terlalu khawatir, karena masalah sesungguhnya adalah dua pertandingan setelah ini. Melihat rekaman yang diberikan oleh Saotome terkait pertandingan terakhir dengan Karasuno, Aoba hanya menang dengan perbedaan skor yang tipis.
Lalu, setelah menang. Mereka masih harus menghadapi Shiratorizawa. Musuh tak terkalahkan selama beberapa tahun terakhir ini. Kau menggigit bibir gelisah, membuat Saotome yang duduk di sisimu terkekeh. "Nikmatilah pertandingan yang ada di depanmu saat ini. Percaya saja padanya."
"Maaf," ucapmu lalu mengulas senyum. Kekhawatiran yang kau rasakan bukan karena tidak percaya, alih-alih kau sangat mempercayai mereka yang telah berlatih siang dan malam tanpa kenal lelah. Kau hanya tidak ingin Oikawa kembali terpuruk lalu menyalahkan dirinya sendiri, menjadi abai terhadap kesehatan, dan pada akhirnya jatuh sakit.
Beberapa belas menit telah berlalu, pertandingan di sebelah telah berakhir dan pertandingan di sini hampir mendekati akhir. Sorak sorai kemudian memenuhi stadion bersamaan dengan bertambahnya angka untuk Aoba Johsai di detik terakhir.
Saotome langsung melompat dan memelukmu sementara kau tersenyum. Dari atas, kau bisa melihat kebahagiaan di mata mereka.
Oikawa adalah yang terakhir mendongak ke atas dan melambaikan tangan, tetapi sekalipun kedua bibirnya tertarik ke atas kau dapat melihat dia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.
"Ne, Saotome, aku akan pergi ke toilet sebentar ya."
Gadis itu hanya mengangguk. Dengan tergesa kau turun dari atas, berlari secepat mungkin menuju jalan di dekat ruang latihan. Setelah menunggu beberapa saat, kau dapat menangkap anggota Aoba Johsai yang berjalan keluar dari area pertandingan.
Begitu menyadari kehadiranmu di dekat sana, Oikawa mengucapkan beberapa kata pada anggota yang lain dan menghampirimu dengan senyum tercetak di wajah. "Bagaimana pertandingannya tadi?"
"Kau luarbiasa." Sebuah pujian yang tulus, tidak ada kebohongan sama sekali di dalamnya, membuat senyum di wajah Oikawa semakin lebar.
"Arigatou."
"Kau harus bersiap untuk yang selanjutnya 'kan? Kalau begitu semangat, aku percaya padamu." Oikawa terdiam untuk beberapa saat begitu mendengar kalimat yang kau ucapkan, tidak menduga kau akan menunjukkan kepedualian secara terang-terangan. Dia lantas mengacak rambutmu dan tersenyum dengan tulus.
Setelah itu kau langsung kembali ke atas, di bawah sana seluruh anggota Karasuno telah bersiap yang disusul dengan anggota Aoba Johsai memasuki lapangan.
Pertandingan itu membuat atmosifir di dalam stadion penuh ketegangan, kedua tim bertanding dengan sangat ketat. Angka-angka berubah perlahan, dan set pertama berakhir dengan kemenangan tipis sekolah Karasuno. Berlanjut dimenangi oleh Aoba Johsai, membuat posisi kedua tim seimbang.
Tanpa sadar kau menggigit bibir, seandainya saja pertandingan ini dapat meloloskan dua sampai tiga orang seperti yang berlaku di Tokyo. Kau mendesah, tidak ada gunanya berimajinasi karena saat ini yang terpenting adalah pertandingan di depan.
Memasuki babak terakhir, sorakan para pendukung semakin lantang.
Setelah beberapa menit yang terasa mendebarkan itu, kini hanya tersisa satu kesempatan. Satu angka kemenangan bagi Karasuno atau satu kesempatan untuk Aoba Johsai agar dapat kembali berjuang. Kau mengepalkan tangan begitu melihat bola melambung ke sisi net tim Aoba dan Oikawa yang menerjang maju ke depan -bahkan setelah kakinya yang cidera menyentuh lantai dengan keras tadi.
Hanya beberapa detik perbedaan waktu. Tetapi bola sudah jatuh lebih dahulu di sisi Aoba Johsai. Terlambat. Selesai.
Kau terdiam untuk beberapa waktu, bahkan setelah peluit berbunyi dan mereka membungkuk di hadapan para pendukung. Kau tidak tahu harus merespon seperti apa hasil pertandingan ini. Kemudian kedua matamu bertabrakkan dengan Oikawa sekilas sebelum netranya bergulir ke arah lain. Dia tidak bereaksi banyak.
"Saotome-chan, aku pergi duluan ya," pamitmu sambil berlari ke bawah. Kali ini kau memutuskan untuk menunggu di tempat lain, memilih menemuinya setelah Oikawa selesai berbicara dengan timnya terlebih dahulu.
Tiga puluh menit telah berlalu. Kau dapat melihat satu persatu penonton telah meninggalkan tempat ini, bahkan kau sempat bertemu dengan anggota voli Karasuno tetapi tidak melihat seragam berwarna tosca milik Aoba Johsai.
Merasa mereka masih lama, kau hendak keluar untuk membeli minum tetapi langkahmh terhenti saat mendengar suara berat yang bertanya, "kau menunggu Oikawa?" Begitu berbalik, kau dapat melihat Iwaizumi berdiri di beberapa meter di belakang dengan mata yang sedikit merah, kau mengangguk ragu.
"Dia masih di dalam, mungkin kau bisa menemaninya sebentar sebelum kembali."
Setelah mengucapkan terima kasih singkat, kau berlari menuju lokasi yang ditunjukkan oleh Iwaizumi. Di dalam sana, Oikawa hanya duduk menatap botol minum, membuatmu tersenyum pilu.
Kau berjalan pelan lalu duduk di sisinya tanpa suara. Setelah beberapa waktu, Oikawa mengangkat kepalanya lalu menatapmu dengan senyum selebar mungkin. "Hei, maaf sudah merepotkanmu datang tetapi tidak bisa menunjukkan pertandingan yang terbaik. Padah-"
Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, kau menarik Oikawa ke dalam pelukan. Merutuki bagaimana dia bisa begitu bodoh sekaligus menyedihkan di saat yang bersamaan. Terkejut dengan tindakanmu, Oikawa tertawa ringan, tetap berusaha menutupi perasannya sendiri dan bertingkah seolah semua baik-baik saja.
"Hee~ apa kau menyukaiku sekarang? Aku tahu kal-"
"-bisakah kau menutup mulut meski hanya sebentar," gerammu. Padahal kau sedari tadi berusaha untuk tidak menangis. Tanganmu bergerak untuk menepuk punggungnya pelan selama beberapa kali, "bukankah kau pernah bilang kalau aku tidak perlu berjuang seorang diri. Lantas, kenapa itu tidak berlaku untukmu Tooru?"
Tubuhnya menegang untuk sepersekian detik saat kau memanggil namanya, entah sudah berapa lama dia menganggumu hanya untuk menyebutkan namanya tanpa embel-embel. Dia tertawa pelan sebelum perlahan tetes demi tetes air jatuh membasahi pakaianmu. Kau tersenyum kecil sambil berusaha memberikan Oikawa kenyamanan.
Oikawa tidak menangis dengan kencang, hanya berupa isakan-isakan kecil tetapi cukup untuk meremukkan perasaanmu.
Dia yang tidak pernah menunjukkan ketakutan atau pun perasan yang sesungguhnya, menutupi itu semua dengan tingkah menyebalkan kini perlahan-lahan melepaskan topeng. Menangis di dalam pelukanmu.
"Terima kasih," ucapnya parau setelah beberapa menit. "Tolong biarkan aku selama beberapa saat."
Kau tertawa pelan lalu bergumam sebagai jawaban. "Iwaizumi-san dan yang lain sudah menunggumu senpai."
Mendengar panggilanmu yang kembali seperti semula, Oikawa langsung melepaskan diri dan menatapmu dengan kesal. "Jangan panggil aku senpai."
"Pada kenyataannya kau memang kakak kelasku, Oikawa-san."
Oikawa mengembungkan pipinya malas, "aku tidak akan beranjak dari tempat ini." Dia mengangkat satu alisnya, menantangmu.
Kau menggeleng tidak percaya, siapa yang baru saja menangis tadi? "Kalau begitu sampai nanti, aku akan bilang kalau kau mau pulang berjalan kaki seorang diri."
"Kau yakin?" suaranya yang cukup kencang membuatmu menghentikan langkah untuk keluar, menoleh dengan malas. "Aku sudah mengatakan pada mereka untuk pergi lebih dulu, kau mau pulang jalan kaki? Saotome-chan juga sudah pasti ikut dengan yang lain."
Wuah, decakmu dalam hati. Sekarang mengerti alasan Iwaizumi yang keluar dengan membawa dua tas.
"Bagaimana kalau kau menemaniku pergi ke suatu tempat?"
Kau menghela napas lalu mengangguk, mengikuti Oikawa yang menuntunmu ke stasiun kereta dengan tujuan Tokyo. Memilih untuk tidak bertanya, kau hanya diam selama perjalanan sambil sesekali menjawab pertanyaan Oikawa sebelum akhirnya dia jatuh tertidur di sampingmu akibat kelelahan.
Perjalanan itu membutuhkan waktu lebih dari dua jam, setelah berganti kereta di salah satu stasiun dan berjalan kaki selama beberapa menit akhirnya kau mengetahui tujuanmu. Taman Shinjuku Gyoen, salah satu spot terbaik untuk menikmati pemandangan daun berguguran yang memenuhi tanah. Membuatnya menjadi berwarna merah kecokelatan.
"Kau menyukainya?" Oikawa melirikmu yang terdiam, dia mengacak rambutmu sambil terkekeh. "Aku memang yang terbaik ya?"
Menelan pujianmu bulat-bulat kau berdecak. Tidak hanya jalan yang dipenuhi daun, kau juga terpukau oleh panorama danau di bawah cahaya matahari. Kalian terus berjalan hingga Oikawa menghentikan langkahnya di depan bunga chrysanthemum yang di tanam dengan rapih dan dikelompokkan sesuai warna.
Kau berjalan mendekati bunga-bunga itu dengan senang, mengagumi berbagai bentuk dan warnanya yang indah serta unik itu selama beberapa belas menit.
"Kebetulan sedang ada festival bunga chrysanthemum di sini setiap bulan November," jelas Oikawa dari belakangmu tiba-tiba, membuat kau terlonjak dan menoleh. Baru menyadari kehadirannya yang kini membawa sebuah buket kecil berisikan bermacam warna bunga chrysanthemum.
Tanpa kau mengeluarkan suara, dengan kepekannya yang tinggi, Oikawa sudah menjawab kebingungan di raut wajahmu, "sebagai ucapan terima kasih karena sudah menemaniku." Dia tersenyum dan menarikmu dalam pelukan. "Terima kasih sudah menjadi seorang teman yang berharga."
Meski aku mengharapkan sesuatu yang lebih.
Shinjuku Gyoen
(m.) salah satu taman terpopuler sekaligus terbesar di Jepang
Chrysanthemum
(m.) love, happiness, friendship, honesty
side note-;
dari yang kubaca-baca bunga chrysanthemum (kuning) ini juga merepresentasikan kerajaan jepang, dan ada acaranya setiap bulan September sekaligus melambangkan musim gugur. dan arti ditiap negara sama warnanya berbeda, kalau di jerman, chrysanthemum itu menyimbolkan kematian :')
plus, karena gak bisa masukkin scene fav ini, jadi video aja :')
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top