#9 . Cerita Pada Sebuah Siklus
June 2014
Muak mungkin satu kata yang saat ini sedang pantas kuungkapkan untuk menggambarkan kata 'cinta'. Ya, aku muak dan lelah dengan apapun yang berbau percintaan, entah platonic, atau yang lebih dari itu. Bukan salah dia yang membuatku benci padanya setengah mati, juga bukan kesalahanku yang merasa ada kesalahan dengan kisah cintaku yang sudah lewat.
Seharusnya aku tahu mengagumi tidak sama dengan mencintai. Menyukai tidak sama dengan mengasihi. Dia yang pernah kukira aku cintai, ternyata membuatku ingin muntah saat ini hanya dengan mendengar namanya. Jijik adalah gambaran paling bagus untuk melukiskan apa yang terngiang di kepalaku setiap mengingat namanya.
Duh! Menyebutnyapun aku tak sudi.
"Jangan terlalu benci sama orang gitu lah, Tess..." teman dekatku menasihatiku sambil lalu. Kami sedang ada di tempat paling cozy langganan kami. BK! The king of burger, the place to relaxing, the coziest food store ever. Tia, temanku itu menyeruput colanya sekali lagi sebelum meneruskan nasihatnya, "Gua agak bingung sih, Tessa. Lu itu kalau suka.. sukkkkaaaaaa banget. Giliran udah gak suka kok jadi gini sih. Pamali ah! Dia kan nggak ada salah sama elu!"
"Yee! Salah dia banyak kali sama gua. He is a liar, Tia!" aku menggigit sedikit whooper medium pesananku. "Dia bersembunyi di balik topeng cuek dan anak baik-baiknya! Kenyataannya dia nggak lebih baik dari anak-anak smooking room di kampus yang cuma tahu main-jalan-hangout-main lagi. Dia udah ngebuat gua jijik sama dia..."
Aku beragumen penuh kebencian. YA.... Entah bagaimana ceritanya aku bisa menjadi begitu tidak suka dengan sikap laki-laki yang satu ini. Dulu, ketika rasanya dunia kami begitu dekat, aku merasa dia adalah pusat kehidupanku. Dia panutan, dia pria idaman. Sayang ketika tahu ternyata dia tidak lebih dari sekadar playboy cap kampong kampus yang sukanya tebar pesona pada junior-junior lugu di kampus, aku jadi jijik setengah hidup padanya.
He is seriously disgusting.
"Ya, gua sih cuma mau ingetin aja Tessa, jangan sampai segitunya lah sama orang. Nggak baik! Nanti kena karmanya loh!"
"Whatever Ti..." hanya itu jawaban yang kuberikan untuk mengakhiri diskusi ini. Aku sudah terlampau muak.
***
Selepas menyantap makan malam di BK, kami berkeliling mall sebentar untuk mencuci mata. Siapa tahu ada baju baru, atau ada diskon besar di UNIQLO seperti beberapa waktu lalu. Intinya kami mencari kesempatan untuk memuaskan hasrat belanja. Hasrat terbesar semua wanita.
Tengah melihat ke berbagai penjuru mall, mataku berhenti pada suatu titik di dekat sebuah took roti. Ada sosok yang kukenal sedang berdiri di depan etalase dan memilih beberapa roti. OH GOSH! THAT's MY JUNIOR HIGH FRIENDS. Aku berjalan cepat menuju toko roti yang dari jauhpun harum rotinya sudah tercium lezat membuat perut yang sudah diisi makanan kembali lapar.
"DIJA!" panggilku dari belakang. Refleks laki-laki itu langsung berbalik dan sama kagetnya melihat wajahku. He is indeed DIJA, my bestiest. Badannya sekarang sudah cukup tegap dengan shirt hijau yang pas di badannya.
"Tessa! Long time no see!" dia tersenyum, excited.. sama sepertiku. "How's life?" tanyanya.
"Never been as good as before you leave" jawabku membuat senyumnya makin lebar.
"Bisa aja lo!" kelakarnya sambil memukul bahuku membuat sikunya menyentuh pria lain yang lebih tinggi dari Dija dan lebih lebih lebih tampan. YA TUHAN AKU MAU MATI SEKARANG. Oksigen di mana?? Oksigen oksigen... I need you!
Saat itu aku baru menyadari keberadaan laki-laki ini. Melihatku seperti kebingungan, Dija kemudian memperkenalkan laki-laki di sampingnya, "Tessa... ini teman sekampus gua, Dion. Dion ini Tessa teman baik gua di SMP dulu...."
"Oh... ini si bahasa kalbu and the gank lo itu?"
GOSH! "Hahaha... lo udah cerita apa aja ke Dion, Ja? Berani juga lo ngakuin kebodohan-kebodohan yang kita lakuin di SMP dulu..."
"Dia cerita banyak.." ujar Dion sebelum Dija bisa menjawab pertanyaanku, "percaya atau nggak, saya kagum sama kalian. Kayaknya masa kecil kalian bahagia banget ya?"
Dija tertawa keras. "My life is wonderful thanks to her and all of her crazy ideas!"
"Ide gila gue? Ide gila lo kali, Dija! Jangan memutarbalikkan fakta deh...." Aku tidak terima dipermalukan begini. Apalagi di depan well.... Dion si manis hahaha.
"Ehem..." suara lain terdengar di belakangku. Ya ampun iya, TIA!
"Astaga Tia... sorry sorry... " aku tersenyum mohon ampun padanya. Dia hanya memaklumiku seperti biasanya. Dengan sigap aku langsung memperkenalkan Tia sebagai teman kampusku kepada Dija dan Dion. Hanya sebentar kami mengobrol setelah itu karena Dija dan Dion harus segera mengejar jadwal bus rutin yang akan membawa mereka ke daerah kosan mereka di Tangerang.
"Nice to meet you again, Tessa" ujar Dija. Aku memberinya senyum tulus dan pelukan, "nice to meet you too, Dija..."
"Senang ketemu kamu, Tessa..." kali ini suara ringan Dion yang menyapaku. Tangannya terulur untuk bersalaman denganku. Dia sopan sekali. Kusambut uluran tangannya, "senang juga ketemu kamu, Dion..."
"Jangan lupa keep in touch ya! Nanti kita atur jadwal ketemuan lagi..." ujar Dija sambil berjalan menuju pintu barat beriringan dengan Dion. Aku mengikuti mereka sampai hilang dari pandanganku. Setelah itu baru aku memfokuskan diri lagi pada bumi yang kupijak.
"You liked him, huh?" ujar Tia dengan cepat setelah menyadari pandanganku tidak lagi tertuju pada satu titik di ujung sana.
"Siapa?"
"Siapa lagi? Ya si Dion lah! That's so obvious...."
"Siapa sih?"
"D.I.O.N dear Tessa sayang...."
"SIAPA YANG NANYA!!! WUEEEK...." Aku tertawa sambil berlari menjauhi Tia takut terkena pukulan mautnya.
"Kurang ajar lu ya, Tessa! Lihat aja sih... kita tunggu sampai berapa lama lu tergila-gila sama Dion sebelum nanti akhirnya lu kembali merasa jijik sama Dion...."
Aku berhenti. Terdiam mendadak. That's deep.
"Maksud lo?"
Tia menghela napas. "Elo selalu kayak gitu Tessa. That's your love cycle. Orang yang sedang lo benci banget sekarang ini, laki-laki yang nggak bersalah itu bukan yang pertama. Harusnya lo sadar itu...." Dengan ringan Tia berjalan meninggalkanku. Kata-katanya tadi terserap dan membuatku berpikir lagi.
Tidak.
Aku tidak begitu. Ini bukan siklus. Ini adalah hal wajar yang terjadi karena akhirnya aku sadar kalau..... tidak ada pria yang.... Sempurna.
Tapi, Dion berbeda. Ya.. Dion berbeda. Kali ini tidak sama. Aku bisa merasakannya.
***
Date : October 2014, 3rd
To : Tia
From : Tessa
Tia!!!!!!!!!
DION IS SO NASTY... I CAN'T! Dia vegetarian dan beralasan kalau memakan daging sama dengan tidak berperikemanusiaan.. HOW STUPID THAT IS. OMG!!!!
Males banget gua sama Dion.... Bete... banget....
Date : October 2014, 3rd
To : Tessa
From : Tia
I'm tired of the same old story, gurl.
***
Juli, 2014
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top