1

Lehya menekuk sepasang lutut. Kepala ia sandarkan di atasnya, hingga rambut lurusnya menyentuh lantai. Jari-jari tangannya saling terkait, menyangga telapak kaki.

Sepasang mata teduh Lehya tertambat pada sepotong burger di atas sebuah alas mirip baki. Di sebelahnya segelas air telah ia teguk separuh. Selera makannya turun drastis sejak masuk sel tahanan ini.

Ruangan tiga kali empat ini sedikit lebih besar dari kamarnya, bahkan makan minum tidak perlu membayar, diantar pula. Menunya pun lebih baik ketimbang nasi bungkus yang sanggup ia beli di luar sana. Di sini semua terjamin, tanpa perlu ia berpayah-payah mendapatkannya, seperti yang selalu ia lakukan sejak ibu dan ayahnya meninggal karena kecelakaan, lima tahun lalu. Hanya saja, semewah apa pun sel tahanan, tidak akan membahagiakannya.

Lehya tidak habis pikir kenapa dirinya ditangkap. Tuduhan radikal yang dialamatkan kepadanya salah alamat. Ia bahkan tidak begitu memahami arti kata 'radikal' dengan baik. Gadis miskin seperti dirinya hanya tahu bagaimana agar bisa makan setiap hari dan bermimpi akan dinikahi pangeran tampan.

"Waktu makan habis!"

Lehya mendongak. Penjaga tahanan memberi gestur, agar ia mendorong baki ke dekat jeruji. Sebelum menurutinya, burger terlebih dulu ia ambil untuk ia makan nanti.

"Taruh lagi!" hardik penjaga tegas. "Besok lagi, manfaatkan dengan baik waktu makanmu!"

Meskipun tidak punya selera makan tapi Lehya sadar tubuhnya membutuhkan asupan. Maka tanpa mempedulikan penjaga, segera ia menggigit separuh burgernya.

"Taruh lagi!" hardik penjaga, lebih galak dari sebelumnya.

Lehya terus mengunyah potongan burger di dalam mulut, tidak mengindahkan hardikan penjaga.

Penjaga kesal. Ia mengayunkan tongkat bermaksud memukul Lehya.

"Hentikan!" Sebuah suara membuat penjaga urung memukul Lehya. Ia menoleh, seketika ekspresi kejamnya berubah segan.

"Satu pukulan yang mendarat di tubuhnya, sepuluh pukulan yang akan aku lakukan padamu!"

Lehya menghentikan kunyahannya. Ia penasaran kepada pemilik suara yang baru saja mengancam penjaga. Dari suara bass-nya jelas sekali pemiliknya seorang laki-laki. Namun sosoknya belum tampak.

Penjaga mengangguk hormat kepada pemilik suara. Tampak sekali ia sangat ketakutan, segera pergi sebelum mendapatkan masalah.

Sisa potongan burger tidak menarik lagi buat Lehya. Ia segera meletakan kembali pada baki seraya menelan bulat-bulat kunyahan di mulut yang belum sepenuhnya halus.

"Habiskan air minummu!" suruh seorang lelaki yang mengenakan seragam yang sama dengan penjaga yang tadi. Ia memindai retinanya untuk membuka kunci pintu tahanan.

"Tugasmu hanya membuka kunci itu, terus membiarkan tahanan pergi!" Seorang pemuda tampan berdiri di sebelah penjaga yang baru saja selesai membuka pintu.

"Sudah, Tuan!" Penjaga mengangguk hormat kepada si pemuda tampan.

Lehya nyaris tidak berkedip memandang pemuda tampan di depannya. Ia yakin pemuda itu punya pengaruh besar sehingga bisa membuat kedua penjaga menuruti perintahnya.

"Keluarlah!" perintah si pemuda tampan, tidak kalah galak dengan si penjaga.

Alih-alih menuruti perintah, Lehya tersenyum kagum dengan sepasang mata pemuda itu yang sangat bening dan berwibawa. Wajahnya tidak tersenyum sama sekali, tapi mampu membuat dadanya berdebar.

"Cepat keluarlah sebelum saya berubah pikiran!" Suara si pemuda lebih lunak dari sebelumnya, tetapi penuh tekanan.

Lehya seperti tersihir sorot bening mata pemuda tampan itu. Ia bangkit dengan perasaan berbunga-bunga, bukan hanya karena dibebaskan dari tahanan, tetapi juga karena kagum dengan orang yang membebaskannya.

Lehya keluar tahanan dengan pandangan terus tertambat pada si pemuda tampan.

"Ikuti aku!" suruh pemuda tampan. Ia berjalan tegap, menyusuri lorong sel tahanan.

Lehya mengekor si pemuda tampan dengan peraasan senang bukan kepalang. "Saya mau dibawa ke mana, Tuan?"

"Haki, panggil aku begitu dan jangan membantah!" Pemuda tampan yang mengaku bernama Haki melirik Lehya dengan sorot mata angkuh.

"Baik, Tuan Haki!" Lehya mengangguk segan.

Haki menghentikan langkah. Ia menoleh kepada Lehya dengan tatapan sadis. "Apa telingamu bermasalah?"

Lehya menggeleng takut. "Ti-tidak, Haki!"

Haki tersenyum puas. Matanya tetap menyorot tajam. "Siapa namamu?"

Lehya beranikan diri untuk melirik wajah Haki. "Lehya."

Haki tak acuh dengan jawaban Lehya. Ia kembali meneruskan langkah, tanpa pamit kepada para petugas. Mereka menunduk, membiarkan tahanan keluar bersama seorang penjamin.

Haki berhenti di depan sebuah sedan klasik produksi tahun 2020 yang terparkir tepat di depan akses masuk gedung tahanan.

Haki membukakan pintu untuk Lehya. "Masuklah!"

Lehya bingung mendapatkan perlakuan bak seorang putri. Ia ragu untuk masuk ke mobil yang ia yakini sangat mahal karena sangat klasik.

"Apa telingamu bermasalah?" Haki menjadi kesal.

Buru-buru Lehya masuk ke mobil. Perasaannya menjadi tidak nyaman. Ia takut akan mendapatkan perlakuan yang kemungkinan lebih buruk dari para penjaga tahanan.

***

Demonstrasi besar-besaran berlangsung di depan istana. Tidak kurang dari sepuluh ribu massa berkumpul, meneriakkan yel-yel sambil mengacung-acungkan baliho berisi tuntutan.

Sekarang memasuki hari kesepuluh sejak para demonstran berkumpul di depan istana. Jumlahnya semakin banyak, membuat aparat keamanan menambah personel untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Bukan hanya di depan istana, hampir di setiap kota terjadi demonstrasi, termasuk Balamoa, salah satu ibu kota distrik pinggiran kerajaan.

Demonstrasi dipelopori aktivis pro demokrasi. Mereka mengajukan tuntutan untuk menghentikan penangkapan dan membebaskan para aktivis. Aksi itu ditunggangi sekelompok organisasi radikal yang menuntut Raja lengser dan merubah sistem kerajaan menjadi republik.

Kerajaan Pangkah sejatinya sebuah negara industri maju. Mereka memproduksi barang-barang automotive dan elektronik dengan teknologi canggih. Sayang, kesenjangan sosial cukup tinggi, sehingga angka kejahatan semakin tinggi dari tahun ke tahun.

Raja Wilardi yang berkuasa sejak dua puluh enam tahun lalu, berusaha menurunkan tingkat kejahatan dengan membuat sebuah penjara yang super canggih dan keamananan yang sangat ketat. Terpidana yang masuk ke sana tidak akan pernah kembali lagi kepada keluarganya.

Pada awalnya, kebijakan itu disambut hangat rakyat karena berhasil mengurangi angka kejahatan secara signifikan. Sayang, Perdana Menteri Gregony memanfaatkan situasi tersebut untuk membungkam lawan-lawan politik. Aktivis yang lantang mengkritik pemerintah langsung ditangkap. Akibatnya, kejahatan kembali marak di Kerajaan Pangkah.

Sementara itu, sebuah mobil melaju sedang di jalan yang tidak jauh dari lokasi demonstrasi.

"Semakin hari, semakin besar jumlah demonstran!" keluh Haki. Ia berkata sendiri, tidak ditujukan kepada Lehya yang sejak tadi diam.

Mobil masuk ke pelataran parkir kedai kopi. Haki menghentikan mobil di area VIP.

"Turunlah!" Haki melepas sabuk pengaman. Untuk mobil klasik seperti Honda City tahun 2020 memang masih menggunakan tombol manual, berbeda dengan teknologi zaman sekarang yang serba sensor digital. Tapi kendaraan berusia empat puluh tahun tersebut menjadi barang antik bernilai jual tinggi.

Lehya menurut. Ia keluar mobil dan berdiri saja, tidak tahu harus bagaimana.

Haki menyerahkan kunci kepada petugas parkir. Selepas itu, tanpa basa-basi ia menggamit lengan Lehya. Gadis itu kaget, seketika menjadi canggung. Namun, ia akan menurut saja, meskipun tidak tahu apa yang akan terjadi padanya nanti.

Haki dan Lehya disambut dua orang pelayan kafe. Satu orang menarik kursi untuk kedua tamunya. Satu orang lagi siap mencatat pesanan.

"Kopi Arabika hitam satu!" Haki menoleh kepada Lehya. "Kamu mau pesan apa?"

"A-apa saja." Lehya berkata gugup akibat tertangkap basah sedang memandang Haki.

"Kopi Arabika hitam dua!" Haki merevisi pesanannya.

Lehya penyuka kopi Arabika hitam. Sayang, harganya mahal sehingga hanya bisa mengkhayalkannya. Sekarang tanpa diduga, ia akan menikmati minuman kesukaannya tersebut bersama seorang pemuda tampan yang baru dikenalnya.

Pelayan mengusap SmartBook, menginput pesanan.

Smartbook adalah buku digital. Begitu canggihnya teknologi yang berkembang di Kerajaan Pangkah sehingga setiap peralatan kehidupan semua dalam bentuk digital.

"Baik, Tuan. Pesanan telah diterima. Mohon menunggu." Pelayan mengangguk hormat kepada kedua pelanggannya, sebelum berlalu.

Haki menatap Lehya lekat-lekat. "Kamu cantik!"

Seketika wajah Lehya pucat pasi. Pipinya merona merah. Pujian dari lelaki sudah sering ia dapatkan, namun baru kali ini ia mendengar pujian sekaku itu, lugas, dan tidak ada nada romantisnya sama sekali.

"Apa telingamu bermasalah?" Haki sedikit gusar karena pujiannya tidak mendapatkan respon.

Lehya menggeleng canggung. "Maaf, saya hanya kaget saja."

"Sebut diri kamu dengan 'aku" jangan 'saya" biar akrab." Haki mengulas senyum tipis. Ia berusaha mencarikan kekakuan.

Dalam hati Lehya mengeluh karena Haki ternyata menyebalkan. Bahkan urusan sebutannya saja harus menurut kepada lelaki itu.

Haki kembali menatap Lehya. "Aku akan membuatmu semakin cantik!"

Lehya mengerjap bingung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top